.
.
.
.
.
Fares mematung didepan kamar rawat Raefal. Saat dia sadar tadi, Fares tidak menemukan siapa pun disekitarnya. Hingga akhirnya dia bertanya pada perawat yang memeriksanya, perawat itu mengatakan bahwa papanya ada diruang rawat Raefal.Fares memilih berjalan kembali kekamarnya dibanding masuk kedalam kamar rawat Raefal. Melihat adik manisnya kembali terbaring sakit membuat hatinya sakit, tapi melihat bagaimana khawatirnya Abi, Fares sangat yakin papanya akan melakukan yang terbaik agar Raefal sembuh.
"Cepet sembuh ya Fal, karena cuma kamu yang bisa bikin papa bahagia." Fares meraba dadanya yang masih terasa sesak. Sepertinya pukulan Abi tadi memberikan efek yang sedikit lebih besar pada paru-parunya.
"Kangen mama." Fares menunduk, dia selalu merindukan sosok cantik mamanya.
"Fares takut."
Cklek
Fares menoleh saat pintu kamar rawatnya terbuka. Dia menemukan dokter Aron, dokter yang memeriksanya tadi.
"Kamu masih merasa sesak?" Fares menatap dokter yang mendekatinya itu.
"Sedikit, ada apa dokter?" dokter itu memutuskan duduk di kursi, berhadapan dengan Fares.
"Paru-paru mu bermasalah, sudah berapa lama kamu sering merasa sesak?" Fares terdiam, dia jua sudah sangat tahu bahwa paru-parunya bermasalah.
"Sudah lama, sejak smp." dokter Aron menghela nafasnya.
"Kamu gak pernah meminum obat mu kan?" Fares menunduk dan menggeleng.
"Mulai sekarang minum terus obat mu, agar kamu gak merasa sesak." Fares hanya bisa mengangguk.
"Saya pergi dulu, kamu bisa istirahat, nanti sore kamu sudah boleh pulang." dokter Aron tersenyum pada Fares.
"Terima kasih dokter." Fares menatap lekat pada dokter Aron yang melangkah keluar dari kamar rawatnya.
"Maaf dokter, bukan Fares gak mau minum obat, tapi papa ngelarang Fares buat minum obat itu."
.
.
.
.
.
Sore itu Fares memberanikan diri menemui Abi dikamar rawat Raefal. Fares sudah berganti pakaian, bersyukur setidaknya Abi masih memberinya pakaian tadi."P-papa." Abi menoleh saat mendengar suara Fares.
"Kenapa kamu disini, sana pulang, jangan nyusain." Fares menunduk, niatnya dia ingin berbicara sebentar dengan Abi, tapi ternyata terlalu sulit.
"Aku mau pamit pa, ini mau pulang." Fares menunduk saat Abi sama sekali tidak menatap kearahnya.
"Ya udah sana pulang!" Fares menghela nafas dan segera keluar dari kamar Raefal. Sepertinya Fares akan pulang dengan berjalan kaki, dia tidak bisa menghubungi Tirta ataupun Regis karena memang Fares tidak membawa ponselnya, dia juga tidak membawa dompetnya otomatis Fares tidak punya uang untuk naik angkutan umum.
"Kalau jalan pulang, jauh banget, apa aku naik taxi aja, nanti bayar dirumah?" Fares menggeleng, dia sedang tidak ingin langsung pulang, dia ingin ketempat sang mama.
"Gak papa, jalan sebentar ketempat mama, gak jauh kok." Fares memutuskan berjalan kearah berlawanan dengan arah rumahnya, dia akan pergi kemakam sang mama. Ntah kenapa akhir-akhir ini Fares selalu rindu pada sang mama, membuat Fares ingin bertemu.
"Papa marah gak ya kalau dari tempat mama, aku mampir ketempat nenek?"
.
.
.
.
.
Fares menghabiskan hampir satu jam duduk diam disamping pusara sang mama. Fares tidak mengatakan apapun keculali kata rindu. Remaja yang akan menginjak usia delapan belas tahun itu hanya bisa tersenyum sendu, dia tidak akan mengadu pada sang mama lagi setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wächter
Fiksi PenggemarFares hanya seorang remaja berusia 17 tahun, yang memiliki mimpi dan keinginan sangat sederhana. Fares hanya ingin sang ayah tersenyum melihatnya karena dirinya sendiri bukan karena dia sudah membuat Raefal tersenyum, Fares hanya ingin sang ayah mer...