Bab 21 Tanpa kata pamit

1.4K 91 1
                                    

"Gimana?" tanya Akhza menatap manik mata milik Arnav disana. Arnav terdiam cukup lama, melihat sekelilingnya dengan tatapan kagum, sampai tak sadar ia meneteskan air matanya. Arnav lalu memandangi Akhza di hadapannya. Ia melihat bagaimana bentuk wajah Akhza, bagaimana Akhza tersenyum dan bagaimana ekspresi wajahnya saat melihat dirinya.

Arnav lalu menundukkan wajahnya, saat air matanya tidak ingin berhenti keluar dari pelupuk matanya. Ia sungguh bahagia. Kehidupannya yang hitam dan menakutkan kini sudah sirna.

"Nav," panggil Akhza sambil memegang sebelah bahu Arnav. Kemudian Akhza terkekeh, saat melihat Arnav malah menangis. Tapi ia juga mengerti bagaimana perasaan Arnav saat ini karena dirinya pun berada di dalam kondisi yang sama.

Sakit dan luka yang ia terima setiap hari kini sudah tidak ada. Perasaan tidak percaya bahwa ia diberi keajaiban adalah benar adanya. Arnav pasti juga merasakan apa yang Akhza rasakan, begitupun sebaliknya.

"Gimana? Kenapa malah nangis lu," ejek Akhza. Arnav pun menyeka air matanya sambil mendengus kesal.

"Mau keluar," pinta Arnav sambil mengulas senyumnya.

Akhza menggelengkan kepalanya, ia ingin menemani Arnav tapi untuk sekarang ia tidak bisa. "Gue nggak bisa temenin lo, sama Orion?" Akhza lalu mengambil ponselnya dan menghubungi temannya itu yang entah sedang pergi kemana.

Arnav mengangguk pelan, lagi pula Akhza harus menggunakan kursi roda jika ingin pergi keluar dan juga ia tidak boleh banyak bergerak terlebih dahulu. Arnav harus mnegerti kondisi Akhza.

Tidak menunggu lama setelah Akhza menelepon Orion. Orion datang sambil membawa satu gelas cola di tangannya. Arnav pun langsung membulatkan mulutnya saat melihat Orion disana.

Arnav baru pertama kali melihat bagaimana wujud dan rupa Orion. Ia benar-benar hanya fokus pada Orion yang tengah menghampiri kedua temannya itu.

"Ri, gue kira lo tinggi," ucap Arnav yang langsung mendapat tatapan sinis sari Orion.

"Lo ngajak berantem?" Kesal Orion sembari menyodorkan gelas yang ia bawa pada Arnav. "Gimana? Mata lo nggak kenapa-kenapa kan? Apa sakit?"

"Tadi udah diperiksa sama dokter, nggak kenapa-kenapa," jawab Arnav lalu ia memandangi wajah Orion lebih dekat. Sangat lama sampai Orion malu sendiri di buatnya.

"Jangan liatin gue kayak gitu, nanti naksir."

"Ogah!" Dengus Arnav. Mendengar pembicaraan kedua orang itu, Akhza hanya tertawa. "Ri, bawa Arnav jalan-jalan," ucap Akhza. Sedangkan Orion memutar bola matanya malas.

"Za, saudara lo tuh udah besar. Pake di temenin segala," ucap Orion tetapi berbanding terbalik dengan ucapannya, Orion sudah siap di ambang pintu. "Cepet Nav sini, cuacanya lagi bagus."

Lagi-lagi Akhza menggelengkan kepalanya, ia selalu heran dengan tingkah Orion. Arnav pun berlari kecil mengikuti Orion, seperti anak itik yang mengikuti induknya. Arnav hanya mengangguk-anggukan kepala saat Orion menjelaskan berbagai macam benda dan warna saat mereka berkeliling rumah sakit.

###

Bhagas mengganti pakaiannya setelah ia pulang dari kantor, seperti biasa ia akan mampir sebentar ke rumah sakit untuk menjaga kedua putranya, bergantian dengan Agatha yang pulang dulu ke rumah untuk beristirahat atau mengambil barang keperluan di rumah sakit nanti.

Bhagas membuka pintu geser ruang rawat Akhza dan Arnav. Ia bisa langsung melihat Akhza disana sedang membaca sebuah buku, dengan kacamata yang sudah bertengger di hidung mancungnya.

"Belum tidur, ini udah malem," ucap Bhagas sambil berjalan menghampiri Akhza.

"Ayah, Akhza mau tanya."

Renjana BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang