Ruangan tim redaksi itu adalah ruangan open space yang lumayan luas, karena memang karyawannya yang lumayan banyak. Dua meja lebar diisi oleh kursi-kursi yang berjajar, di atasnya ada laptop atau komputer untuk masing-masing editor. Sedangkan sang chief editor punya meja kerjanya sendiri di ruangan yang punya dekorasi artistik bareng managing editor di sebelahnya.
Meski ada di ruangan yang sama dengan editor bawahannya, meja milik chief editor ada di depan. Jadi, semua editor yang dipimpin bisa dengan mudah terlihat. Di sana terdapat juga mural-mural dengan gambar ilustrasi tumpukan buku, karakter acak, dan kata-kata motivasi terpampang di tembok. Ruangan yang punya konsep modern minimalis itu tetap memunculkan seni untuk bisa membuat atmosfer kerja jadi hidup.
Mata Frizzy tetap tertuju pada layar komputer. Masih mempelajari semua organisasi yang berada di bawahnya. Pekerjaannya sebagai chief editor memang baru ditangani tahun ini. Sebelumnya, dia itu adalah seorang managing editor di kantor Natamedia Pustaka Jakarta. Beruntungnya tahun ini, Frizzy dapat jabatan tertinggi itu di tim redaksi setelah chief editor sebelumnya tutup usia. Frizzy yang memiliki visi misi serta ambisi kuat dalam perusahaan ini menunjukkan lewat jenjang karirnya yang cepat, sehingga para petinggi Natamedia menunjuknya langsung sebagai kepala editor. Bukan pekerjaan yang mudah, terlebih lagi dia harus beradaptasi dengan lingkungan kantornya yang baru. Dia juga harus tangani dua kategori, fiksi dan nonfiksi.
Jam di tangannya sudah menunjukkan waktu 16.30 WIB. Semua karyawan membereskan barang, karena waktu bekerja sudah habis. Frizzy memperhatikan sekitarnya. Masih terlalu banyak hal yang harus dia pelajari.
"Mas Frizzy rumahnya di mana?" tanya Alfian, seorang managing editor yang duduk di sebelah Frizzy.
"Saya tinggal di kawasan Buah Batu." Frizzy menjawab santai masih dengan kondisi komputer yang menyala. Sementara Alfian sudah siap untuk pulang.
"Ooh, Buah Batunya dimana?"
"Deket Bali Global Hotel."
"Waaah ... deket banget tuh sama Nei rumahnya."
Frizzy sedikit terkejut, terlihat dari kedua bola mata kecilnya yang membesar. Selama mengenal Neifa, dia sama sekali tidak pernah tahu rumah gadis itu ada dimana. Neifa tidak pernah memberitahu selama mereka pacaran. Neifa pernah bilang, agar Frizzy tidak bisa mengunjungi rumah orang tua perempuan itu.
"Oh ya? Emang dia dimana?" Frizzy jadi ingin lebih tahu.
"Rumah Pak Kevin di Jl. Raya Melati. Di belakang Melati Grand Mall."
"Wooh ...." Frizzy mengangguk-angguk. Ternyata sangat dekat dengan kediamannya sekarang, bahkan jalan itu berseberangan dengan komplek rumahnya meski terpisah oleh empat ruas jalan bypass. Pantas saja mereka bisa berada di satu sekolah yang sama dulu.
"Saya duluan, Mas."
"Silakan. Silakan." Frizzy tersenyum.
Hampir semua karyawan yang menjabat sebagai editor di bawahan Frizzy berpamitan lebih dulu padanya. Terkecuali Neifa saja. Perempuan berhijab itu memasukkan barang ke dalam tasnya, dan berlalu begitu saja dengan tampang datarnya keluar dari area itu. Melihat mantannya pergi, Frizzy lekas mematikan komputernya.
Bergegas Frizzy keluar dari area kerjanya, berjalan ke arah lift untuk turun menuju lantai dasar. Lift di gedung itu cuma ada satu, dan setiap sorenya, karyawan Natamedia harus berebut masuk ke dalam lift agar bisa menghemat waktu untuk sampai di rumahnya. Melihat Neifa masuk ke dalam lift, Frizzy mempercepat langkahnya. Dia tidak mau kehilangan momen untuk mengerjai perempuan itu.
Banyak karyawan berebut masuk ke dalam lift, tapi lift itu cuma muat 15 orang saja. Dengan lihai, Frizzy menggunakan senyum penuh pesonanya untuk bisa melewati orang-orang-- yang kebanyakan perempuan itu-- untuk mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Dikejar Mantan [Episode lengkap ada di FIZZO]
Chick-Lit||FOLLOW SEBELUM BACA|| Ini tentang cinta lama yang belum selesai. Di saat Neifa Fahra memutuskan pacarnya--Frizzy Fernanda-- secara sepihak, di sanalah, dalam hati mereka, rasa itu tersembunyi baik-baik tanpa disadari. Setelah 7 tahun mereka berp...