Bau apek ruangan yang tidak berpenghuni menyergap indra penciuman Sweta, tatkala wanita itu membuka pintu apartemen type studio miliknya yang telah kosong berbulan-bulan lamanya, debu tebal dan sarang laba-laba menambah kesan suram akan terasa bagi siapapun yang memasuki apartemen itu.
Apartemen hasil dari jerih payahnya yang tersisa, karena seluruh uang simpanan dan benda berharga yang lain telah Sweta gunakan untuk biaya rumah sakit pemulihan dirinya dan sang putri kecil, yang sampai saat ini masih berada di rumah sakit. Bayi cantik itu masih harus menjalani berbagai perawatan, tubuhnya terlalu lemah dan rapuh.
Sweta berjanji akan melakukan apapun agar bayi itu bisa diselamatkan. Itulah alasan Sweta kembali ke perusahaan Raberru, demi gadis kecilnya. Sweta tahu banyak resiko yang mungkin akan timbul dari keputusan itu, hanya saja tempat lain belum tentu memberikan gaji setara dengan gaji yang dibayarkan perusahaan Raberru.
Sweta segera mengeluarkan sisa barang-barang pribadinya yang dianggap penting mengemas nya dalam koper yang terdapat di samping lemari, membersihkan asal-asalan debu yang menempel di atasnya. Bergerak cepat sebelum sisi melankolis dirinya kembali mencuat, segala hal dalam ruang itu penuh dengan kenangan kebersamaan dirinya dan sang mantan kekasih, Alby Raberru.
Sweta membawa satu buah kotak yang telah dikemasnya sebelum kepergian nya beberapa bulan lalu ke balkon apartemen. Sweta bergegas keluar dari apartemen setelah memastikan semua benda dalam kotak hanya menyisakan abu pembakaran di tempat sampah.
"Mbak Sweta! " Suara seorang pria dengan logat Jawa yang kental menginterupsi langkah Sweta di lobby apartemen yang hendak ditinggalkan nya.
"Sore Pak Cipto! " Sweta menyapa balik lelaki dengan seragam keamanan di hadapannya, tentunya setelah membaca nama yang tertera pada pakaian lelaki paruh baya itu.
Sweta tidak mengingat siapa lelaki itu karena ingatan Sweta masih timbul tenggelam bercampur diantara banyak kenangan milik dua orang yang berada pada dua zaman, hanya mencoba bersikap ramah agar terlihat normal.
"Lama ndak jumpa, Masnya masih sering kesini cuma buat mencheck kamar katanya, " ucap pak Cipto.
"Ya makasih Pak, mungkin ini terakhir kali Saya kesini, unit Saya sudah beralih kepemilikan, Saya hanya mengambil sisa barang Saya yang tertinggal. " Sweta berusaha terlihat santai. Suara klakson mobil dari area pickup and drop points di depan lobby menginterupsi percakapan keduanya.
"Saya permisi mobil jemputan Saya sudah menunggu, " tutur Sweta berpamitan menarik koper yang dibawanya, pak Cipto membalas dengan anggukan sopan.
Sweta memang telah memesan taksi online sesaat sebelum keluar dari unit apartemen yang pernah dihuninya itu.
Mobil yang ditumpangi oleh Sweta tengah melaju keluar dari parkiran apartemen menuju ke jalan utama, dari arah berlawanan sebuah mobil berwarna hitam yang sangat Sweta hafal pemiliknya melaju menuju lobby apartemen. Jantung Sweta berdegup lebih cepat saat netranya menangkap raut wajah gelisah dari lelaki yang mengemudikan Rubicon hitam itu.
Kilasan pertengkaran terakhir Sweta dan Alby Raberru kembali terbayang dibenak Sweta.
"Kamu tidak pernah mencintaiku, seandainya rasa itu ada tidak mungkin Kamu memperlakukanku seperti ini, " jerit Sweta penuh kemarahan.
"Aku butuh Kamu di sampingku, jadi untuk saat ini bertahanlah tetap di sisiku, menurut lah seperti biasa Nunu, " ucap Alby Raberru berusaha tetap mengontrol emosi nya.
"Bertahan sebagai apa? gundikmu, wanita simpanan atau murni asisten pribadi? " Tanya Sweta berusaha tetap tegar walau air mata terus menganak sungai di pipinya.
Lelaki yang telah menjadi kekasih Sweta selama lima tahun itu menarik gadisnya dalam pelukan hangat nya. Mulai menciumi Sweta dengan kasar melampiaskan amarahnya lewat ciuman itu. Sweta tahu Alby selalu melampiaskan emosi dengan percintaan panas dan keras seperti biasanya, tapi saat ini dirinya telah mati rasa. Beberapa saat lalu lelaki yang telah bertahun-tahun menjadi sumber kebahagiaan dirinya mengatakan akan melamar gadis lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lover From The Fast
Roman d'amourMasa lalu (abad ke-12). "Yang Maha Kuasa, Ya Dapunta, penguasa jagat fana, Aku Nyi Mas Roro Ayu Banu Sweta dengan tubuh ini sebagai tumbal bersumpah untuk kehidupan berikutnya tidak akan bertekuk lutut pada laki-laki atas nama cinta dan pengorbanan...