"Kalau mau menggigit lagi, saya request bagian ini saja."
Jika pada saat itu Drajat masih bisa mengontrol emosinya, melontarkan candaan usai lengannya digigit oleh Andara. Lain hal dengan sekarang. Sejak terakhir Andara memanggil nama suaminya, lelaki itu belum menegurnya kembali. Ia seperti memberi jarak. Apa benar itu suatu kemarahan?
Saat sesi foto berlima, bersama Kesha, Tristan dan Radi, Drajat sama sekali tidak membantunya untuk akrab dan dekat dengan mereka. Jelas hal tersebut dapat orang tuanya tangkap. Mereka sempat bertanya secara langsung, tapi dengan tenang Andara menjawab jika anak-anak sedang cemburu. Ayah mereka, tumpuan mereka memiliki pendamping lain, yang artinya kasih sayang Ayah mereka akan terbagi lagi. Diberitahu pun mereka tak akan bisa memahami jika kasih sayang terhadap pasangan dan anak itu berbeda. Masing-masing memiliki ruangnya.
Kembali ke kasus Anin, sedikit tak masuk akal jika hanya perkara itu si lelaki yang berusia hampir 33 tahun ini langsung menjauhinya. Sesensitif itukah anak Pak Gusti ini?
"Mas?!" Tegur Andara lebih dulu ketika mereka sudah menempati kamar pengantin masih di hotel tersebut.
"Hmm?"
"Kamu marah? Aku merasa sikap kamu jadi lain." Tanya Andara tanpa rasa canggung sedikitpun. Ia memperhatikan dengan seksama bagaimana suaminya ini sengaja mencari tempat yang jauh dari posisi Andara.
"Sejak kapan sikap saya menjadi lain?"
Duh kaya cewe banget jawabannya.
"Setelah aku panggil Mas A-, Ingat kan?" Sengaja Andara menghentikan bagian krusialnya. Cukup saat itu saja. Karena efek dari itu ternyata berkepanjangan.
Drajat mengangguk, dia terus membelakangi Andara. Entah apa yang sedang dia lakukan di depan LCD TV. Mau memutar video tutorial malam pertama? Mau menonton TV untuk mengurangi kecanggungan? Atau apa?
"Kamu bener-bener marah? Atau cuma mau ngerjain aku?"
Aduh.
Mata Andara reflek terpejam. Ia menggigit bibir bawahnya kuat, merasa salah memilih kalimat. Kata orang-orang, pria yang jarang marah, sekalinya marah akan sangat menakutkan. Untuk itu, mulai bersiaga, ia ambil langkah mundur perlahan. Berjaga-jaga siapa tahu Drajat langsung datang menerjang dan menerkamnya.
Belum selesai dengan pikiran negatif yang hingga di kepalanya. Andara dibuat tersentak, sebab Drajat mendadak memutar badan, berjalan cepat ke arahnya dengan tatapan yang berbeda. Tatapan mata yang baru pernah Andara temui selama mengenal Drajat. Apa mungkin ini adalah malam terakhirnya menjadi anak gadis? Pikir Andara saat itu. Andara langsung terduduk di tepi ranjang begitu Drajat berdiri di hadapannya.
"Saya pikir, ketika melihat sendiri apa yang suaminya tidak suka. Seorang istri akan berusaha menjauhi dan tak akan mencoba melakukan hal seperti itu. Tapi saya salah, Andara ya Andara. Dia punya pemikiran berbeda dan sulit ditebak." Kali ini Drajat mensejajari istrinya, dengan duduk tepat di samping Andara. Acuh, Drajat melepas sepatu formal yang digunakan, kemudian mulai melucuti satu persatu kancing kemejanya. Sukses membuat Andara ketar-ketir.
"Kamu ingin melihat saya kecewa? Good job! Kamu berhasil." Tambahnya lagi dan itu sangat mengejutkan. Nada suaranya tiba-tiba sekali meninggi.
Sensi banget jadi laki.
"Langsung tidur saja. Tidak perlu menunggu saya. Atau kamu sedang menginginkannya?"
Kening Andara berkerut, ia melirik penuh selidik. Benaknya bertanya-tanya, menginginkan itu-itu? No!! Satu hal yang sangat dia inginkan setelah resepsi usai adalah tidur. Catat, tidak ada yang lain!

KAMU SEDANG MEMBACA
Tractable [End]
RomansaAndara tidak memiliki pengalaman menjadi Ibu, tidak juga dekat dengan anak kecil manapun sebelumnya. Setelah berkelana dalam kurun waktu yang panjang, ia akhirnya menikah, memiliki anak, meski belum pernah mengandung dan melahirkan. Apa kalian tahu...