10. Selesai

178 64 35
                                    

Ketiga remaja itu memutuskan untuk pulang kerumahnya masing-masing, mereka sungguh-sungguh berduka atas kepergian semua temannya. Lihatlah, hanya tersisa tiga anak dari enak anak remaja yang berparas tampan.

Dan disinilah Jaemin, membaringkan tubuhnya dikamar. Matanya menerawang keatap kamarnya, memori bersama Jeno dan teman lainnya berputar di hadapan Jaemin, seolah-olah ada sebuah hologram yang menayangkan kejadian bahagianya bersama teman-temannya.

Jaemin menutup matanya, rintikan air mata muncul dan turun di pelipisnya.

"Jeno, maaf." Jaemin tertidur, ditemani oleh bayang-bayang suara Jeno dan teman-teman lainnya.

🎮

"Halo, bibi. Kenapa bibi Na menelfon ku?"

"Halo, Jisung. Boleh bibi Na meminta bantuan mu? Jaemin sedari malam mengurung dirinya di kamar, makan malam ia lewatkan dan memilih pergi berkumpul dengan kalian, dan sekarang dia tak mau turun hanya sekedar sarapan. Bibi takut dia sakit, Jisung. Jaemin tak pernah seperti ini."

Jisung menghela napasnya dan menjawab lirih, "baik bibi Na. Aku akan menghubungi Jaemin, tak perlu khawatir."

"Terimakasih, Park Jisung."

"Sama-sama bibi Na." Panggilan pun terputus, susah dipastikan bahwa laki-laki itu akan membolos.

Pantas saja, Jisung menunggu kedatangan temannya dari pagi tadi hingga hampir pukul delapan pagi tak menampakkan dirinya di pintu kelas.

"Jaemin mengurung diri?" Jisung mengangguk menanggapi pertanyaan Haechan. "Pasti karena dirinya merasa bersalah atas kematian Jeno," lirih Haechan. Lagi-lagi Jisung mengangguk setuju sembari mencari nama Jaemin di kontaknya.

"Halo, hyung."

"Hm."

"Kau dimana?"

"Dirumah."

"Sudah makan?"

"Kenapa pertanyaan mu aneh?"

"Aneh? Kenapa?"

"Aku masih menyukai seorang gadis, Park Jisung. Pertanyaan mu mengarah kemana-mana."

"YA! HYUNG! Aku juga masih menyukai seorang gadis!" Jisung mendengus kesal, sedangkan Jaemin terkekeh pelan disana.

"Makanlah, hyung. Kau tak kasihan kepada bibi Na? Beliau memasakkan sarapan untuk mu, tapi kau tak memakannya."

Terdengar helaan napas lirih dari seberang. "Baiklah-baiklah, sayang. Aku makan dulu."

"YA! HYUNG!" Jisung pun mematikan panggilan nya, ia benar-benar kesal dengan tingkah Jaemin.

Jaemin pu terkekeh melihat panggilan itu langsung diputus secara pihak. Ia keluar dari kamarnya dan sarapan, bibi Na yang melihat itu tersenyum sembari mengelus surai rambut putra semata wayangnya.

"Tak terasa, putra ku yang dulu merengek minta dibelikan kelinci, kini sudah sebesar ini. Bahagia selalu putraku."

🎮

Malam pun tiba, kegiatan Jaemin seharian adalah terus berada di dalam rumah. Ia terlalu takut, jika Black Gun benar-benar membunuhnya.

Sore tadi ia mendapatkan pesan dan membuat Jaemin panik ketakutan dan hanya bisa meringkuk di dalam kamarnya.

"Hai anak manis, tunggulah hukuman daei ku malam ini. Ku pastikan saat kau membuka matamu, kau sudah berada di neraka. – Blood Gun."

BLOOD GUN | NCT DREAM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang