Bab 4 Hati-hati

1.1K 131 3
                                    

Apa yang kamu lakukan?!

Sudah saya bilang jangan menyusahkan Akhza, harus berapa kali saya katakan.

Cepat bawa Akhza pergi! Kamu diam saja di rumah.

Hanya menyusahkan keluarga saja.

Arnav terbangun dengan keringat dingin yang mengucur di pelipisnya. Mimpi itu kembali lagi menghantui dirinya di tengah malam. Bukan, itu bukan mimpi. Sebenarnya itu semua ingatan Arnav yang masih melekat dengan sangat jelas dalam otaknya.

Ingatan yang begitu menyayat hati dan menguras pikirannya. Ingatan tentang kehidupan mereka sewaktu kecil dulu.

Arnav mengambil nafas perlahan lalu mengerluarkannya kembali, memberikan relaksasi bagi dirinya sendiri.

Tenang Arnav... itu cuma masa lalu.

Arnav tidak tahu jam berapa saat ini atau apakah sekarang sudah pagi? Dengan begitu ia mengambil ponselnya dan menanyakan pukul berapa pada ponsel pintarnya itu yang menjawab bahwa saat ini pukul 3 dini hari.

Sebenarnya ia memiliki ponselpun tidak berguna karena ia sama sekali tidak bisa menggunakan semua fitur ponsel miliknya. Tapi karena Akhza mengajarinya hal-hal dasar yang mudah untuk diingat, maka Arnav bisa menggunakan fitur telepon dan google.

Arnav yang enggan untuk kembali tertidur memilih untuk keluar mengambil segelas minum. Ia sudah paham betul tata letak rumah, walau memang terkadang ia masih tetap saja kesulitan.

Ia lalu berjalan dengan langkah pelan dan tangannya aktif meraba sekitar. Ia tidak ingin menimbulkan sedikit suara yang mungkin bisa membangunkan seisi rumah. Apalagi saat ini waktunya orang-orang masih di dalam mimpinya.

Ketika Arnav berhasil untuk mengisi air minumnya, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya, sontak membuat Arnav terperanjat dan menjatuhkan gelas yang berada di tangannya.

PRANK!

Suara yang begitu nyaring di tengah kesunyian. Arnav bahkan lebih terkejut dan perasaan bersalah langsung menyerang pikirannya.

"Apa yang kamu lakukan?!" Suara itu terdengar sedang membentak dirinya dan Arnav lansung memalingkan wajahnya ke arah sumber suara.

Raut wajahnya sudah panik, ia menundukkan wajahnya merasa bersalah. "Maaf Bun, Arnav kaget gak sengaja jatu-"

Bunda berdecak kemudian menarik tangan Arnav dengan kasar untuk menjauh dari tempat ia berdiri yang dimana banyak sekali pecahan gelas di bawah lantai dengan air yang sudah menjadi genangan disana.

"Kamu ini menyusahkan sekali, sana kembali ke kamar!" perintah Agatha yang mengambil sapu serta pel lantai untuk membersihkan pecahan gelas itu.

"Bunda, kenapa belum tidur?"

"Bunda bilang ke kamar ya ke kamar Arnav. Bunda capek, jangan buat bunda bertindak kasar ke kamu. Udah sana!"

Arnav yang sudah pasrah hanya mengangguk pelan kemudian ia kembali berjalan menuju kamarnya dengan gontai. Rasa haus yang masih ia rasakan kini hanya bisa ia tahan hingga menunggu pagi datang. Tapi sesungguhnya ada hal lain yang membuat rasa haus itu berganti.

Lagi-lagi hanya bisa menyusahkan...

###

"Ngapain?" tanya seorang gadis yang duduk di samping Arnav. Gadis itu menopang dagunya sambil memandangi wajah Arnav yang ia sadari bahwa sebenarnya wajah Arnav memang tampan.

Arnav mengangkat kedua alisnya begitu pertanyaan dari mulut gadis yang duduk di sampingnya itu terlontar. Ia memang sudah cukup lama berbagi tempat duduk dengan gadis bernama Arabella itu. Terkadang gadis itu juga mengajaknya mengobrol, entah membicarakan berbagai hal random.

"Keliatannya ngapain?" Arnav balik bertanya diselingi dengan kekehan kecil.

"Lagi liatin gue, terus dalam hati lo bilang kalo gue cantik," balas gadis itu yang memang kalau orang lain melihatnya tanpa tahu Arnav itu buta maka kelihatannya memang seperti itu.

"Dih, lo peramal ya? Tapi salah nih, kayaknya lo mesti belajar sama mama Dedeh."

Arabella tertawa mendengar ucapan Arnav yang memang mereka berdua sering kali bercanda. "Mama Dedeh udah ganti profesi Nav? Gila sih gue harus lebih giat belajarnya."

"Coba sekali lagi lo ramal gue, kira-kira apa yang gue pikirin sekarang?" Arnav terdiam menunggu apa yang akan di ucapkan oleh gadis di depannya kini.

Arabella memejamkan matanya sejenak, ia terlihat seperti sedang mencari sebuah keajaiban. Lalu ketika Arabella membuka mata, ia mendapati Arnav tengah tersenyum padanya.

"Lo bilang kalo suara gue bagus," ucap Arabella yang langsung diberi tepuk tangan oleh Arnav. Karena memang itu yang dpikirkan oleh Arnav beberapa detik lalu.

Memang Arabella terkadang suka mendapat beberapa perkataan atau bahkan seperti ia mendapatkan sebuah kode di masa yang akan mendatang. Tapi tidak semua jelas dan juga tidak selalu ia mendapatkan kode tersebut.

Hanya saja jika bersama Arnav, ia lebih sering mendapatkannya dan entah hal itu terjadi atau tidak, Arabella tidak bisa mengukur kepastiannya seratus persen.

"Lama-lama lo bikin serem juga ya Ra. Gak semua pikiran gue bisa lo baca kan?" tanya Arnav bergidik ngeri. Jika benar, maka mungkin gadis itu kini tau semua hal yang ia sembunyikan.

Arabella tertawa sembari menepuk lengan lelaki itu. "Mana mungkin, itu cuma tebakan doang. Tapi Nav, hati-hati untuk beberapa saat ke depan."

Seperti sebuah peringatan Arabella menjadi nyata. Kini Arnav sedang terduduk lemas dengan pasrah ia mendengar mulut-mulut orang di sekitarnya sedang mengejek dirinya.

Kakinya terasa sakit saat ia tadi jatuh beberapa menit lalu, akibat seseorang yang sengaja menjulurkan kakinya ketika ia berjalan.

Tidak ada siapapun yang bisa membantunya karena sekarang masih jam pelajaran juga karena saat ini ia berada di dalam kamar mandi. Hanya sedikit kemungkinan ada orang yang mau menolongnya.

Lelaki itu membuang ludahnya lalu berjongkok di hadapan Arnav. "Ck, bilangin ke saudara lo tuh jangan belagu jadi manusia."

Lelaki itu lalu berdiri meninggalkan Arnav seorang diri, meninggalkannya dengan penuh tanda tanya yang muncul dalam benak Arnav.

Siapa lelaki tadi? Ada masalah apa dengan Akhza?

###

Gimana ceritanya sampai sini?

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya biar Akhza sama Arnav tahu keberadaan kalian yang udah baca kisah mereka berdua😃

Renjana BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang