Seven

212 51 70
                                    

╔══•●•══╗
YORE
╚══•●•══╝

.
.
.

"Sikapnya sungguh membuatku bingung."

"Tapi, yang kudengar dari dia, kalian akan segera menikah."

"Dia mengatakannya?!"

"Kau tidak percaya, Karin?"

"Naruto ... menurutmu apa yang bisa kujadikan alasan untuk menaruh rasa percayaku padanya? Di kepalanya itu masih saja Naruto dan Naruto, selalu tentang kau." Sejurus kemudian si empu yang disebutkan mengerang sesal. 

"Maaf, semuanya pasti sulit untukmu." Naruto tersenyum canggung, memandang prihatin kepada perempuan berambut merah di hadapannya.

"Kenapa kau meninggalkan dia begitu saja?!"

"Bukan aku, kami memutuskannya bersama-sama. Inilah yang terbaik, tidak hanya bagi kami. Tapi semua orang juga."

"Ya--" Karin menaruh gelas kosongnya setelah bir di dalamnya ditenggak tandas. "Mungkin hal ini mudah terhadapmu dan dia tidak. Sasuke selalu membicarakan soal bagaimana kehidupanmu sekarang, apa kau bahagia dan semacamnya. Kupikir dia masih merasa kosong. Parahnya lagi, aku justru kasihan padanya."

"Lalu, perasaanmu?!" Dan Karin tertawa, "Takutnya dia akan menyesal jika pernikahan itu kuteruskan. Aku tidak siap melihat dia terus meratap hampa seperti kehilangan arah."

"Dia tidak begitu setiap kali datang kemari--"

"Tentu saja! Dia sengaja melakukannya, daripada kau menanggung rasa bersalah. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian selama masih bersama. Apakah sebaik itu sampai perpisahan meninggalkan bekas mendalam?"

"Haruskah kujelaskan secara rinci?!"

"Kau, apa mau menceritakannya?"

"Pastinya berat. Andai kau paksa pun, aku butuh ratusan malam untuk mempertimbangkannya."

"Jangan permainkan aku. Padahal kau sendiri yang mengutarakannya."

"Aku kepala keluarga sekarang. Ada jiwa dan hati yang perlu kujaga, istri dan putraku di rumah. Masa lalu tercipta demi bermacam tujuan. Aku mengambil salah satunya sebagai pembelajaran. Begitupun Sasuke, suatu saat dia akan mengerti."

"Logikamu menentukan dengan cepat. Kau tahu apa yang perlu ditetapkan, lalu berani memperbaiki segalanya . Hanya saja, tidak semua orang dibekali pemikiran serupa."

"Kau pasti bisa."

"Aku?!"

"Kau yang harus menyadarkan Sasuke, aku yakin kau mampu."

"Kalau tahu sedari awal, mending kau saja yang kunikahi."

"Apa?!" Naruto melongo heran, masih diam mencerna pernyataan tadi."

"Wah, mukamu menyebalkan sekali. Apa segitu mengerikannya jika menikah denganku?!"

"Mulutmu itu bicara semaunya. Siapa yang mau menikah dengan sepupunya sendiri?"

"Kenapa, apa masalahnya? Tidak ada kejanggalan juga 'kan?"

"Sangat aneh menurutku. Aku tidak mungkin memikirkan bisa berada di hadapan pendeta sambil mengucapkan janji sehidup semati denganmu. Ingus dan liurmu itu masih ada di memoriku. Kau yang suka berlarian tanpa pakaian! Berkelahi dengan Nagato hanya karena sebuah bola."  Kumpulan bait kenangan lucu, sampai-sampai Karin tergelak kencang.

"Astaga, Naruto--jangan bocorkan itu kepada orang lain, memalukan sekali."

"Tidak, kecuali ..."

"Oh, ya ampun--kau memang sangat menjengkelkan! Kepada siapa kau menceritakan aibku?"

"Sasuke." Seketika Karin tersipu, lidahnya kelu hendak menyahut.

"Kau mabuk, Karin? Pipimu jadi merah."

"Bodoh, ini gara-gara ulahmu!"

"Aku?! Aku tidak berbuat apapun." Sambil mengangkat kedua tangannya, membuktikan bahwa dia bersih dari tuduhan tersebut. Sedikit menggoda kakak sepupunya ini tidak dilarang bukan?! Sementara, Karin puas mendesah pasrah untuk kembali pada konsentrasinya.

"Kurasa Naruto, hari ini dia berkunjung ke rumahmu." Satu fakta mengejutkan apersepsinya, Naruto sontak mengernyit.

-----

"Sasuke--apa kabar?!" Peristiwa yang diperhitungkan bakal terjadi, akhirnya benar-benar muncul di depan mata. Dia datang ke sini, masih dengan wajah sukar ditebak. Aku membungkuk sejenak meletakkan santun kepada siapapun tamu berkunjung ke rumah, sembari menggendong Kawaki yang sedang terlelap. Walau sebetulnya sedikit terusik oleh kehadiran dia, mau tak mau aku mesti menyambutnya dengan baik.


"Boleh aku masuk?!" tanya Sasuke, tampak sekadar basa-basi. Rautnya yang kaku belum pernah berubah sejak berpapasan pertama kali dan kini aku bingung harus dengan sikap bagaimana untuk meladeni dia.

-----

YORE (Commission) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang