"Pak Imo kenal Mbak Elisa di mana?" Dengan lancar, Lilac melanjutkan pembicaraan dengan Imo.
"Temen kuliah, dia junior saya dan Febrian."
"Hm ... kampus kalian lagi mau adain acara reunian, ya?"
Imo tertawa, "Nggak, nggak. Saya lagi butuh orang dan coba ajak mereka jadi tim saya."
"Jadi, acara ini buat rekrutmen gerilya?" tanya Lilac menahan seringai. Imo pasti amat percaya dengan kemampuan Febrian hingga rela menghabiskan uang dan waktu demi membujuk sahabatnya itu.
"Sekalian refreshing. Nggak ada salahnya, kan, sekali dayung, dapat dua ikan?"
Lilac mengerutkan dahi, "Bukan gitu peribahasanya."
Imo mengayunkan kedua tangannya ke belakang, mirip orang yang sedang mendayung, "Kan, mendayung, nih, terus di ujung dayung, kesendok deh ikan. Dua."
"Tapi dayung itu pipih, Pak, nggak ada cekungan kayak sendok." Tak tahu kenapa, Lilac malah terprovokasi logika ngawur Imo.
Pria itu menepukkan kedua tangannya dengan kuat, "Yang penting kamu tahu maksud saya. Nyanyi dong! Dari tadi kamu belum nyanyi."
Wajah Lilac berubah masam. Pria di sebelahnya lebih aneh dari kesan pertama yang ia dapatkan. Meskipun Lilac yakin bahwa Imo tak punya maksud jelek, tapi pria yang terlalu bersemangat di usia tiga puluh tahunan terlihat amat ganjil.
"Ya ampun!" Pekikan Cynthia membuyarkan pikiran Lilac. Nyanyian Dipa dan Febrian berangsur terhenti.
"Kenapa lo?" tanya Devi sementara sekretaris lain mendatangi Cynthia yang menatap layar ponselnya dengan wajah frustrasi.
"Restoran tempat meeting buat Bapak gue ternyata ngehubungin dari tadi siang. Mereka harus tutup besok. Ini gue baru baca email-nya dan ternyata nomor nggak dikenal yang telepon ke hape gue tuh mereka!" jelas Cynthia panik. Ritha dan Asri meminta agar audio karaoke dalam ruangan itu dihentikan dulu sementara Fatma menyalakan lampu.
"Emang lo nggak kasih nomor kantor?" tanya Asri.
"Kasih! Makanya gue bingung, kenapa telpon ke hape gue?" balas Cinthia.
Devi melihat petunjuk jam di ponselnya. Pukul tujuh malam. "Udah jam segini, mau booking resto di mana lo, Cyn?"
"Nggak tahu! Makanya gue binguuung." Kepanikan Cynthia membuat suasana di dalam ruangan tersebut menjadi tegang. Febrian menatap Imo tajam yang langsung dibalas dengan anggukan dan gerakan seperti meresleting mulutnya.
"Tenang, ini masih sore." Lilac melihat jam tangannya, "Besok Pak Ashraf meeting sama siapa?"
Cynthia menatap Imo sekilas, lalu memutuskan untuk berbisik kepada Lilac, "Sama CMO regional dan Mbak Elisa."
"Oke ...." Lilac berpikir sejenak. Chief Marketing Officer Regional adalah sosok yang mengepalai divisi marketing dari seluruh cabang negara Narve. Pasti ada strategi baru yang ingin diterapkan di Indonesia.
Keberadaan Elisa dalam rapat tersebut membuat ekspektasi pertemuan esok hari meningkat. Karena sudah kena tegur hari ini, besok tidak boleh ada ruang untuk kesalahan bagi Cynthia. Jika tidak, hal itu akan menjadi senjata Elisa untuk menyerang Pak Ashraf dan berujung membuat Cynthia berada dalam masalah yang lebih besar dari pagi tadi.
"Sebelumnya, lo nge-set meeting di mana?" tanya Lilac lagi.
"Di The Bliss. Perfect location karena dekat sama hotelnya orang regional yang datang. Gue udah coba hubungin restoran lain sekitar situ, tapi semua full-booked," jelas Cynthia. Saat ini, semua mata para sekretaris lain sudah tertuju pada Lilac. Mereka tidak memiliki ide untuk masalah Cynthia, sementara Lilac masih dengan gesit mencari peluang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilac Magenta [Terbit]
ChickLitAwalnya, Lilac puas dengan kehidupannya sebagai sekretaris andalan para direksi dan tulang punggung keluarga. Memiliki kehidupan yang mapan dan sanggup menyokong biaya pendidikan kedua adiknya adalah sebuah kemewahan bagi lulusan SMA seperti Lilac. ...