🥀-3.Duren Tiga -🥀

1.5K 196 6
                                    

Jika biasanya, dua insan manusia yang sedang menjalin hubungan pertemanan akan nampak biasa saja. Berbeda dengan Drajat, pria itu langsung tancap gas, seakan tidak ada hari esok. Pertemuan pertama mereka mungkin cukup berkesan bagi Drajat. Bagaimana tidak, tidak hanya satu jam, mereka duduk bersama saling bicara hingga rentang waktu tiga jam. Bagi Andara sendiri itu sangat-sangat lama. Dan belum sampai mereka berpisah, si lelaki tak ingin pulang dengan tangan hampa. Tak membiarkan Andara berpikir lebih dulu tentang pertemuan ini, Drajat sudah langsung menanyakan lagi kesediaan Andara untuk second meet up.

"Minggu depan kamu punya acara? Kalau tidak, saya ingin ajak kamu ke suatu tempat."

Itu kata si lelaki berambut pendek tanpa ekspresi. Ketika itu Andara diam, bukan karena apa-apa. Dia mengunci mulutnya rapat sebab syok, karena mendapati sosok Drajat yang ternyata begitu tinggi-saat mereka berdiri bersisian.

"Sepertinya tidak ada. Kalau begitu sampai ketemu Minggu depan Andara. Saya senang bisa mengenal kamu." Tambahnya sebelum benar-benar menuruni anak tangga.

"Neng geulis ngga usah ngelamun. Nanti kesurupan. Ngga elit cantik-cantik kemasukan Kunti siang-siang." Peringatan disertai tepukan di bahu dari seorang karyawan, seketika menyadarkan Andara. Beruntung karyawan tersebut berusia jauh di atasnya, jika tidak mungkin sudah Andara poles kepalanya. Jadi, sudah sejauh mana tadi dia membayangkan hubungannya dan Drajat? Ah tidak, dia hanya berpikir nanti Drajat akan mengajaknya ke tempat seperti apa.

"Ngga melamun Teh. Cuma lagi mikir aja, aku harus ngapain setelah ini. Lagi membuat rencana masa depan."

"Ooh gitu. Pantes senyum-senyum ngga jelas."

What?

"Teh? Masa sih aku-"

Belum sempat Andara bertanya, karyawan yang dipanggil Teteh itu sudah berlalu pergi. Ia mendatangi pelanggan yang mengangkat tangan ingin memesan sesuatu. Ya saat ini Andara Jalisman si wanita mau 28 tahun tengah berada di warung bakso keluarganya, yang besar, bersih dan nyaman.

"Mba Dara? Itu Mas-mas ganteng yang kemarin dateng. Udah di depan." Satu pergi, satu datang. Kali ini seorang karyawan menghampiri Andara yang duduk di meja paling belakang-dekat tangga. Ia melanjutkan informasi dari sang Ibu. Lihat saja, Ibu yang berada di bagian kasir tengah melotot ke arahnya. Buruan ngga?! Mungkin itu yang dia sampaikan.

Tanpa perlu banyak bicara, Andara segera berdiri sambil merapikan pakaiannya. Ia juga sedikit merapikan rambutnya yang kali ini digerai.

"Pasang senyum cantik! Jangan judes jadi perempuan!" Tuh kan, belum apa-apa Ibu sudah mengancamnya seperti itu. Bagaimana bisa ikhlas Lillahi ta'ala menjalani perjodohannya coba? Kesal karena lagi-lagi dipermasalahkan bagaimana tindak tanduknya, Andara melewati bagian kasir dengan menghentakkan kakinya keras, sebagai tanda tak terima.

Terhitung sepekan mereka baru bertemu kembali. Rasanya aneh. Selama kurun waktu tujuh hari kemarin, Drajat sama sekali tak mengirimkan pesan ataupun mencoba menelfon. Hingga sempat wanita cantik ini kita, pria itu bosan dan tak melanjutkan perkenalan ini.

Baru saja Andara duduk di samping Drajat, pria itu langsung menyambutnya dengan pertanyaan. "Kenapa? Kaki kamu kesemutan? Sampai harus dihentak-hentak seperti tadi."

Ooh apa dia melihat tadi saat Andara bersikap kekanak-kanakan? Bagus lah, artinya Andara tak harus berusaha mencari cara agar Drajat melihat sisi negatifnya.

Sekitar tiga puluh menit berkendara, Drajat akhirnya memelankan laju mobilnya untuk parkir.

"Kita makan disini?" Tanya Andara reflek ketika Drajat benar-benar mematikan mesin mobil dan melepas seat belt. Ia sedikit tak percaya duda ini mengajaknya ke cafe kaum elit kawasan Jakarta Selatan. Dia tahu hal tersebut dari Instagram. Beberapa teman yang kaya sejak lahir sering membagikan aktivitas buang-buang duit mereka, dan tempat ini adalah salah satunya.

Tractable [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang