.
.
.
.
.
Seorang bocah laki-laki berusia delapan tahun terlihat meringkuk kesakitan didalam gudang yang gelap. Air mata terus saja mengalir dari kedua mata sayunya, bibirnya terus bergumam, mengharapkan sosok yang tadi menyeretnya dan mengurungnya di dalam gudang akan datang, dan membiarkannya keluar."Papa takut."
"Papa disini gelap....takut."
"Hiks...mama...Fares takut..."
Cklek
Mata sayu yang sempat terpejam karena ketakutan dan rasa sakit itu kembali terbuka saat mendengar suara pintu terbuka, ditambah seberkas cahaya yang masuk kedalam gudang.
"Keluar, tapi ingat jangan diulangi!" Seorang laki-laki dewasa berjalan mendekati bocah kecil itu.
"P-papa." bocah kecil bernama Fares itu hanya bisa bergumam, saat melihat sang papa berjalan kearahnya.
"Ingat Fares, jangan membuat Raefal sakit, atau kamu yang papa hukum, mengerti?" Fares hanya mengangguk takut-takut.
Bocah kecil itu mencoba menggerakan tubuhnya saat sang papa sudah pergi dari hadapannya. Tubuh kecilnya terasa sangat sakit, karena hukuman yang didapat dari sang ayah tadi siang sepulang sekolah.
Fares kecil yang terlalu lama menunggu jemputan papanya, berlari menerobos hujan. Layaknya anak kecil yang suka bermain hujan, Fares justru bermain dihalaman depan rumahnya saat sampai dirumah setelah berlari. Fares tak mengindahkan seruan cemas dari bi maya, asisten rumah tangga yang mengurus rumah juga menjaganya.
Fares bahagia, hal sederhana seperti bermain hujan sudah cukup membuat Fares bahagia. Tapi sayang kebahagian itu hanya sebentar, karena saat dia melihat sang adik ikut berlari kehalaman rumah dengan hujan yang masih mengguyur, membuat Fares ketakutan. Sang papa akan menghukumnya jika sang adik sakit.
"Raefal ayo masuk dingin." Fares langsung menarik tangan Raefal untuk masuk kedalam rumah, bertepatan dengan mobil sang papa yang terpakir dihalaman rumah.
"FARESTA, APA YANG KAMU LAKUKAN PADA ADIKMU!!" secara kasar Abi, sang papa melepaskan tarikan Fares pada tangan mungil Raefal. Membuat tubuh kecil Fares tersungkur kebelakang.
"P-papa."
Apa yang ditakutkan Fares terjadi, papanya salah paham dan langsung menghukumnya. Menyeret tubuh kecil Fares dan membawanya masuk kedalam gudang, memberikan lima cambukan ikat pinggang di punggung mungil itu, mengabaikan teriakan memohon dari putra kecilnya.
"P-papa....ampun.."
.
.
.
.
.
Sepasang mata tajam itu terpaksa terbuka saat kilasan kejadian semasa kecilnya kembali menghantui mimpinya. Remaja itu mengusap wajahnya kasar, punggungnya terasa sakit karena tidur dilantai semalaman.Bukan tanpa alasan mimpi itu datang, karena semalam papanya kembali melayangkan cambukan pada punggungnya, masalahnya tidak serius, hanya karena dia pulang telat dan membuat adiknya menunda waktu makannya.
"Sampai kapan Fares harus sabar pa?" remaja itu Fares, kehidupannya tidak berubah. Dia tetap menjadi sosok sang penjaga untuk adiknya, lalai sedikit saja maka pukulan dan cambukan yang akan dia terima.
"Ugh..sakit." Fares berjalan tertatih kearah kamar mandi dikamarnya. Dia harus mandi dengan cepat agar tidak terlambat turun dan sarapan bersama papa dan adiknya, jika dia terlambat maka bisa dipastikan dia tidak akan bisa berangkat sekolah.
"Fares kangen mama." Fares langsung mengenakan seragamnya, mengabaikan bahwa luka lecet dipunggungnya belum dia obati.
"Fares sekolah dulu ya ma." remaja yang sudah rapi mengenakan seragam sekolahnya itu, kembali meletakan foto cantik mamanya di atas meja nakas. Selama ini dia hanya bebas berbicara dan bercerita pada foto sang mama. Karena nyatanya suaranya tidak pernah dianggap oleh sang papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wächter
FanfictionFares hanya seorang remaja berusia 17 tahun, yang memiliki mimpi dan keinginan sangat sederhana. Fares hanya ingin sang ayah tersenyum melihatnya karena dirinya sendiri bukan karena dia sudah membuat Raefal tersenyum, Fares hanya ingin sang ayah mer...