29. Saling Merindu

22 4 0
                                    

Jakarta, 19.20 WIB

Mendengar kabar tentang kecelakaan kereta api yang menimpa Azzam dari grup WhatsApp alumni Pondok Pesantren Al-Amin membuat Aldebaran begitu terpukul. Apalagi perbincangan mereka kemarin menyisakan tanda tanya besar di benak Aldebaran. Tapi saat mengetahui kabar terkini jika Azzam hanya mengalami luka ringan membuat Aldebaran merasa lega. Aldebaran hanya takut jika firasat dari semua perkataan Azzam kemarin mengisyaratkan sesuatu yang buruk.

Tanpa berpikir panjang Aldebaran menghubungi nomor kontak Safira. Gadis itulah satu-satunya informannya selama ini. Aldebaran berharap Safira mau memberikan informasi tentang Azzam secara lengkap tanpa ditutup-tutupi lagi seperti tentang kabar kehamilan Adiva yang telah Safira sembunyikan darinya.

Di kamarnya, Safira yang tengah asyik membaca komik sembari mendengarkan musik seketika berdecak kesal saat musik yang tengah di putarnya terhenti lantaran adanya panggilan telepon masuk. Melihat nama Aldebaran yang tertera di layar pipih itu membuat perasaan Safira ragu untuk menerimanya. Lama Safira hanya memandangi layar ponselnya yang terus berdering dan berkedip tanpa mengenal lelah. Ingin sekali Safira mengabaikan telepon sahabatnya tersebut tapi Safira juga tidak tega. Biar pun patah hati karena Adiva menikah dengan Azzam tapi Aldebaran tidak pernah memiliki niat buruk sedikitpun untuk mengusik rumah tangga mereka. Aldebaran rutin menghubunginya hanya untuk curhat mengenai isi hatinya atau sekadar menanyakan kabar tentang Adiva. Simpel tapi Safira selalu merasa bersalah setelah memberikan kabar bahagia Adiva yang mungkin saja semakin menambah luka di hati Aldebaran.

Dengan setengah hati Safira akhirnya mau menerima telepon dari Aldebaran.

"Sengaja kan kamu nggak mau angkat telepon dari aku?" todong Aldebaran seketika saat Safira menerimanya.

"Eh eh maen tuduh sembarangan aja. Aku dari kamar mandi tahu!" bohong Safira dengan asal.

"Kenapa lo telepon gue?" tanya Safira dengan bergaya ala anak metropolitan.

"Lo lo gue gue. Nggak pantes banget arek Jombang ngomong gue lo!" cibir Aldebaran yang seketika membuat Safira mendengus sebal.

"Lalu ngapain kamu telepon aku. Jangan bilang mau curhat alay lagi?" balas Safira dengan tawa mengejek.

"Bukan curhat tapi mengungkapkan isi hati. Katamu klo nggak diungkapkan nanti bisa jadi bisul?" jawab Aldebaran dengan tergelak.

"Udah ah becandanya. Aku mau ngomong serius sebentar," potong Aldebaran agar Safira berhenti mengejeknya lagi. Seketika Safira menelan saliva dengan susah payah. Apalagi jika bukan mengenai Adiva.

"Keadaan Ustadz Azzam gimana? Beliau baik-baik aja kan?" tanya Aldebaran dengan serius.

"Alhamdulillah Ustadz Azzam baik-baik saja. Tadi siang beliau udah pulang dari rumah sakit kok," terang Safira dengan dag dig dug karena sebentar lagi Aldebaran pasti akan menanyakan hal yang lain.

"Syukur alhamdulillah, aku kaget banget pas denger kabar tentang kecelakaan yang menimpa Ustadz Azzam. Aku takut terjadi sesuatu sama beliau soalnya pas kita bertemu di acara reuni Ustadz Azzam berbicara..... ," terang Aldebaran yang sukses membuat Safira memekik keras. Teriakan Safira sukses membuat telinga Aldebaran mendengung. Tapi di balik itu Aldebaran bersyukur karena dirinya tidak sampai keceplosan mengatakan apa yang sudah dikatakan Azzam padanya tempo hari yang membuatnya gelisah sepanjang waktu.

"Apa kamu bilang? Kalian bertemu? Bicara apa?" cecar Safira tak percaya dengan pengakuan Aldebaran.

"Iya kita bertemu di acara reuni. Kita cuma ngobrol biasa kok, nggak ada yang penting," jawab Aldebaran sembari mengelus dada. Tentu saja Aldebaran tidak ingin Safira juga ikut berpikiran yang aneh-aneh seperti dirinya.

Tiga Hati Satu Cinta (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang