Hanya dengan selembar handuk yang menutupi tubuhnya Adiva ke luar dari kamar mandi. Melihat kamar dalam keadaan kosong membuat Adiva heran padahal tadi ketika dirinya akan mandi Azzam sedang salat dhuha. Gegas Adiva mengenakan pakaian rumahannya lalu ke luar dari kamar untuk mencari sang suami. Karena masih tidak menemukan keberadaan Azzam di dalam rumah akhirnya Adiva ke luar, menuju halaman rumah. Sejak beberapa hari lalu Azzam sering merenung di sana. Entah mengapa Adiva selalu merasa gelisah setiap kali melihat Azzam diam. Demi menghibur sang suami Adiva berusaha selalu berada di sisi Azzam. Adiva sudah ikhlas kalau pun ingatan Azzam tidak akan pernah kembali. Mereka bisa memulainya lagi dari nol dari pada selalu melihat suaminya bersedih.
Melihat Azzam yang tengah duduk dengan santai di taman kecil di depan rumah membuat Adiva tersenyum lebar. Karena gerbang rumah mereka masih tertutup rapat Adiva melenggang begitu saja tanpa mengenakan jilbab.
"Mas Azzam ngapain di sini?" tanya Adiva yang sukses membuat Azzam terkesiap. Azzam menatap Adiva dengan tersenyum lalu menggeser duduknya, memberikan tempat untuk istrinya.
"Cari udara segar," jawab Azzam sekenanya.
"Mas Azzam kenapa sih kok sering melamun?" Adiva menyandarkan kepalanya ke bahu Azzam. Sejujurnya Adiva bisa merasakan kegelisahan hati Azzam bahkan sebelum kepergian Azzam ke Jakarta dua minggu yang lalu.
"Aku nggak sedang sedang melamun Dek. Hanya saja aku merasa aneh dengan semua ini," jujur Azzam sembari menunduk demi memberikan kecupan di kening Adiva.
"Jangan berpikiran yang macam-macam Mas, aku jadi takut," sahut Adiva lalu menegakkan tubuhnya. Menatap Azzam dengan sorot penuh khawatir.
Azzam menghela napas panjang lalu mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Adiva. Memaku kedua mata indah di hadapannya yang terlihat mulai berkaca-kaca. Azzam mencoba menyelami rasa di dalamnya. Cinta Adiva begitu tulus untuknya. Tapi Azzam masih bingung dengan situasinya saat ini. Apa yang telah ia lakukan pada Adiva hanya mengikuti insting dan kata hatinya. Azzam pun mulai mengumpulkan kepingan-kepingan masa lalunya bersama Adiva yang secara perlahan kembali. Entah hanya sebuah kilasan atau pun melalui mimpi yang kerap hadir setiap kali Azzam tertidur. Tapi Azzam sengaja tidak bercerita kepada siapapun, ia ingin jika semua ingatannya sudah kembali barulah akan bercerita kepada keluarganya terutama Adiva yang paling terlupakan.
"Berjanjilah Adiva, ada atau tidaknya aku di sisimu kamu akan tetap bahagia?" Ucapan serius Azzam berhasil membuat hati Adiva terhenyak. Jantungnya yang mulai berdebar kencang seketika terhenti. Lalu hanya dalam hitungan detik debaran itu kembali bekerja dengan lebih gila. Adiva membalas tatapan Azzam dengan hati semakin bergemuruh. Adiva tengah mencoba mencari makna dari semua perkataan yang telah dilontarkan ole suaminya tersebut.
"Mas jangan ngomong aneh-aneh deh! Mas sudah berjanji jika kita akan menua bersama, Mas Azzam adalah napas dan kebahagiaanku," kesal Adiva berpura-pura merajuk demi menyembunyikan hatinya yang mulai bergerimis.
"Rizki, jodoh, dan maut hanya Allah yang tahu. Kita hidup di dunia ini hanyalah sebatas singgah. Keabadian hanya milik Allah. Sekarang yang bisa kita lakukan hanyalah menyiapkan bekal untuk diri sendiri jika sewaktu-waktu ajal menjemput," terang Azzam yang langsung membuat Adiva meneteskan air mata.
"Loh kok nangis sih!" Azzam tergelak lalu meraih tubuh Adiva untuk dipeluknya.
"Mas jangan bikin aku takut," lirih Adiva dengan terisak.
"Dalam setiap doa, aku selalu meminta keberkahan kepada Allah. Baik waktu, rizki, dan usia. Aku memang kehilangan sebagian ingatanku tapi aku masih punya hati yang mampu membedakan mana yang salah dan mana yang benar," terang Azzam sembari membelai rambut Adiva dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Hati Satu Cinta (End)
RomanceRate 18+ Blurb Perpisahan dengan seorang sahabat terbaik beserta dengan cinta pertamanya tentulah hal yang tak mudah bagi Adiva Dania Khanza, gadis berusia 18 tahun itu. la terisak tatkala harus melambaikan tangannya melepas Aldebaran Malik pergi me...