10. PEMAHAMAN

3.5K 499 111
                                    

Sekali lagi Mamah bantu mengusap air mata gue yang seolah nggak bisa berhenti menetes, selagi sebelah tangan kami masing-masing saling menggenggam selama Mamah menjelaskan tentang apa yang udah terjadi pada Nenek.

Bahwa Nenek ternyata telah meninggal sejak tujuh bulan yang lalu disebabkan covid yang membuat kondisinya menjadi kritis.  Lebih buruknya, Nenek meninggal dan dimakamkan tanpa mampu dihadiri oleh gue ataupun Mamah karena kami berdua saat itu tengah menjalani isolasi akibat terjangkiti covid juga.

Kemudian gue meringis akibat nyeri yang lagi-lagi menyerang kepala setiap kali ada kilasan ingatan yang muncul.

Makam Nenek.

Wajah Nenek yang pucat.

Baju-baju di lemarinya yang udah nggak terpakai.

TV di rumah yang jadi jarang dinyalakan karena penonton setianya udah berpulang.

Puding pandan.

Hari perayaan ulang tahun gue.

Ciuman Nenek untuk gue.

Usapan dan pelukan Nenek.

Masakan Nenek.

Senyum Nenek.

Menu makanan warteg yang selalu Nenek belikan untuk gue.

"Fery, ini, nenek beliin balado jengkol kesukaan kamu. Ayo, cepet makan." Nenek langsung mengambilkan piring dan membuka penanak nasi.

Gue yang baru selesai mencuci piring seketika mendelik. "Tadi 'kan Fery udah makan, Nek."

Nenek nggak mempedulikan itu dan tetap mengambilkan nasi secentong ke piring. "Nggak apa-apa. Makan lagi yang banyak. Supaya kamu jadi agak gendutan. Kayak nenek." Nenek nyengir seraya menyerahkan piring berisi makanan favorit gue.

Selanjutnya, gue menangis terisak-isak. Membuat Mamah refleks memeluk dengan hati-hati seraya mengelus-elus sisi kepala gue.

"Nggak apa-apa, Fery. Kamu masih punya mamah, Sayang. Mamah di sini. Nggak akan ke mana-mana. Ssssh. Udah, jangan nangis lagi. Mamah jadi sedih liatnya."

Gue mengembuskan napas panjang demi melegakan perasaan sesak yang menumpuk di dada. Nggak disangka-sangka, merasakan kehilangan bisa memberikan efek semenyakitkan ini. Bahkan berkali lipat lebih sakit dari semua luka yang tengah gue terima.

Nek, tenang di sana, ya. Fery bakalan jaga diri baik-baik di sini. Fery sayang Nenek.

___

Kata Mamah, kaki gue keseleo akibat terlempar dan jatuh ke jalanan. Tulang tangan kanan gue retak. Sedangkan bagian kepala belakang gue mendapat luka cukup serius disebabkan benturan yang gue alami--yang bikin semua bagian yang disebut tadi diperban. Itulah kenapa gue sampe sekarang masih agak linglung dengan ingatan yang samar-samar disertai sakit kepala yang hilang timbul terus-menerus. Kata Dokter sih, wajar gue rasakan sehubungan itu merupakan efek pasca-kecelakaan dan akibat cedera pada kepala.

Muka gue pun ada memar. Pantes setiap kesenggol atau dipegang berasa perih. Bibir gue pucat. Mata gue lesu. Muka gue masih jelek.

Gue menekan tombol tengah. Kembali ke beranda HP setelah puas berkaca pakai kamera depan, sesudah itu mengklik aplikasi WhatsApp untuk mengecek kontak Saga Bangsat 😾 . Hmmm, kok ekspresi kucingnya jadi marah dan nggak nyengir lagi, ya. Kapan gue gantinya?

Di WhatsApp, gue memeriksa keterangan terakhir aktif Saga yang rupanya nggak terlihat. Entah kapan dia bakalan online. Atau dia ganti nomor dan gue nggak tau? Kan katanya dia di UK.

Coba gue cari-cari aplikasi lain. Nggak ada. Gue instal aplikasi chat emang WhatsApp doangan.

Hmmmm. Puluhan chat terakhir yang gue kirimkan ke dia semuanya cuma dapat centang biru tanpa balasan. Balasan chat terakhir yang Saga kirimkan ke gue ada di bulan ... Mei. Ini sewaktu gue kepengin main ke rumah dia, 'kan?

Si Bangsat Kesayangannya Bego (SBKB#2) [BL Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang