Benar saja seharian mereka melakukan apa pun yang diinginkan Adiva. Dimulai dengan percintaan mereka setelah sarapan lalu disambung dengan acara mandi bersama. Adiva yang awalnya selalu bersikap malu-malu kini belajar membuangnya karena dengan bersikap manja seperti itu Azzam akan menuruti semua keinginannya. Selain itu Azzam juga sudah mulai bersikap tidak kaku lagi. Azzam mulai berani menggodanya seperti dulu. Kini mereka merasa menjadi pengantin baru kembali.
Setelah hampir seharian di rumah akhirnya Azzam mengajak Adiva berkunjung ke rumah kedua orang tua Adiva alias mertuanya sekaligus berbelanja susu kehamilan dan vitamin Adiva serta berbelanja kebutuhan pokok untuk sehari-hari.
Kini tujuan utama mereka telah sampai. Mobil yang dikendarai Azzam memasuki sebuah rumah berlantai dua bercat putih dengan halaman luas di depannya. Mereka turun bersama dengan aura kebahagiaan yang terpancar dari wajah keduanya. Azzam sendiri bingung dengan hatinya yang sejak semalam begitu mengagumi sosok Adiva. Azzam melihat Adiva sebagai perempuan dewasa bukan lagi murid bandelnya seperti saat pertama kali ia tersadar setelah mengalami amnesia.
Karena pintu depan terbuka maka Adiva langsung saja masuk ke dalam rumah yang telah membesarkannya dengan mengucapkan salam. Fitri yang tengah berada di dapur langsung meninggalkan pekerjannya saat mendengar suara seseorang yang sangat dirindukannya.
"Waalaikumsalam, ya Allah kalian ini datang nggak bilang-bilang dulu," sahut Fitri seraya menerima uluran tangan Adiva dan Azzam yang meminta bersalaman secara bergantian.
"Kalian sudah makan belum? kebetulan sekali Ibu memasak sayur bayam sama dadar jagung, kesukaan kamu," ucap Fitri dengan bersemangat seraya menatap Adiva penuh arti.
"Boleh deh Bu, kebetulan juga cucu Ibu sedang lapar," jawab Adiva asal sambil mengusap perutnya yang membuncit.
"Halah tinggal bilang lapar aja kok pakai alasan cucu Ibu," kekeh Fitri sembari melangkahkan kaki menuju ke arah dapur. Pun dengan Azzam dan Adiva yang mengekor di belakangnya.
"Kalian makan saja, mumpung semuanya baru matang," sahut Fitri sambil meletakkan dadar jagung yang baru saja ditiriskan ke dalam piring yang sudah disiapkan.
Adiva lalu melangkah menuju ruang makan sembari menghirup dalam-dalam aroma yang menguar dari makanan favoritnya yang saat ini dibawanya sedangkan Azzam yang berada di samping Adiva hanya tersenyum memperhatikan apapun yang sedang dilakukan istrinya. Kini semua yang sedang dilakukan Adiva menjadi sangat menarik di mata Azzam. Azzam pun tak menyadari jika Adiva lah saat ini yang menjadi dunianya.
Fitri duduk di kursi seberang mereka berdua. Memperhatikan interaksi antara Azzam dan Adiva yang mulai kembali seperti dulu. Seketika kedua mata Fitri memanas lalu diikuti dengan embun yang menyamarkan pandangannya karena terharu. Adiva yang baru dua hari lalu masih terlihat murung kini terlihat ceria dan bahagia. Fitri berharap apa yang disaksikannya saat ini bukanlah kebahagiaan sementara bagi putrinya.
"Ayah dan Bang Hahan di mana Bu?" ujar Adiva di sela-sela makannya.
"Ayah kamu sedang mengisi pengajian kitab di pondok dan Abang kamu tadi pamit servis motornya ke bengkel," terang Fitri dengan tersenyum lebar.
"Silahkan nambah Nak Azzam!" sahut Fitri lagi saat melihat Azzam makan dengan lahap.
"Sudah cukup Bu, terima kasih," balas Azzam setelah menghabiskan makanan di piringnya. Kemudian Azzam meriah gelas berisi air putih dan segera meneguknya hingga tandas.
Begitulah Azzam, laki-laki itu hampir tidak pernah berbicara saat sedang makan. Tapi jika mengajaknya bicara orang yang lebih tua barulah Azzam akan menjawab. Minum pun Azzam terbiasa melakukannya sebelum dan sesudah makan saja. Sebenarnya sudah banyak kebiasaan baik Azzam yang Adiva ikuti tapi karena sikap Adiva yang semaunya sendiri selama ini membuatnya Adiva sering melupakannya. Sebenarnya sejak kecil Adiva sudah diajarkan tata krama sesuai dengan isi dalam kitab ta'lim Al-muta'allim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Hati Satu Cinta (End)
RomanceRate 18+ Blurb Perpisahan dengan seorang sahabat terbaik beserta dengan cinta pertamanya tentulah hal yang tak mudah bagi Adiva Dania Khanza, gadis berusia 18 tahun itu. la terisak tatkala harus melambaikan tangannya melepas Aldebaran Malik pergi me...