[10. Berjuang tanpa restu]

499 68 1
                                    

Sudah hampir satu minggu Nana mencoba menghubungi Naura, tapi tak pernah dihiraukan oleh adiknya itu, Nana juga sering mendatangi Sheisha, namun sayang sekali Naura selalu menghindar, ia akan selalu berpura-pura sibuk dengan pekerjaanya, berakhir menyuruhnya untuk pergi.

"Udah lah jangan terlalu di pikirin. Awal-awal keluarga lo emang nggak bisa nerima lo yang kayak gini, tapi bisa jadi kedepannya mungkin makin nggak bisa nerima."

plak!

"Bangsat!" Dimas mengelus kepalanya yang baru saja di geplak Reza

"Mending lo diem, nggak guna ngomong juga." kata Reza.

Nana meneguk Sojunya sekali, setelah itu ia hanya memandangnya dengan tatapan kosong.

Sebenarnya sekarang Nana tidak takut jika hubunganya bersama Jeno diketahui oleh keluarganya, malah Nana ingin memberitahu Ibu, ia ingin Ibu tahu bahwa ada orang yang amat mencintainya, bahwa ada orang yang memperlakukan Nana sebaik Ibu memperlakukannya, bahwa ada orang yang begitu amat menjaganya seakan tak membiarkan ia rapuh, Nana ingin memberitahu Ibu bahwa Jeno adalah kekasihnya meski tahu Ibu akan kecewa, tapi Nana yakin Ibu bisa mengerti ia yang seperti ini.

"Sekarang rencana lo apa Na?" tanya Reza.

Saat ini mereka bertiga sedang berada di klub malam, awalnya Reza dan Dimas tidak mau, namun karena Nana memaksa, jadilah mereka di sini. Jeno sendiri ia berada di Apartemen meski sudah Nana ajak, dia tidak mau dengan alasan pergi ke sana akan membuat kepalanya pusing. Jeno tidak suka pergi ke klub malam.

"Nikah sama Jeno."

"Hah?" keduanya kelihatan shock.

Bukan Dimas, tapi kali ini tangan Reza menggeplak kepala Nana. "Lo ngomong yang bener."

"Gue mau nikah sama Jeno."

Nampaknya otak Nana makin geser setelah frustasi menghadapi adiknya yang tak kunjung mau bicara padanya.

"Nih anak, makin ngadi-ngadi."

Lalu dengan sekonyong-konyong Dimas memegang kepala Nana. "Lo siapa? Datang dari mana lo? Keluar dari tubuh temen gue atau gue guyur lo pake darah ayam cemani."

Nana menepis tangan Dimas, sedangkan Reza tergelak.

"Aw, sakit Marvin! Lepasin nggak!"

Di riuhnya suara dentingan musik, Nana, Reza dan Dimas masih bisa mendengar suara perempuan yang bersumber dari belakang mereka, kemudian menoleh serempak hanya untuk menemukan Marvin yang menyeret Vana kehadapan Nana.

"Sekarang jelasin apa yang udah lo perbuat!" bentak Marvin pada Vana.

"Apa sih? Emang aku ngapain?"

"Bilang aja kalau lo ngomong ke Naura soal hubungan Nana sama Jeno kan?!"

"Aku nggak ngerti masud kamu itu apa?" Vana masih berpura-pura tak tahu segalanya.

Setelah beberapa hari menghindari Marvin, akhirnya Vana tergap juga oleh Marvin ketika ia sedang berkumpul dengan teman-temannya malam ini, langsung saja Marvin menyeret Vana sampai di tempat ini.

"Lo nggak usah ngelak lagi! Sekarang juga ngaku!" Marvin mencekal kuat pergelangan tangan Vana.

"Aw, apa sih Marvin kenapa kamu jadi kasar gini sih?" Vana lagi-lagi mengelus lengannya yang baru saja Marvin cekal.

Nana menatap keduanya jengah, kemudian ia berdiri diantara Marvin dan Vana menghadap pada gadis itu. Nana tidak mengatakan apa-apa hanya menatap Vana dengan tatapan tajam dan itu sudah membuat Vana terlihat ketakutan.

Backstreet| ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang