Dengan gesit, Lilac menaiki dua lantai dalam hitungan detik saja. Tubuh yang tergolong pendek untuk ukuran perempuan dewasa tak menjadi hambatan karena ia mampu menaiki dua anak tangga sekaligus saat terburu-buru. Setelah sampai di lantai sebelas, lantai divisi Food and Beverages, Lilac berjalan cepat sembari mengatur napas hingga duduk di mejanya. Perempuan muda itu meraih air mineral dalam gelas dekat komputer dan meminumnya sambil duduk tegak. Beberapa detik kemudian, pintu ruangan Direktur Food and Beverage terbuka.
Dari dalam ruangan tersebut, Pak Rezky Adinata melangkah keluar sambil berbicara ramah dengan dua tamunya; satu seorang perempuan yang berpenampilan menarik meskipun sudah berumur agak matang, satu lagi seorang pekerja ekspatriat yang berpostur setengah kali lebih tinggi dari sosok yang baru ia temui.
"Thank you so much for your time, Pak Rezky," ungkap tamu perempuan itu.
"Don't mention It, Ratih. It's my job," jawab sang Direktur dengan senyum lebar terpasang di wajah.
"I hope we could meet again, I could show you the calculation you asked for (Saya harap kita bisa bertemu lagi, saya dapat memperlihatkan perhitungan yang Anda minta tadi)," lanjut tamu ekspatriat dengan suara yang berat dan nada yang penuh hormat.
"Well, I don't know about my schedule, Billy. You could try to set the date with Lilac and I'm just gonna happy to meet again. Have you seen Lilac? (Wah, saya tidak tahu bagaimana jadwal saya, Billy. Coba atur temu janji dengan Lilac dan saya akan dengan senang hati bertemu lagi. Sudah kenal Lilac, kan?)" Pria yang seluruh kepalanya sudah dipenuhi rambut putih itu menunjuk ke arah meja di depan ruangannya. Di sana, Lilac sudah berdiri, seolah menyambut kedua tamu dari ruangan Pak Rezky dengan seulas senyuman profesional.
"Of course we know Miss Lilac. Such a beautiful name," jawab Billy sambil membalas senyum Lilac.
"She's the key. As long as she puts you in my schedule, We're gonna see each other again. (Kuncinya itu di dia. Asal kamu bisa dapat akses dari Lilac, kita pasti bisa bertemu lagi.)" Pak Rezky pun kembali menunjuk sekretarisnya dengan penuh kepercayaan.
"The thing is, it's quite a challenge to make her puts us in your schedule. The requirement of topics and point to discuss is really detail, (Masalahnya, mendapatkan akses dari Mbak Lilac ini juga cukup sulit. Detail persyaratan untuk topik dan materi diskusi tidak main-main,)" lapor Ratih sambil tertawa. Lilac tersenyum lebar mendengarnya, namun ia tetap menahan tubuhnya untuk tetap tegak dan mulutnya untuk tetap terkatup dan tak bicara tanpa instruksi.
"That's why she's the key. That way, I don't have to sweat for it, Do I? (Karena itulah kuncinya di dia. Jadi saya tidak usah pusing-pusing, toh?)" Pak Rezky tertawa, diikuti oleh Ratih dan Billy. Kedua tamu itu pun pamit pada Pak Rezky, lalu Lilac dengan sopan mengiringi mereka ke lift.
"Terima kasih banyak bantuannya, ya, Mbak Lilac. Saya dengar dari Pak Ashraf kalau sebenarnya Pak Rezky itu tidak mau bertemu kami." Ratih menginisiasi percakapan sambil berjalan menuju lift.
"Beliau memang cukup sibuk kuartal ini dan kami sebenarnya sudah mengatur jadwal pitching untuk mencari rekanan market research, tapi tentu Beliau senang bertemu dengan rekomendasi Pak Ashraf," jelas Lilac.
"What is it?" Billy yang tak mengerti bahasa Indonesia sedikit pun bertanya apa yang Ratih dan Lilac bicarakan. Ratih baru membuka mulut saat Lilac sudah menjawab.
"I said that Pak Rezky is actually busy this quartal and we're actually in process on pitching for finding market research partner, but he loved to see you both as recommendation from Pak Ashraf." Lilac mengulang ucapannya pada Ratih dengan menggunakan bahasa Inggris yang lancar dan fasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilac Magenta [Terbit]
ChickLitAwalnya, Lilac puas dengan kehidupannya sebagai sekretaris andalan para direksi dan tulang punggung keluarga. Memiliki kehidupan yang mapan dan sanggup menyokong biaya pendidikan kedua adiknya adalah sebuah kemewahan bagi lulusan SMA seperti Lilac. ...