.
.
.
.
.
Satu bulan setelah meninggalnya Fares, banyak hal yang berubah. Regis tidak pernah lagi mau menyapa Abi atau pun Raefal, Regis bahkan hanya mau berbicara pada Tirta juga Hadi. Regis juga marah pada bundanya, terutama saat tau bahwa Arum mengatakan hal menyakitkan pada Fares pagi itu.Regis tengah menatap tajam pada Raefal saat remaja itu mengumpulkan semua orang dirumahnya. Ada beberapa tumpukan kardus dimeja ruang keluarga.
"Ngapain lo minta gue kesini?" Raefal menghela nafas saat mendengar kalimat dingin dari Regis. Dia tau Regis sangat marah padanya, tapi ini semua bukan kemauan Raefal. Jika saja Raefal tau, dia pasti melarang Fares melakukan itu.
"Maaf Gis, tapi aku cuma mau ngasih ini kekalian." Raefal memberikan masing-masing yang hadir satu kotak, audah ada nama mereka disana.
"Ini apa Fal?" Raefal menggeleng saat Arum bertanya.
"Aku nemuin itu dikamar bang Fares, karena ada nama kalian jadi aku kasih kekalian." Regis menatap kotak yang lumayan besar di pangkuannya.
"Udah kan? Cuma ini aja?" Raefal mengangguk takut saat Regis menatapnya.
"Gue pergi, makin lama ngeliat muka lo bikin gue pingin belah kepala lo!" Tirta menatap Regis nanar, sedangkan Arum dan Hadi hanya bisa menghela nafas. Mereka bahkan tidak bisa lagi menggapai Regis lagi.
"Makasih Fal, kalau gitu kita pamit ya." Gio yang menyadari suasana panas disana langsung mengalihkan perhatian.
"Makasih udah mau dateng kesini bang." Gio mengangguk, hanya Gio dan Haris yang tersenyum pada Raefal, sedangkan Bayu dan Angkasa hanya diam dan menatap dingin.
"Om, tante, bang Tirta, kita balik dulu."
.
.
.
.
.
Gio menatap bayu yang memangku dua kotak dipangkuannya, satu kotak itu milik Gevan. Fares juga meninggalkan sesuatu untuk Gevan."Bay, Sa, jangan gitu lah, kita kangen liat kalian yang biasanya." Angkasa hanya menunduk, dia tidak bisa bertingkah ramai dan berisik lagi sejak Fares tiada. Begitu pula Bayu, remaja itu juga berubah sejak Fares tiada.
"Ayo pulang Gi, gue pusing." Gio hanya bisa menuruti Bayu, dia harus mengantar Haris dan Angkasa pulang dulu.
"Tidur aja kalau pusing, nanti gue bangunin kalau udah sampe dirumah." Bayu langsung memejamkan matanya, dan membuat Gio kembali menghela nafas.
"Gue gak pingin ada yang berubah lagi."
.
.
.
.
.
Setelah semua pulang, saat ini Raefal sedang ada ditangannya dengan secarik kertas berisi tulisan tangan abangnya. Kertas itu ada didalam kotak berisi buku dan album foto yang diberikan Fares padanya.Raefal, adek abang...
Apa kabar? Pasti udah sehat kan.
Setelah ini kamu bisa sekolah formal dek, kamu bisa ngelakuin apapun yang kamu mau.
Papa pasti bolehin kamu, kamu bisa masuk kesekolah yang sama kayak Regis, biar dia bisa jagain kamu.
Raefal, jangan marah sama papa ya, ini semua abang lakuin biar kamu sembuh, lagi pula kayaknya percuma aja abang ada, cuma kamu yang bisa bikin papa bahagia
Tetep sehat ya, jaga jantungnya, jangan sakit lagi, karena abang udah gak bisa jadi penjaga buat kamu
Kalau sakit, kamu bisa panggil bang Tirta, dia pasti bantuin kamu
Abang sayang sama kamu dek, kamu hadiah terakhir yang mama tinggalkan buat papa juga abangRaefal menangis sesenggukan setelah membaca surat dari Fares. Abangnya itu mungkin terlalu lelah karena selalu menjadi pelampiasan sang papa karena keadaan Raefal, tapi bukan ini yang Raefal inginkan.
"Bang, Efal janji bakal jaga jantung abang baik-baik, Efal bakal jadi lebih sehat lagi, Efal bakal sekolah formal kayak yang abang bilang, makasih bang, Efal sayang banget sama abang."
.
.
.
.
.
S
KAMU SEDANG MEMBACA
Wächter
Fiksi PenggemarFares hanya seorang remaja berusia 17 tahun, yang memiliki mimpi dan keinginan sangat sederhana. Fares hanya ingin sang ayah tersenyum melihatnya karena dirinya sendiri bukan karena dia sudah membuat Raefal tersenyum, Fares hanya ingin sang ayah mer...