One

521 91 37
                                    

╔══•●•══╗
YORE
╚══•●•══╝

.
.
.

"Jadi, semuanya lima puluh kotak, ya. Ini daftar alamatnya. Hari ini kau aman, tidak ada orderan jauh."

"Aku tidak masalah untuk hal itu, Hinata, sungguh!"

"Bersabarlah sebentar. Jika kita sudah mendapatkan tambahan konsumen langganan, aku berencana untuk merekrut satu kurir lagi. Ya, kalau bisa yang masih lajang saja."

"Kau akan memecatku?!" Si pria sempat tercengang panik, sampai kelopaknya melebar ngeri memandang Hinata.

"Tentu saja tidak. Aku bilang menambah, bukan menggantikanmu, Shino." Kontan si pria klimis berkacamata itu mendesah lega. "Aku hanya kasihan terhadap Tenten. Kurasa dia agak keberatan dengan kau yang selalu terlambat pulang karena jauhnya lokasi pengantaran."

"Astaga, dia melakukannya? Menghubungimu untuk mengatakan itu?"

"Kenapa kau harus syok? Wajar sekali sebab dia istrimu. Dia juga membutuhkanmu di kedai kalian."

Shino mulai memasukkan satu-persatu kotak pesanan ke dalam bak motornya. Sedikit malu usai mendengar pernyataan sekian, sampai Hinata bisa menangkap kegelisahan dia di balik perulangan embusan napasnya.

"Aku tidak enak, padahal kau yang membayarku."

"Kalian berdua tetap teman-teman terbaikku. Kenyamanan di antara kalian mau tak mau jadi pertimbangan juga. Aku sendiri bisa memaklumi posisi Tenten."

"Uang dari kedai masih kurang, Hinata. Aku takut biaya persalinannya tidak akan cukup. Apa yang dia harapkan dengan hanya menjual kue ikan di pinggir jalan? Perutnya makin membesar. Haah--sepertinya cuma aku yang memikirkan dia."

"Dia pasti diam andai tidak memikirkan dirimu."

"Aku senang kau berniat memperbanyak pelanggan. Tadinya yang kuharap hanya aku kurirnya."

"Kau ingin kenaikan upah?"

"Pastinya dengan tambahan rute 'kan? Aku sangat membutuhkan uangnya, Hinata. Kau sudah tahu kami tidak punya siapapun yang bisa diandalkan."

Hinata sedikit mengayun badan, ketika bayi di dalam gendongannya mulai menggeliat gelisah. "Shushushu," gumamnya sembari menepuk-nepuk pelan punggung si bayi. "Untuk sekarang cukup selesaikan bagianmu seperti biasa. Mengenai permintaanmu, akan kupikirkan nanti."

"Terima kasih. Maaf jika aku terkesan memaksa."

----

Menjadi seorang ibu adalah impian terbesarku. Aku tidak pernah berpikir untuk menjadi sosok hebat lainnya dalam opini orang-orang. Cita-cita masa kecil, selalu dilantangkan penuh percaya diri oleh pikiran lugu anak-anak, termasuk diriku dahulu.

Di saat anak-anak lain mengajukan beragam angan, aku justru kehilangan kepercayaan diri. Putus asa menghancurkan timbunan mimpi, menodai murninya kepolosan dalam jiwa seorang bocah.

"Kau tidak apa-apa sendirian, Hinata? Aku mau ke pasar. Bahan-bahan yang dipakai untuk pesanan besok sudah habis."

Bibi Hanare, dia membantuku dalam menjalankan bisnis MPASI yang sejak dua tahun belakangan kugeluti. Kebetulan dia tinggal di kawasan kompleks ini. Rumah kami berada di satu barisan, aku di tengah-tengah dan Bibi di ujung.

"Pergilah, Bi. Kawaki sedang tidur, jadi aku tidak akan kesulitan untuk mengerjakan yang lainnya."

"Baiklah, ada yang ingin kau beli?" Tanya Bibi padaku dengan senyum cantik di wajahnya yang tampak tetap muda.

"Tidak, kulkasku masih penuh. Papa Kawaki belanja banyak tempo hari."

"Ah, sudah lama aku tidak melihat dia."

"Di bar sedang ramai. Dia baru pulang menjelang pagi. Lalu, Bibi tahu sendiri selanjutnya apa."

"Butuh istirahat yang pas untuk mengembalikan energinya. Apalagi dia bekerja tanpa libur." Aku hanya mengangguk membenarkan perkataan Bibi dan mengikuti langkahnya ke depan pintu. Ketika pintu hendak kututup, Bibi menoleh, "Biarkan saja piringnya,ya. Aku belum menatanya ke rak, tadinya masih basah. Pulang dari pasar aku rapikan."

Sempat-sempatnya dia mengatakan itu, agar aku tidak mengambil alih sedikit dari tugas-tugasnya yang aku sendiri pun tidak keberatan. Bibi Hanare seperti seorang kakak untukku, ketika tak ada di silsilahku dapat disebut layaknya keluarga. Dia tempatku berkongsi cerita serta bertukar pendapat.

Beginilah aku saat ini. Aku menjadi Hinata yang telah berhasil menulis narasinya, menyusun alur demi rekonstruksi kisah berbeda dari masa lalu.

-----

YORE (Commission) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang