23. Five Father

357 54 18
                                    

Alleia merasakan sakit di sekujur tubuh. Rasa sakitnya bukan main-main, bahkan untuk dirinya yang seorang pembunuh dan sering terluka. Rasa sakit ini tidak bisa di bandingkan dengan luka dari pertempuran. Rasa sakitnya lebih besar dari itu. Untuk pertama  kalinya dia sadar bahwa seorang ibu yang melahirkan patut dihormati atas rasa sakit membawa anaknya untuk lahir ke dunia ini.

Dia tidak bisa memikirkan apa pun. Dengan keringat dingin yang membasahi seluruh tubuh, rasa sakit hingga pendarahan yang parah. Alleia tidak bisa berpikir jernih dan hanya mengikuti instruksi bidan yang sudah bersiap sejak awal kehamilannya. Di sampingnya ada Hera yang membantu proses persalinan. Sedang para prianya menunggu di luar atas permintaan bidan.

"Ayo, Yang Mulia. Tarik napas, hembuskan, tarik napas, hembuskan."

"Ngghh!" 

"Benar, ikuti saya. Tarik napas, hembuskan."

Napasnya terengah-engah. Kelelahan. Rasanya tulangnya akan patah untuk mengeluarkan makhluk di dalam perutnya. "Aghh!"

"Bagus, Yang Mulia. Kepalanya sudah terlihat. Lanjutkan, Yang Mulia."

"Si*lan, Hera. Ini sangat menyakitkan."

"Semangat, Yang Mulia."

Alleia yang terengah-engah menatap jengah pada wanita di sampingnya yang hanya mengangkat kedua tangan dengan wajah datar menyemangatinya. "Tidakkah kamu tahu aku baru saja melihat selirku bercinta  dengan wanita lain di depan mataku! Bgaiman kamu bisa menyemangati orang yang sedang patah hati?! Agghh!"

Hera mengangkat bahu malas. "Pikirkan saja diri sendiri dahulu. Anda sedang melahirkan, tidak ada waktu untuk patah hati," ujarnya dengan datar membuat Alleia tidak bisa menahan umpatan di tengah rasa sakitnya. "Kamu pelayan si*lan. Agghh!"

Hera hanya tersenyum tipis. "Tentu saja. Karena majikan saya lebih si*lan." Alleia ingin sekali melempar barang ke wajah menyebalkan itu jika saja dia masih bertenaga. Pelayannya ini memang ahli membuat suasan hatinya buruk bahkan di saat kemungkinan nyawanya bisa melayang sekarang. "Yang Mulia! Fokus!" Keduanya yang saling merenggut kesal langsung diinterupsi oleh bidan yang tidak habis pikir. Bagaimana mungkin mereka masih berbincang di saat seperti ini?

Alleia yang mendengarnya kembali terfokus dengan rasa sakit itu lagi. Padahal tadi rasa sakitnya sudah lumayan reda saat perhatiannya teralihkan oleh Hera. "Ngghh!" Alleia kembali mengejan dengan intruksi bidan. Dia bisa merasakan sesuatu mulai keluar dari tubuhnya sedikit demi sedikit hingga dalam tekanan terakhir dia merasakan lega luar biasa ketika bayi dengan kulit kemerahan sudah keluar dan digendong oleh bidan di hadapannya.

Bayi itu tidak bersuara. Karena itu Alleia yang melihatnya dari kejauhan terliaht gelisah saat anaknya dibersihkan. "Yang Mulia, selamat. Anda melahirkan seorang putri yang sehat." Alleia mendangar penuturan wanita tua di hadapannya yang memberikan tubuh mungil sang putri ke dalam pangkuannya lembut.

Mata Alleia berbinar takjub. Bayi yang begitu mungil, kecil, rapuh itu bernpas pelan. Untuk pertama dia lega mendapati bayinya bernapas menandakan kehidupan. Lalu dengan lembut di menyentuh pipi dengan kulit kemerahan dengan lembut. Tanpa sadar dia tersenyum dengan eksperesi terpesona. Begitu menakjubkan.

Perlahan, di pangkuannya Alleia melihat mata putrinya terbuka perlahan. Iris ungunya bersinar di bawah cahaya lampu dengan mempesona, tubuhnya menggeliat pelan dengan erangan pelan dari bibir mungil merahnya yang manis. Rambutnya berwarna pirang tipis, dengan kulit yang lebih putih dari kebanyakan orang walau terlihat memerah karena bayinya baru terlahir. Begitu rapuh dan indah.

"Oaakk! Oaakk!" 

Akhirnya tangisan itu mulai pecah. Alleia tidak bisa menahan senyuman dengan mata berkaca-kaca. Dia langsung memeluk tubuh mungilnya hangat. "Halo, sayang. Selamat datang di dunia." Alleia mengecup pipi putrinya dengan haru. Demi apa pun, saat dia merasakan tubuh rapuh itu dalam dekapannya, dia bersumpah akan menjaga makhluk kecil dalam dekapannya dengan sepenuh hati. 

Psychopath QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang