8. diwatala

7 6 0
                                    

Setelah meneguk habis kopi dalam cangkirnya, Maradela memesan makanan di cafe, perempuan itu berjalan dengan membawa satu nampan penuh dengan roti lalu duduk dihadapan Dewangga sambil menawari cowok itu camilan yang ia beli, Dewangga hanya menggeleng menolak tawaran Maradela, lidahnya terasa pahit, bahkan perut kosongnya tidak berani bergemuruh mengusik pemilik tubuh yang sedang mencoba mencerna kenyataan.

"Sorry, cerita gue kepotong mulu dari tadi. Tadi di halaman sekolah ada hantu dibelakang lo, nyeremin banget aura negatifnya kuat, makanya gue ajak lo keluar lingkungan sekolah. Energi gue rasannya kekuras habis gara-gara lihat bentuknya nggak karuan." Maradela menjelaskan alasannya mengajak Dewangga pergi keluar lingkungan sekolah.

"Iya." Tangan Dewangga gemetar pelan, kepalanya benar-benar pusing memaksakan dirinya meyakini kebenaran eksistensi Niskala yang bukan sebagai manusia.

Maradela menatap cowok dihadapannya dengan menelan roti yang ia kunyah. "Nama aslinya Diwatala, dia udah lama tinggal di rooftop, sekitar 8 tahun. Sekolah kita pernah punya kabar duka 8 tahun lalu, ada siswi perempuan yang kabarnya lompat dari rooftop dan meninggal dan dia Diwatala. Semua berita bilang Tala bunuh diri karena rankingnya terus turun dari yang awalnya rank pertama sejak kelas 10 dan berakhir di rank terakhir di kelas 12 semester 1. Semua berita itu bohong, Tala mulai terpuruk sejak teman belajarnya sejak SMP bareng ke SMA nyebarin rumor buruk soal Tala, sampai semua angkatannya beranggapan kalau Tala selama ini dapat nilai bagus gara-gara curang. Rumor awal yang kesebar adalah cerita kalau Tala buat contekan, rumor itu lumayan bikin orang-orang kehibur tapi lama-kelamaan orang-orang mulai bosen sama ceritanya, jadi ada beberapa anak yang memodivikasi cerita sesuka hatinya, bilang kalau Diwatala jadi pacarnya guru dan lain sebagainya." Tatapan Maradela yang tadinya mengawang ruangan cafe kini menatap Dewangga, cowok itu bahkan masih saja memegangi tangannya satu sama lain menahan termor.

Hembusan napas keluar, Maradela kembali menyambung cerita, "Dia udah nggak punya teman lagi sejak semester 2 kelas 10 selesai, dia cuma bisa bertahan disekolah berharap bisa cepat megang ijazah, tapi nasib dia sial. Teman belajarnya dari SMP deketin dia lagi, Tala diajak ke rooftop setelah jam sekolah selesai cewek itu yang dorong Tala dari rooftop, mungkin karena dia ngerasa posisinya terancam karena di semester 2 kelas 12 Tala mulai aktif belajar lagi setelah udah lumayan membaik dari masa krisis nggak punya teman, Tala mulai buat guru-guru yang ngajar dikelanya takjub karena dia pintar hampir di semua mata pelajaran." Maradela meraih cookies pada piring diatas nampan dan menghentikan cerita begitu mulutnya mulai mengunyah.

"Lo tadi udah pamitan sama Tala?" tanya Maradela.

"Niska-, Diwatala bilang kalau dia bakal pergi buat waktu yang cukup lama, tapi dia nggak bilang pergi kemana." Dewangga menyandarkan punggungnya pada kursi dan menatap langit-langit ruangan dengan mata sembab.

"Tala udah nggak bisa lagi dateng ke tempat kita," kata Maradela membuat pandangan Dewangga terfokus padanya.

"Tapi dia bilang gue bisa ketemu dia lagi, kok," elak Dewangga.

"Kapan?"

"Katanya, mungkin bakal selama kayak belajar diluar negeri atau lebih." Dewangga menelan ludah dengan payah seolah menelan gumpalan batu.

Kini tangan Maradela yang mulai bergetar, ia membuang pandangannya dari Dewangga. "Lo-" ucap Maradela terputus.

"Tala benar, hidup lo udah nggak lama lagi. Tapi lo masih punya pilihan buat terus hidup sampai masa usia lo habis atau," ucapan Maradela terputus, ia ragu untuk melanjutkan ucapannya. Yang ia lihat pada kehidupan Dewangga ada dua jalan yang masih belum pasti yang mana yang akan cowok itu pilih. Sekelebat dalam kepalanya ia melihat bayangan mobil ambulan di sekolahnya dan ia punya firasat buruk tentang apa yang akan terjadi.

"Atau bunuh diri, kan?" tebak Dewangga lirih yang berhasil membuat lawan bicaranya menahan napas.

"Gue udah nggak bisa lagi lihat harapan buat hidup, semuanya abu-abu. Cuma Diwatala yang jadi alasan beberapa hari ini buat terus ke sekolah, gue cuma pengen ketemu dia." Tampak dari wajahnya senyum tipis yang hilang sebelum satu detik.

Beautiful TragicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang