jatuh hati (1)

705 81 46
                                    




"Kalo Bu Windy, kayanya ga sesulit saya ya.. saya single Mom, kalo di PHK ga ada pesangon gini. Cuma anak saya yang buat saya bertahan," Windy menatap seorang wanita berusia 40 yang sedang menangis di hadapannya.

Sebagai mantan General Manager yang menjadi tumpuan banyak orang, Windy terbiasa untuk mendengarkan banyak keluh kesah, ia menggenggam tangan wanita tersebut, "Mba Dina, saya paham ini berat, tapi saya berharap Mba bisa kuat,"

Dina mengangkat wajahnya untuk menatap Windy, "makasih ya, Bu Windy," ujarnya, "saya bakal pulang ke kampung saya di Jawa Tengah, Bu. Kontrakan saya bulan depan habis. Sekalian saya mau pamitan sama Bu Windy," wanita itu mengambil satu lembar tisu dari meja terdekatnya. Kafe yang sengang hari ini, memberi mereka privasi untuk berkeluh kesah.

"Jadi mau pulang ke kampung ya Mba.." ulang Windy, ia menimang sesuatu selagi memakan makan siangnya dengan wanita di sampingnya.

Windy masih gusar bahkan setelah kata pamit terucap dari mulut Dina, "Bu Windy, saya pamit ya.. kasian anak-anak saya takut belum makan," ujar Dina.

Windy menepis semua pikiran negatifnya, wanita itu membuka dompetnya lalu mengambil satu lembar tisu. Ia mengambil seluruh uang yang ada di dompetnya lalu menggenggam tangan Dina, "Mba Dina, aku gak bisa bungkusin untuk anak-anak Mba. Ini mungkin bisa untuk makan malam, Mba,"

"Bu- banyak banget-" Mata Dina melotot saat melihat sejumlah uang seratus ribu dalam  genggamannya.

"Gak papa, ambil aja, kalo ada sisa mungkin bisa jadi ongkos pulang ke kampung, Mba," Windy tersenyum.

Dina kembali meneteskan air mata, tidak percaya di tengah kehidupan yang keras masih ada hati selembut Windy, "Bu, saya gatau bisa ganti ini atau engga, tapi saya berdo'a untuk kebahagiaan dan kelancaran rezeki Bu Windy,"

Windy tersenyum lebar, matanya berkaca-kaca saat kata kebahagiaan disebut oleh wanita itu, "aamiin," ujarnya.

***

Setelah pertemuan itu, Windy meneruskan perjalanannya ke swalayan untuk berbelanja keperluan rumah. Sebenarnya uang yang ia berikan kepada Dina adalah uang keperluan rumah tangga.

Sehingga ia harus mengganti uang tersebut dengan tabungannya yang kini tidak seberapa. Saldo terakhir yang ditunjukkan tidak mencapai Rp50 juta.

Wanita itu mematung, "jasa pengacara berapa sih?"

Namun ia kembali tersadar bahwa antrean ATM tidak berakhir padanya, sehingga ia mengambil kartu dan keluar untuk lanjut berbelanja.

***

Setelah sampai di rumah, Windy dibantu oleh asisten rumah tangganya, Bi Narti, menyusun keperluan rumah tangga mungkin untuk satu bulan.

Sementara wanita itu sedang menyusun frozen foods dan beberapa daging di freezer, Bi Narti sedang menyortir apa saja yang menjadi barang Nyonya dan Tuan di rumah ini, tak lupa beberapa barang yang ia titip kepada Windy.

"Bu, ini barang Bapak Ibu saya taruh sini ya," ujar Bi Narti.

Setelah semua barang telah tertata rapih, Windy membawa satu keranjang itu ke kamarnya dan Calvin, Suaminya. Pada satu lemari di pojok kamar mandi kering, ia menyusun satu persatu barang itu dengan rapih.

Wanita itu terdiam saat melihat dua kantong pads menstruasi yang masih rapih tanpa robekkan, lalu ia kembali melihat ke benda yang tampak sama percis di genggamannya. Windy termenung, "bulan ini gue belum halangan?" sekecamuk tanya menyerang otaknya.

imagine: wenyeolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang