🥀-15. Sisi lain Anindya Drajat -🥀

1.4K 145 12
                                    

"Mba Dara, menikahnya sama Mas Drajat yang anaknya Pak Gusti ya?"

Andara baru saja duduk di kursinya, saat salah seorang teman kerja menghampirinya dan bertanya. Tidak hanya sendiri, Siska juga membawa dua wanita lain bersamanya. Kalau tidak salah namanya Tika dan Sisi. Tiga orang ini yang tugasnya membungkus pesanan online.

Belum sempat menjawab, pertanyaan lain diajukan oleh Siska. "Yang rumahnya di daerah Pondok Pinang kan? Rumah saya di sekitar situ Mba."

"Rumah kamu?"

Mengetahui ada Siska yang tahu akan keluarga barunya, entah kenapa membuat Andara tidak suka. Terlebih ketiga orang ini adalah wanita bermulut ceriwis. Setiap ada berita pasti akan mereka bahas hingga tuntas.

"Rumah orang tua saya. Mba Andara tinggalnya disitu apa dimana? Kok kemarin aku lihat anak-anak masih disitu."

Nah, ini dia. Sesuatu yang seharusnya bukan menjadi urusan Siska. Masalah anak-anak tinggal dimana bukankah menjadi urusannya dan Drajat? Kenapa pula Siska yang notabennya hanyalah tetangga justru penasaran?

"Aku ngga tinggal disana. Cuma sesekali berkunjung ke rumah mertua." Balasnya singkat, tidak ingin membagi banyak informasi pada orang asing.

"Terus anak-anak gimana?"

Andara tersenyum lebih dulu meski dalam hatinya sedang amat memendam kemarahan. Ia baru saja datang dan waktu kerjanya tersita hanya karena kekepoan tidak jelas seperti ini. "Anak-anak baik. Mereka masih disana sementara ini."

"Oohh. Kalau istri-"

"Maaf sebelumnya, lanjut nanti lagi aja ya. Ini aku harus menyelesaikan pekerjaan yang kemarin sempat tertunda karena cuti. Kalau ngga segera dikerjain, tahu kan gimana bos kita?" Sebenarnya Indah-sang bos sangatlah asik, tapi dimata mereka-mereka ini Bos wanitanya terkenal galak.

"Ah iya. Maaf Mba." Siska dan pengikutnya mundur perlahan.

Sebagai bentuk kesopanan Andara mengangguk, tersenyum tipis lalu memutar kursi yang didudukinya agar menghadap laptop. Tak menghiraukan lagi apa yang ketiga wanita itu bicarakan dan lakukan di belakang punggungnya. Ia langsung menyibukkan diri karena banyak proyek telah menanti. 

Hari pertama masuk setelah cuti menikah ternyata tidak membuatnya nyaman. Dia merasa menjadi pusat perhatian. Setiap orang selalu memandanginya, mendadak menyapa pada tidak terlalu kenal, ada pula yang meminta maaf karena tidak bisa hadir, juga mempertanyakan kenapa ada yang tidak diundang. Maka sebanyak itu pula Andara menjawab satu per satu. Bukan hanya itu saja, rekan yang lumayan dekat dengannya justru menggoda habis-habisan ketika jam makan siang. Mereka meneliti tiap ekspresi Andara ketika ditanya perihal malam-malam panas bersama sang duda.

Sepertinya ada satu hal lagi yang Andara tidak sukai, yaitu saat orang-orang terus menyebut Drajat sebagai duda. Memang ada masalah apa dengan statusnya itu? Pun sudah berlalu. Saat ini Drajat sudah kembali memiliki pasangan. Jadi tidak sah dan pantas dipanggil seperti itu. Kadang dia juga kesal pada dirinya sendiri, kenapa hanya karena itu dia bisa marah? Aneh.

Jika Andara diperlakukan seperti itu membuatnya uring-uringan. Berbeda kisah dengan pasangannya-Anindya Drajat. Lelaki itu justru menanggapi tiap godaan yang teman-temannya lontarkan. Tak ingin menyembunyikan apapun, senyum dan tawa selalu menghiasi wajahnya.

Tractable [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang