Anya dan Anemia

7 3 0
                                    

Anemia, suatu hal yang mampu membuat dirinya merasa sangat tidak berguna, tidak berharga, dan sendirian.

Anemia jugalah yang membuat dirinya sadar bahwa ia sangat beruntung memiliki sahabat yang mampu melindungi dirinya, sama seperti janji yang pernah dibuatnya.

Anemia, campur aduk rasanya.

Ia tak tahu harus senang ataukah sedih, namun sebisa mungkin Anya harus tetap bersyukur atas apa yang telah Tuhan kirimkan padanya.

Mungkin sudah banyak yang telah diambil oleh Tuhan– orang tuanya, kekasihnya, bahkan tenaga yang ia keluarkan untuk Anemia-nya ini. Namun Tuhan tak pernah lupa atas janjinya– memberi ujian yang tak akan melewati batas kemampuan ciptaannya.

Selepas orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil secara beruntun ketika dirinya masih duduk di bangku SMP. Sejak itulah dirinya tahu bahwa dunia tempatnya tersenyum, sekejam bahkan semenakutkan ini.

Keluarganya yang menganggap dirinya sebagai pembawa sial, kakak laki-lakinya yang tak pernah peduli akan dirinya. Sejak itu pula, Anya mati rasa dibuatnya. Tak peduli tentang apa yang telah terjadi, tentang apa yang orang lihat akan dirinya, tentang keegoisannya. Anya tak peduli. Anya hanya butuh Jeno. Bukan mereka atau siapapun. Hanya Jeno.

Hanya Jeno yang mampu membuatnya merasa aman, merasa dihargai dan dilindungi, tak pernah sekalipun merasa sendirian saat bersama lelaki itu. Lelaki dengan paras dingin dan datar yang mampu mengubah dunianya. Lelaki yang ia sayangi setelah ayah dan mantan kekasihnya.

Ia akan terus berada disamping Jeno sekalipun dalam bahaya.

"Anya!"

Merasa terpanggil, gadis yang sedaritadi tengah asik berkutat dengan pikirannya pun menoleh kearah sumber suara.

Disana terlihat jelas lelaki dengan wajah dewasanya yang memiliki badan tak terlalu tinggi sedang menghampirinya dengan tentengan tas kresek yang ia yakini akan diberikan kepadanya.

"Gak laper, Ranu.." Ujarnya setelah dipastikan bahwa lelaki yang tadi berjalan kearahnya– Ranu –telah berhenti dengan tangan yang menyodorkan tentengan tas kresek tersebut kepadanya.

"Anya lo harus makan! Ini juga dari Jeno kok." Akunya yang memang sudah diketahui Anya karena kesehariannya sebagai kurir makan untuk Anya dari Jeno.

"Iya tau! Lagian kenapa ngga Jeno sendiri aja sih yang ngasih?" Sebelum Jeno memiliki pacar, dulu Jeno yang selalu memberikan itu kepadanya. Namun sekarang Jeno jarang melakukannya sendiri. "Dia lagi pacaran ya?" Tanya nya dengan raut sedikit murung dan bibir yang ditekuk.

"Ngga Anya... Dia lagi ke bengkel, servis motor." Jawab Ranu jujur. "Nih makan, udah siang nih pasti lo tadi pagi belum makan kan?" Anya itu tipe gadis yang jika tidak diingatkan tidak akan melakukannya. Contohnya makan, padahal Anya sering bermasalah dengan lambungnya tetapi gadis itu tetap saja ngeyel, seakan tak peduli dengan pola makannya yang terbilang sangat tidak teratur.

"Iya nih dimakan. Tapi bilangin ya ke Jeno, pokoknya harus dia yang anter gue pulang nanti." Titahnya yang seakan tak mau dibantah.

"Ay ay kapten!" Sentak Ranu tak lupa dengan kelima jari kanannya yang ia rapatkan pada ujung alis membentuk gerakan hormat.

Anya hanya tersenyum singkat lalu membuka kotak bekal warna kuning dengan gambar kartun sponge yang mengenakan setelan jas ala-ala dan rumah nanas dibelakangnya, Spongebob Squarepants– kartun andalan Jeno –yang berisi nasi goreng berwarna putih yang mungkin tidak dimasukkan jenis bumbu apapun oleh pembuatnya.

"Rasa apa sekarang Nya?" Tanya Ranu setelah melihat raut wajah gadis disampingnya yang ia yakini kali ini rasanya lagi-lagi aneh, seperti kemarin.

"Manis." Jawab Anya ingin tertawa. Jeno selalu mengiriminya nasi goreng dengan segala rasa, bahkan ia pernah mencicipi nasi goreng asam dari Jeno. Ia juga pernah memakan nasi goreng hambar, keasinan, sampai pahit sekalipun. Namun ia tetap memakannya, karena nasi goreng ini buatan Jeno sendiri. Jeno selalu menyempatkan diri untuk memasakkan makanan untuk dirinya. Tidak mau Anya makan sembarangan katanya. Padahal masakannya jauh lebih absurd.

"Mau gue beliin aja ngga?" Tawar Ranu tak enak hati, Anya harus lagi-lagi memakan nasi goreng gila milik Jeno.

"Ngga usah, enak kok." Dan Anya, lagi-lagi menolak tawarannya.

Tak mau ambil pusing, Ranu hanya mengangguk dan tersenyum singkat lalu tangannya tergerak memainkan ponsel yang sedaritadi ada dalam sakunya. Membuka aplikasi massanger lalu menekan room chat-nya bersama lelaki pembuat nasi goreng gila tersebut.

Jeno

Lapor!
[11.52]

Makanan telah dimakan oleh sang putri, Ananya Ayunindya.
[11.53]


Lporn d trima.
[11.56]

Mas Pacar | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang