30. Emosi Arumi

23 4 0
                                    

Suasana rumah mulai sepi karena satu jam yang lalu Haidar ayah Azzam harus pulang ke Sidoarjo. Haidar tentu tidak bisa berlama-lama meninggalkan toko kainnya sedangkan para pelanggan sudah berulang kali menghubunginya. Hisyam juga sudah kembali aktif mengajar sebagai guru IPA di SMA A. Dahlan. Selain itu Hisyam merasa sungkan jika harus tinggal di rumah Azzam terlalu lama. Tapi Hisyam masih akan bertahan hingga ibunya pulang sesuai permintaan perempuan yang telah melahirkannya tersebut.

Di ruang tengah kini Azzam sedang serius di hadapan laptop. Mempelajari ulang semua pekerjaan dan program fakultasnya. Azzam bersyukur karena saat kecelakaan kereta api kemarin laptopnya tidak rusak. Jadi dirinya bisa mempelajari ulang semua pekerjaan yang telah hilang dalam ingatannya. Azzam membuka beberapa file terbaru yang ia lihat dari tanggal dan tahun pembuatannya. Data-data penting itu tersimpan rapi dan sistematis di sana.

"Zam kamu harus banyak beristirahat dulu," ucap Arumi sembari membawa teh panas dan pisang goreng dengan nampan lalu meletakkan di meja sebelah laptop Azzam berada.

"Injih Bu. Saya cuma ingin tahu semua pekerjaan yang sedang saya kerjakan. Rencananya lusa saya mulai ngampus. Lagian Adiva juga harus kuliah kan Bu. Sebentar lagi semesteran dia," terang Azzam tanpa mengalihkan atensinya dari layar di hadapannya.

"Iya juga sih. Tapi jangan terlalu dipaksakan dulu. Kamu baru sembuh. Oya suatu hari nanti Ibu ingin kamu atau adik kamu juga membantu di toko kain milik kita. Ayah sudah tua. Lalu siapa lagi yang akan meneruskan usaha Ayah jika bukan kalian berdua," ucap Arumi sembari duduk di sebelah Azzam.

Azzam menegakkan tubuhnya lalu menghela napas panjang sembari menatap Arumi dengan tersenyum.

"Injih Bu. Saya mengerti," jawab Azzam singkat.

"Oya di mana istri saya Bu?" sambung Azzam sampai melupakan Adiva karena terlalu serius dengan laptopnya.

"Dia lagi menjemur pakaian di belakang," balas Arumi lagi.

Azzam mengambil satu potong pisang goreng lalu mengunyahnya sembari memikirkan sesuatu. Tak lama terdengar suara pintu mobil ditutup lalu tak lama disusul suara bel rumah berbunyi. Azzam lantas meletakkan kembali pisang goreng tersebut di pinggir piring. Ia mengambil tisu untuk membersihkan tangannya, berniat melihat siapakah tamu yang datang. Namun Arumi mencegahnya. Gegas Arumi beranjak menuju pintu luar.

"Assalamu'alaikum," sapa salah dari tamu yang datang.

"Wa'alaikumsalam Warohmatullohi Wabarokatuh," jawab Arumi seraya membuka pintu lebar-lebar. "Mari silakan masuk!" Arumi mempersilakan para tamu yang terdiri dari rekan sesama dosen Azzam. Tak sulit bagi Arumi mengetahuinya siapa tamu yang datang. Sebagian dari mereka memakai pakaian resmi batik sedangkan tamu dari pengurus atau ustadz pondok biasa mengenakan sarung, baju koko, dan peci khas seorang santri.

Para dosen yang terdiri dari 7 laki-laki itu masuk terlebih dahulu lalu di susul 5 dosen perempuan yang baru saja turun dari mobil. Arumi menyalami satu persatu dosen perempuan tersebut dengan ramah hingga terakhir menerima sapaan dari Aqila yang seketika membuat tubuh Arumi membeku di tempat.

"Bu," lirih Aqila sembari mencium punggung tangan Arumi dengan jantung berdebar kencang. Sejujurnya tadi Aqila sudah berusaha menolak ajakan para dosen untuk menjenguk Azzam. Tapi karena desakan semua orang Aqila akhirnya terpaksa ikut. Dan inilah yang Aqila takutkan. Bertemu dengan keluarga Azzam yang sudah pasti sangat membencinya. Setelah sekian tahun lamanya Aqila menghilang dari keluarga Azzam kini sudah saatnya Aqila menerima akibat dari perbuatannya dulu yang telah mempermalukan keluarga besar Azzam.

Begitu tersadar Arumi segera berdeham sambil menarik dengan cepat tangannya dari genggaman tangan perempuan yang dulu pernah menghancurkan hati putranya. Sungguh Arumi sangat membenci perempuan pengkhianat yang saat ini berdiri di hadapannya. Perempuan yang tega meninggalkan putranya saat acara ijab kabul akan segera dimulai. Lalu tanpa berkata lagi Arumi masuk dengan berbagai pertanyaan bersarang di benaknya.

Tiga Hati Satu Cinta (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang