on Wendy's POVKeberangkatan pukul sembilan pagi. Meski belum pasti tujuan akhir ke mana, namun aku membeli satu tiket ke Tongyong, daerah di Korea Selatan yang sama sekali belum pernah aku singgahi seumur hidup.
Uangku pas-pasan, tidak mungkin juga untuk keluar negeri. Mungkin beberapa hari di Tongyong, lalu kembali pulang ke rumah Ibu dan Ayah. Napasku berat jika berbicara tentang kedua orang tuaku. Seraya bus mulai berjalan, kuamati kota Seoul pagi hari, pikirku kembali memutar kejadian kemarin di mana aku masih bingung tanpa arah, lalu menelepon Ibu dan Ayah.
Kuucapkan, "aku dan Chanyeol berpisah, jika ia mencariku ke rumah, tolong usir dia secara baik-baik," kepada Ayah yang sudah naik pitam akibat alasan yang kujabarkan mengenai perpisahan kami yang lebih seperti perpisahan sepihak.
Bus melaju dengan kecepatan rendah, aku juga masih melihat daun gugur akibat angin, lalu kurapalkan, "daun yang jatuh tak pernah membenci angin-," kutundukkan kepalaku, aku ikhlas meski air mata masih setia menemaniku.
"AAAAAK!" teriak dari penumpang bagian depan.
Aku tidak paham apa yang terjadi hingga semua orang teriak histeris, kupaksakan mengangkat wajah, namun nahas, peristiwa itu terjadi sangat cepat.
Kupejamkan mataku, suara benturan menusuk telinga, lalu yang terjadi selanjutnya telingaku berdenging, pandangan kian kabur,
Namun satu yang pasti kuingat,
"Till death do us part,"
Tuhan jika ini akhir hidupku, aku bahagia telah menunaikan janjiku kepadanya. Hanya maut yang bisa memisahkan kami.
***
Sepotong memori kembali terputar di kepala pria yang sedang melajukan mobilnya untuk kembali ke Busan, ia yakin, Wendy tak akan pergi kemana-mana. Wanita itu pasti berada di rumah orang tuanya.
Hari ini, ia akan berusaha lebih keras lagi untuk melembutkan hati pria yang sudah merelakan putri bungsunya untuk ia dekap. Meski takut bukan main, meski rasa tak yakin menggerogoti pikirannya, Chanyeol tetap berjalan. Mencari jalan terbaik, apapun untuk hubungannya dengan Wendy.
Jeju, 2020
Dua tahun yang lalu, pria itu membawa Wendy ke Jeju. Berbekalkan tuksedo hitam yang ia punya, wanita itu dengan gaun putih sederhana dan mahkota bunga, mereka mengikat janji di hadapan Tuhan.
Hanya dihadiri oleh mereka berdua. Melafalkan janji pernikahan yang meski banyak keraguan didalamnya, mereka mencoba untuk percaya kepada satu sama lain. Selama kita percaya, pasti ada jalannya.
Kala itu Wendy tersenyum merekah, meski disusul air mata, "I,Chanyeol Park, take you, Wendy Shon, to be my wife, to have and to hold, from this day forward, for better for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, to love and cherish always, till death do us part," janjinya saat itu.
"Bahkan batu-batuan di laut bisa terkikis karena gigihnya ombak, aku yakin Mama bisa nerima kamu... suatu saat, kamu mau 'kan berjuang bareng aku?" Kalimat bodoh yang membuat Wendy terbuai akan harapan kosong, sehingga wanita itu setuju untuk berjanji dihadapan Tuhan, meminta restu MahaKuasa.
Namun kini, kehilangan bukan lagi momok bagi pria itu. Kehilangan Wendy adalah kenyataan pahit yang harus ia terima.
***
Baru saja Chanyeol memarkirkan mobilnya di depan rumah keluarga Wendy, panggilan dari Sehun menginterupsinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
imagine: wenyeol
FanfictionIf this ain't about Wendy and Chanyeol, it's gotta be Windy and Calvin.