Agatha memejamkan matanya, di sampingnya Bhagas sudah mengusap punggung kecil milik istrinya itu, mencoba untuk menguatkan diri mereka masing-masing.
Setelah dokter Terra mengecek keadaan Akhza dan memberikan pertolongan. Kini Akhza terbaring kembali di atas ranjang. Sudah terhitung dua kali Akhza mengunjungi rumah sakit di minggu yang sama dan tentu keadaanya kian memburuk.
Pak Terra sedang mengusahakan hasil yang terbaik, ia juga bilang bahwa sudah menemukan donor yang cocok untuk Akhza hanya saja masih menunggu waktu dan tidak mudah untuk melakukan oprasi saat ini karena urusan keluarga pendonor yang masih memiliki masalah.
"Apa Akhza bakal dapat pendonor?" gumam Agatha di sela tangisnya.
"Ada, Akhza pasti bisa laluin ini semua. Anak kita pasti akan sehat," jawab Bhagas, walau hatinya sebenarnya meragukan apa yang ia ucapkan sendiri.
###
Sudah hampir satu jam Arnav tak kunjung membuka suara setelah mengetahui kenyataan pahit tenang Akhza. Ia merasa bodoh, padahal sejak dulu Akhza selalu terlihat aneh dan mengapa Arnav sama sekali tidak menyadarinya. Ia terlalu percaya pada Akhza.
Arnav yang ingin mengunjungi ruangan Akhza, mengurungkan niatnya kala ia mendengar kedua orang tuanya berbicara di depan ruangan Akhza. Kedua orang tuanya sungguh khawatir pada keadaan Akhza dan disaat seperti ini Arnav malah memilih kembali ke dalam ruangannya.
Apakah Akhza akan baik-baik saja? Akhza selalu merasa terbebani dan tersiksa jika bersamanya. Lagi-lagi dalam pikiran Arnav, ia hanya menyalahkan dirinya sendiri. Apakah Ia pantas mengunjungi ruangan Akhza? Apa kata Bunda nanti? Apa kata Ayahnya? Jika tahu Arnav lah penyebabnya?
Arnav merasa kepalanya semakin pusing. Perasaan-perasaan bersalah dan pikiran negatif menyerangnya di waktu yang bersamaan. Belum lagi kenyataan tentang Akhza. Mungkin tubuh Arnav sudah melewati batasnya.
"Za... maaf, ayo cepatlah bangun..."
###
Orion membantu membawakan tas milik Arnav. Kini mereka berdua menginjakkan kakinya di halaman rumah Arnav.
Arnav sendiri memilih untuk pulang karena keadaannya yang sudah membaik dan lagi ia merasa keadaannya di rumah sakit pun malah membuat Arnav merasa semakin terpuruk.
"Lo belum jenguk Akhza sama sekali?" Tanya Orion sembari membuka kunci pintu rumah. Di sebelahnya Arnav tidak menanggapi pertanyaan Orion dan memilih untuk segera masuk.
Orion lantas menghela nafasnya, entah ini hal yang baik atau buruk bahwa Arnav mengetahui rahasia itu. Orion lalu duduk di ruang tengah, ia juga tidak ada kesibukaan di hari minggu ini dan ia juga merasa tidak bisa meninggalkan Arnav sendirian.
"Nav, mau gue nginep di sini?" Tanya Orion kembali. Tapi Arnav masih menghiraukannya membuat Orion mengehela nafas gusar. Lama-lama menjadi menyebalkan.
"Lo gak tuli Nav, jawab gue. Cerita. Kalo lo lagi gak baik-baik aja, tuh cerita! Gue gak akan ngerti, dan lagi gue pingin lo cerita ke gue, gimana perasaan lo. Tunjukin Nav... lo boleh nangis, lo boleh marah, lo boleh keluaran emosi lo, jangan diem aja."
Suasana mendadak hening setelah Orion berucap demikian. Orion memang sudah kesal sejak kamarin, karena Hazel yang emosi dan karena Arnav yang menjadi pendiam. Entah mengapa kini semuanya jadi berubah.
Orion lalu menarik tangan Arnav dan mendudukkan paksa lelaki itu di sofa, kemudian ia ikut duduk di sampingnya. Orion memejamkan matanya sesaat kala ia harus meredakan emosinya terlebih dahulu.
"Gue mau jelasin soal kemarin. Disini Akhza maupun lo dan gue juga Hazel, enggak ada yang salah. Hazel dan gue terpaksa harus janji sama Akhza buat sembunyiin hal ini ke lo, karena Akhza sayang sama lo."
Arnav menoleh, ia mengerutkan dahinya ketika mendengar kata 'sayang' baginya itu aneh. Jika sayang, bukankah seharusnya tidak ada yang di sembunyikan?
"Denger dulu. Dia cuma gak mau keliatan lemah di samping lo, dia pingin jadi kakak yang bisa lo andalakan. Gue sama Hazel tau Nav, dia bener-bener sayang sama lo. Dia juga gak akan nyalahin lo soal keadaannya sekarang. Dan lo jangan salahin diri lo sendiri."
"Lo nggak salah Nav. Lo temen gue, lo saudara Akhza. Pasti Akhza gak suka liat lo nyalahin diri lo sendiri kayak gini Nav..." Lanjut Orion kini ia hanya menunggu bagaimana respon Arnav. Semuanya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja, pikiran mereka semua sedang kalut, mereka terlalu menyalahkan diri mereka masing-masing.
Dan tentu mereka hanya bisa saling menguatkan satu sama lain."Ri, kalo Akhza pingin jadi tempat bersandar bagi gue. Terus Akhza gimana? Siapa tempat bersandar Akhza? Siapa yang bisa Akhza andalkan? Dia tanggung itu semua sendirian. Gue jelas pingin marah, tapi gimana bisa gue marah ke Akhza..."
Saat mendengar perkataan Arnav yang membalas ucapannya, Orion tercekat di tempatnya. Ia sendiri langsung dibuat bungkam. Akhza memang selalu terlihat kuat, ia selalu mengutamakan orang lain dibandingkan dirinya. Tapi itulah dimana sisi lemah Akhza. Benar kata Arnav, lantas Akhza bagaimana?
Orion merasa tidak berguna jika ia memikirkan hal itu. Ia terlalu dibutakan dengan kepercayaan bahwa temannya itu selalu baik-baik saja. Tapi siapa yang tahu sisi lain Akhza?
###
Aku habis nonton MAMA yaampun keren banget ga sih😭
.
Selamat malam minggu guys dan selamat membaca!
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Biru
Ficção Adolescente[Twins] [Selesai] "Gue cuma ingin melihat dunia dan warnanya, tapi bukan begini maksud gue." -Arnav High rank: 1#sad 1#00L 33# Jeno