02. Semilir

169 24 17
                                    

Seorang gadis berjalan menyelusuri jalanan yang disinari cahaya senja.

"Moon, mau melihat bunga?" Tanya seorang nenek penjual bunga, gadis yang dipanggil Moon itu mendekat, diantara semua bunga ia justru memilih bunga Krisan merah, membeli tiga, dan menyerahkan salah satunya pada nenek penjual.

"Semoga hari anda menyenangkan." Ucap Moon sambil tersenyum, nenek penjual bunga tersenyum lebar, "lagi-lagi begitu." Ucapnya seraya menerima bunga tersebut.

Moon berjalan ke sebuah gang kecil dan menghilangkan disana.

"Ah, sial. Nona informan yang telah merampok uangku menghilang. Susah kuberi dua koper, masih saja mengincar dompet dan handphone, kini aku tidak bisa pulang!" Ucap Dazai sengaja meninggikan suara di gang kecil itu.

Hening, hanya terdengar suara derai angin yang berhembus pelan. Arah mata Dazai terpaku pada sebuah jembatan, hingga tanpa sadar membawa tubuhnya ke sana.

Termenung, melihat pantulan bulan yang mulai terlihat jelas dialiran sungai.

Seorang gadis berambut pendek melewatinya begitu saja, Dazai menatap punggungnya dalam diam.

"Maaf, bisa antarkan aku pulang?" Tanya Dazai tiba-tiba, entah angin apa yang mendorongnya.

"Pulang? Kau punya tempat untuk pulang?" Tanya gadis itu seraya menghilang tertelan gelapnya malam yang datang tanpa aba-aba.

Dazai termenung, kini ia sibuk memikirkan cara untuk kembali, dia punya janji dengan Odasaku di bar.

"Nak, kau kehilangan dompet?" Suara seorang nenek menyadarkan Dazai dari lamunannya.

"Eh, benar..." Jawab Dazai, ia terkejut melihat nenek penjual bunga itu menegang dompetnya, Dazai segera menerimanya dan pulang.

Ia mengecek dompetnya, sebuah note kecil terselip diantara uangnya,

"Sepertinya melakukan hal rendahan seperti ini bukan diriku, walaupun aku tau uang yang kau dapatkanpun bukan berasal dari tempat yang benar.

sebagai permintaan maafku kuberi sebuah informasi, kalau kau beruntung mungkin kau bisa berjumpa dengan 'mereka' di daerah Sendai."

"Ah, benar.... Mungkin itu." Ucap Dazai lirih.
---

"Sendai? Apa tidak apa-apa aku bersamamu?" Tanya Odasaku.

"Aku tidak tau harus mengajak siapa. Aku malas melihat wajah para bawahanku." Jawab Dazai tak acuh.

"Chuuya mungkin?" Pikir Odasaku.

"Bocah pendek alay itu? Mana mungkin." Ucap Dazai kesal.

"Wah, pantas saja seperti tidak asing, rupanya ada mumi berjalan disini?" Ucap Chuuya yang ternyata ada disana.

"Wah, aku seperti mendengar suara seseorang yang familiar, namun aku tidak melihat ada siapapun?" Balas Dazai sambil berpura-pura mencari sumber suara.

"Kau bercanda pak perban?" Ucap Chuuya sambil menyundul pala Abang Dazai.

"Tolong jangan ganggu pekerjaanku Chuuya. Odasaku-kun mohon bantuannya!" Ucap Dazai seraya berlari menjauh mengabaikan teriakan orang-orang.

"Sepertinya aku harus disini dari pagi ke malam dan malam ke pagi hingga festival selesai." Gumam Dazai, matanya tak sengaja melihat seseorang, ia tidak menarik, namun entah mengapa langkah kakinya membawanya mendekatnya (terlalu banyak 'nya' tapi saya merasa bodo amat).

"Festivalnya masih belum dimulai, namun sudah pada berdatangaan, ya?" Ucap Dazai pada seorang gadis berambut pendek yang tengah sibuk pada tanzakunya (kertas yang berisi harapan).

"Anjing." Ucap gadis itu lirih, asik mengikatkan tanzakunya pada pohon harapan di depannya.

"Huh, apa?" Tanya Dazai bingung.

"Apa yang kau endus? Aroma apa yang membawamu padaku?" Tanya gadis itu tanpa melihat sedikitpun pada Dazai.

"Kalau bukan karena kata-katamu, aku juga tidak akan mendekatimu. Namun aku jadi mengerti mengapa julukan pemain peran terbaik ada padamu." Ucap Dazai sambil tersenyum.

"Aku juga enggan berurusan dengan seekor anjing yang tak bisa ditebak pikirannya. Anjing yang suatu hari nanti akan melepaskan sendiri tali kekangnya. Pada akhirnyapun kau akan kembali menjadi anjing liar." Ucap gadis itu bersiap-siap untuk pergi.

"Seorang gadis yang berbicara seolah mengetahui masa depan, salah satu bayangan port mafia, End." Tebak Dazai.

"(Y/n)." Ucap gadis itu sambil mulai melangkahkan kakinya, Dazai membuntuti dari belakang.

"Berapa peran yang kau mainkan? Gadis dengan seribu identitas, rupanya sangat lihai tampil seperti orang biasa, bahkan anjing sepertiku sempat terkecoh." Ucap Dazai.

"Mau lari bersamaku?" Tanya (y/n) tiba-tiba tanpa memperdulikan ucapan Dazai.

"Tentu saja, kalau itu cara untuk mendapatkanmu. Kalau aku menang kau harus kencan denganku!" Ucap Dazai percaya diri.

"Kalau aku menang jadilah babuku." Ucap (y/n) sambil meregangkan tubuhnya.

Dan mereka pun berlari mengejar senja dan berhenti saat matahari benar-benar menghilang.
---

"Dazai kau darimana saja?" Tanya Odasaku.

"Kupikir kau tidak akan pernah kembali lagi." Sahut Ango.

"Gila, benar-benar gila." Ucap Dazai bak orang gila kesurupan.

"Odasaku-kun, tolong belikan kompres anak di warung depan." Ucap Ango seraya memberikan uang receh pada Odasaku.

"Butuh obat penurun demam?" Tanya Odasaku nurut.

"Iya, yang rasa jeruk." Jawab Ango.
.
.

"Jadi kau berhasil berjumpa dengan Zero dan End?" Tanya Ango.

"Entah berjumpa dengan siapa, namun yang jelas aku akan kencan Minggu besok." Ucap Dazai sambil tersenyum iblis.

"Aku tidak percaya ada seorang gadis menerimamu?" Ucap Ango sambil memijat pelipisnya.

"Selamat, Dazai. Mungkin setelah itu kau bisa hidup bahagia dan meninggalkan dunia yang gelap ini." Ucap Odasaku sambil menangis haru.

"Terimakasih Odasaku-kun, semoga kita bisa berjumpa lagi di dunia yang disinari cahaya matahari." Ucap Dazai menangis memeluk Odasaku.

"Sudahlah aku mau pulang." Kata mutiara by Ango yang sudah terlampau stress bersama kegilaan seorang Dazai Osamu.
---

"Anda terlihat sangat cantik, nona." Ucap Dazai seraya mencium punggung tangan (y/n).

"Anjing pintar." Ucap (y/n) seraya mengelus-elus kepala Dazai.

"Kau tau, kalau saja Mori itu sedikit waras di depan bocil, mungkin aku sudah jatuh hati padanya." Ucap (y/n) seraya sibuk memainkan handphonenya.

"Oh, benarkah? Menurutku dia hanya seorang om-om berotak bulus." Sahut Dazai tidak terima seorang om-om lebih dilirik daripada dirinya.

"Sudahlah, ayo kita kencan di dasar danau!" Ajak (y/n)

Begitulah awal pertemuan (y/n) dengan seorang mumi.
.
.

"Aneh, benar-benar gadis yang aneh. Ia terlihat sibuk pada tanzakunya, namun tidak ada sepatah katapun yang ia tuliskan?" Tanya Dazai.

"Apa aku salah kertas?" Tambah Dazai, dan ia pun begadang membaca semua tanzaku yang tergantung di pohon.

'Apakah menurutmu seseorang yang membunuh orang-orang tanpa berkedip berhak untuk berharap pada Tuhan? Tuhan yang eksistensinya sendiri aku ragukan?'

Dazai Osamu x Crazy ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang