05. SSE, Suka Suka Echal

5 3 0
                                    

"Bokernya bawa balik cewek ya, Chal?"

[ && ]


Dipenghujung sore hari Sabtu, lampu tamaram kedai kopi di dekat jalan M. H. Thamrin menjadi saksi bisu atas lelahnya keempat pemuda pemudi dengan raut wajah lelah mereka yang ditemani coffe pesanan masing-masing serta mata yang berfokus pada layar dan tangan yang tak henti-hentinya menekan huruf-huruf pada keyboard benda persegi didepannya dengan bersamaan.

Kemarin mereka mendapat tugas untuk merangkum materi serta mendata omset-omset penjualan di toko terdekat melalui wawancara langsung pada wirausaha dan beberapa pekerja kantoran dibidang yang sedang mereka pelajari. Meski seharusnya tanggal deadline-nya masih cukup lama, namun mereka lebih memilih untuk menyelesaikannya lebih dahulu.

Keana dengan sengaja memilih beberapa objek perusahaan dan toko di jalan M. H. Thamrin, karena menurutnya jalan ini termasuk jalan utama dengan begitu ada banyak sekali objek yang bisa mereka datangi untuk diwawancarai karena termasuk pusat bisnis juga.

Setelah seharian berkeliling dengan puluhan pertanyaan yang harus dijawab oleh mereka yang sedang diwawancarai, kini keempatnya– Keana, Adis, Zisdan, dan Chan yang memang sering menjadi satu kelompok –menyempatkan diri berkunjung di salah satu kedai kopi incaran Keana sambil melanjutkan tugas mereka yang hanya tinggal merangkumnya menjadi satu lalu dibuat makalah laporan. Selain banyak objek yang bisa mereka gunakan untuk wawancara, Keana juga dengan sengaja memilih daerah ini karena ada salah satu kedai kopi yang ingin ia kunjungi.

Ribuan kata telah mereka susun memenuhi layar laptop keempatnya. Padahal mereka sudah membagi rata materi-materi yang harus dirangkum, namun keempatnya masih sama-sama berakhir dengan belasan halaman pada dokumen mereka.

"Ah selesai juga bagian gue." Ujar Zisdan seraya merenggangkan otot-otot tangannya yang seperti mati rasa akibat kelelahan harus mengetikkan untaian-untaian kata demi kata pada bagian materinya.

"Cepet amat lo Jes. Awas aja kalo lo ngawur ya anjing. Nilai kita jadi taruhannya nih." Omel Adis yang cukup kaget atas kerja kilat Zisdan, menurutnya. Padahal dirinya masih ada banyak yang belum ia rangkum dibagiannya, tetapi Zisdan telah usai mengerjakan. Cukup mencurigakan menurutnya. Takut-takut jika Zisdan ngawur kerjanya, ini kan tugas kelompok jika saja Zisdan awur-awuran mengerjakan bagiannya yang membuat nilai mereka jelek, matilah riwayatnya.

"Aelah kaga percayaan amat sama kerja keras gue. Lagian nih ya, gue ngetiknya tuh cepet kaga kaya lo lemot." Balasnya tak terima sambil menyeruput secangkir robusta yang telah dingin karena memang ia biarkan sejak tadi, belum lagi akibat terpaan angin sore yang berubah menjadi malam seiring berjalannya waktu.

"Gue lagi sibuk. Liat aja ntar, abis lo sama gue." Sambil tangan, mata, serta pikirannya yang berfokus pada kalimat-kalimat yang akan ia ketikan, Adis membalas hinaan Zisdan akan ketikannya yang lemot. Padahal mah yang lainnya juga belum pada selesai, Zisdan nya aja yang kecepetan.

"Gue udah selesai. Akhirnyaaaaa." Baru saja Adis libatkan dalam pikirannya untuk menyerang Zisdan, namun apalah daya ujaran Keana yang ikut menimbrung sambil menunjukkan bahwa dirinya juga telah usai mengerjakan bagiannya membuat Adis lemas karena bagiannya yang tak kunjung usai.

"Lo udah selesai, Ke?" Tanya Adis dengan wajah syok nan melasnya.

"Kuping lo budeg ya?" Bukan Keana, melainkan Zisdan yang menjawab pertanyaan syok dari Adis. "Kea bilang udah selesai, Adis takendol-kendol." Lanjutnya sedikit kesal dengan menyematkan pembulian di akhir kalimatnya yang menyebut nama Adis.

"Setuju." Balas Keana atas pernyataan Zisdan.

"Kok lo belain dia sih, Ke??" Kesal Adis yang tak mendapat pembelaan dari Keana. "Chan, lo belum mau selesai kan?" Tanya Adis yang kini berganti pada Chan yang sedang meminum coffe arabika pesanannya.

Mas Pacar | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang