author pov
sudah nyaris setengah hari, yang bisa lisa lihat dari raut muka jennie hanyalah wajah murung serta ia pun menjadi lebih banyak diam dari pada biasanya.
gadis berpipi mandu itu, sejauh yang bisa lisa kenali. jennie memang memiliki banyak sekali kepribadian. tak hanya wataknya yang dominan lebih ceria, jennie juga dikenal tegas, suka bercanda, terkadang ia lucu, terkadang ia mesum, lalu bisa juga terkadang ia jadi seperti sekarang.
guna menghapus raut muka murung dari wajah gadis itu, lisa kemudian menyunggingkan senyum.
perlahan tubuhnya duduk dengan teramat hati-hati, tepat pada samping jennie. sengaja, agar gadis itu tidak terkejut.
dan, sebelum ingin membuka suara untuk memulai percakapan. lisa lebih dulu melepaskan dasi yang sempat ia pakai, lalu sengaja ia taruh pada atas pangkuannya.
hingga hal yang lisa lakukan itu tentu saja berhasil menarik perhatian jennie. ia lalu menoleh ke samping, beralih untuk menatap lisa.
"kenapa dasinya dilepas?" suara halus jennie menyapa.
tak seperti biasanya. suara yang lisa dengar saat ini seperti sedang menahan tangis, serak dan sedikit terbata-bata.
lisa sendiri pun tahu, gadis berpipi mandu itu sedang berusaha sebisa mungkin untuk tetap menjaga air muka, agar ia tidak menangis tepat di hadapan lisa.
"papa lo mau masukin lo ke ugm lagi ya?" alih-alih menjawab, lisa langsung saja membawa obrolan keduanya langsung pada inti.
karena sudah dijelaskan dari awal. gadis tinggi itu, ia tak suka ambil pusing, apalagi sampai berbasa-basi.
namun, cukup lama jennie terdiam dengan membuang muka, sampai akhirnya gadis itu mengangguk begitu pelan.
"gue cape." lirih jennie.
"cape kenapa?"
"gue udah belasan taun dibesarin sama papa, tapi papa masih ga bisa ngertiin apa yang gue mau."
ketika rungu lisa mendengar nada yang mulai bergetar dari suara indah jennie, lisa pun perlahan mendekat.
satu tangan lisa berusaha untuk merangkul, sebisa mungkin ia memberikan sedikit kekuatan, lewat usapan hangat yang ia lakukan pada bahu jennie di sana.
"ceritain aja semuanya, gue dengerin." lanjut lisa.
"tadi malem, gue berantem sama papa."
"...."
"kaya yang lo tau, lisa. papa gue itu paling keras kepala kalo soal pendidikan gue. dan tadi malem, gue hampir pengen kabur dari rumah waktu denger papa gue bilang, gue harusnya berterimakasih sama dia, karna dia selama ini udah nafkahin gue."
detik itu juga, jennie menangis. suara tangis yang jarang sekali lisa dengar, bahkan rasanya asing. bahu jennie perlahan bergetar, ia meringkuk di bawah rengkuhan tubuh lisa.
sampai berapa menit berlalu, sambil terus memeluk dengan erat tubuh lisa, jennie masih saja sesenggukan mengeluarkan air mata miliknya.
hingga gadis berpipi mandu itu merasa lelah. ia lalu mengendurkan pelukan, berusaha ingin menghapus air mata. namun, hal itu malah lebih dulu dilakukan oleh lisa.
"kalo perasaan lo masih cape, masih belum lega juga, nangis aja lagi ngga apa-apa."
sembari menyapukan air mata milik jennie menggunakan kedua ibu jari tangan, lisa kemudian tersenyum manis dan mengusap lagi kedua bahu jennie.
"nanti, biar gue aja yang coba ngomong pelan-pelan sama papa lo, ya?" tanya lisa, selembut mungkin.
tapi jennie justru menggeleng, setelahnya ia mengangkat pandangan, balas menatap dengan penuh pada netra obsidian lisa.
"nama lo itu, persis banget kaya kepribadian lo." tiba-tiba jennie bersuara, lalu kembali membuang muka.
"maksudnya?"
"lalisa bumantara."
"...."
"kenapa sih gue harus jatuh cinta sama sesosok pribadi yang punya sifat sesempurna kaya lo?"
"jen, gue ga sesempurna itu juga kok, gue biasa aja."
tak perduli pada ucapan lisa barusan, jennie tetap melanjutkan curahan seluruh isi hatinya, yang selama ini telah berusaha untuk jennie pendam.
"lo tuh pasti selalu ada waktu gue lagi seneng. lo selalu ada waktu gue lagi susah, bahkan, di saat gue lagi ga mood ngapa-ngapain, lo juga tetep ada buat nemenin gue." tutur jennie.
"...."
"jujur, gue selama ini emang ngga terlalu suka sama langit. tapi sekarang, ada langit di nama belakang lo."
itulah dia, lalisa bumantara. jennie bilang, gadis tinggi itu persis seperti sesosok gambaran malaikat cantik, yang nyaris sempurna.
lisa memiliki banyak kebaikan dalam dirinya. yang jika dicari, tak akan ada ditemukan celah alasan bagi jennie, untuk tidak jatuh hati.
jennie kemudian mengangkat pandangan. gadis berpipi mandu itu lalu melanjutkan lagi kalimatnya tanpa pernah lepas dalam menatapi netra obsidian lisa, barang satu detik saja.
"nama lalisa bumantara itu ga pernah jelek di mata gue. sekalipun lo bilang lo ga suka, tapi bumantara itu artinya besar banget di kehidupan yang sekarang lagi gue jalanin."
"lisa, dari lo, kayanya gue ga perlu nanya lagi apa itu jatuh cinta. karena tanpa perlu lo jawab pun, lo udah ngasih tau gue itu semua lewat perhatian yang lo kasih." lanjut jennie.
tak sedikit pun ia memberi jeda untuk tiap kalimatnya. gadis yang dikenal juga memiliki gummy smile itu perlahan mendekat ke arah sisi wajah lisa.
walaupun masih dengan mata yang sedikit memerah, akibat menangis. jennie kemudian memberanikan diri untuk mengecup sekilas bibir lisa, lalu sudut bibir jennie refleks menampilkan senyum.
"lalisa bumantara, ibarat langit. lo itu udah kaya bulannya gue di waktu malam, dan mataharinya gue di waktu siang."
••••••
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMANTARA - JENLISA ✔
Ficción General❝ Bumantara, ruang luas yang ada di atas bumi. Tempat beradanya bulan, bintang, dan matahari. ❞