Bab 12 Takdir yang menentukan

879 111 1
                                    

Akhza membereskan barang-barangnya ketika pelajaran telah selesai. Ia ingin segera menghampiri Arnav yang telah mendiaminya selama beberapa hari terakhir membuat Akhza lama-lama jadi kesal sendiri atas perlakuan kembarannya itu.

"Za, minum obat dulu!" peringat Hazel ketika Akhza dengan cepat melangkah keluar dari kelas. Tapi Akhza hanya tersenyum membalas ucapan Hazel dan segera ia berjalan menuju kelas Arnav.

"Nav!" Panggil Akhza. Matanya menyapu seisi kelas yang sudah mulai kosong tapi disana tidak ada Arnav. Bahkan tasnya pun sudah tidak ada. Lalu tiba-tiba bahu Akhza di sentuh oleh seseorang dari belakang membuatnya tersentak.

"Lo nyari Arnav?" Tanya salah seorang lelaki yang yang Akhza ketahui salah satu siswa di kelas yang sama dengan Arnav.

Akhza lalu mengangguk, mengiyakan.

"Gue liat di belakang sekolah tadi," lanjutnya setelah itu Akhza menepuk bahu lelaki itu. "Makasih."

Akhza setengah berlari menuju belakang sekolah. Dalam benaknya ia betanya-tanya. Apa yang dilakukan Arnav kesana? Apakah ada sesuatu yang penting?

Akhza mengatur ritme jangungnya yang mulai tidak beraturan, rasa sesak mulai terasa tapi ia hiraukan dan memilih untuk lanjut menyusuri halaman di belakang sekolah dan gedung olahraga disana untuk mencari keberadaan Arnav.

"Nav!" Teriak Akhza saat matanya menangkap sosok yang ia cari sedang duduk di bawah pohon. Tapi tidak sendirian, melainkan ada seseorang yang sangat Akhza kenal.

Akhza mengerutkan dahinya, saat ia melihat Arnav dengan luka di pelipisnya membuat pikiran Akhza melayang pada hal negatif.

"Kenapa wajah lo?" Tanya Akhza yang sudah menghampiri kedua orang itu. Disana Arnav meringis sembari mencoba meraba pelipisnya yang terasa sakit lalu ia pun segera bangun.

Arnav kini yang sudah berdiri, mengepalkan tangannya dan melayangkan pukulan pada seseorang di depannya yang tidak lain dan tidak bukan adalah seseorang yang waktu itu mengunci dirinya di gudang. Tapi tangan Arnav langsung di hentikan oleh Akhza sebelum kepalan tangan itu menyentuh pipi lelaki itu, Rafa.

"Lo kenapa?!" Ucap Akhza setengah berteriak sambil terus menggenggam pergelangan tangan Arnav yang masih bertenaga.

"Awas Za, jangan halangin gue!" Arnav tidak kalah berteriak. Emosinya sudah memuncak, gigi-giginya bermelatuk lalu ia menghempaskan tangannya dari genggaman Akhza.

"Ada apa! Ada apa sama Rafa?"

Rafa tersenyum miring, sambil mengangkat bahunya. "Gue cuma tonjok adik lo sekali," ucapnya begitu santai. Refleks mendengar hal itu kini Akhza yang melayangkan pukulan pada pelipis mulus Rafa.

"Za!" Panggil Arnav yang tak kunjung mendapat jawaban. Tapi suara pukulan demi pukulan masih terdengar di telinganya membuat ia berjalan perlahan kearah sumber suara yang kian menjauh dari tempatnya ia berdiri.

"Kenapa? Lo ada masalah sama adik gue?" tanya Akhza dengan nafas yang menburu. Di bawahnya Rafa hanya tersenyum padahal wajahnya sudah dipukuli oleh Akhza.

"Lo mau bully adik gue? Kayak orang-orang itu?" ucap Akhza.

Arnav kini dibuat bertanya-tanya. Apakah memang ada yang membully nya dulu? Setahunya ia menjalani sekolah dengan baik-baik saja.

"Masalahnya bukan adik lo, tapi Lo. Akhza. Lo orang yang salah disini," jawab Rafa yang membalikkan keadaan dengan ia yang menjadi penyerang dan memukuli wajah Akhza.

"Lo tau, gue selalu kena pukul Ayah gue gara-gara lo. Gara-gara lo yang selalu peringkat di atas gue. Gara-gara lo juga, gue selalu di kecualikan pas ada lomba. Lo penyebabnya Za!"

"Gue enggak tahu apapun Raf—"

BUKK!

"Uhuk...uhuuk..." Akhza meremas bajunya sambil menekan dadanya yang terasa begitu nyeri. Pukulan Rafa memang kuat untuk dirinya yang lemah.

"Kenapa gue? Gue enggak tahu apa-apa. Itu salah lo sen—"

BUKK!

Arnav yang hanya mendengar suara serak Akhza, ikut cemas. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Dengan keberanian, Arnav memegang lengan yang ia yakini adalah Rafa kemudian ia menariknya agar menjauh dari Akhza.

"Anjing!"

BUKK!

Satu pukulan berhasil melayang ke perut Arnav membuat Arnav mundur beberapa langkah dan terjatuh sambil memegang perutnya.

Akhza yang sudah tidak peduli dengan keadaannya memilih untuk segera bangun dan menghampiri Rafa dengan sorot matanya yang tajam, kini hanya ada satu target.

"Jangan sentuh adik gue!" Pekik Akhza mendorong tubuh besar Rafa ke samping dan ia lalu mengecek Arnav disana.

"Nav, ayo pulang. Biar Rafa gue aja yang urus," ucap Akhza dengan pelan. Padahal satu kata saja ia kesulitan untuk mengucapkannya.

Arnav menggeleng, lalu ia menarik tangan Akhza untuk ikut bersamanya pergi dari sini. "Lo juga ikut, jangan berkelahi!"

"Siapa yang berkelahi lebih dulu? Lo kan?" ucap Akhza membuat Arnav mendengkus kesal. Tapi tiba-tiba tangan Akhza ditarik kembali oleh Rafa.

"Urusan kita belum selesai!" Desis Rafa.

Arnav yang makin kesal lantas mendorong kembali Rafa tetapi kini berbeda. Rafa lah yang mendorong lebih dulu Arnav hingga dirinya jatuh ke dalam kolam renang di belakang mereka.

Byurr!

"Nav!" Panggil Akhza. Saat ia hendak melangkah, Akhza menekuk tubuhnya yang terasa sakit. Lebih tepatnya dadanya terasa bertambah nyeri. Seharusnya ia mendengar ucapan Hazel tadi padanya.

Rafa lantas mengambil kesempatan saat Akhza sedang lengah, ia menarik kerah baju Akhza. "Lo, batalin semua lomba yang lo ikutin dan jangan halangin gue buat naik peringkat!" ucapnya diakhiri dengan menghempaskan tubuh lemas Akhza.

Sedangkan Arnav yang tidak bisa berenang, sudah berusaha untuk melambaikan tangannya, meminta bantuan seraya terus memanggil nama Akhza disana yang tidak kunjung menjawabnya.

Akhza tentu bingung, dadanya yang sakit membuat ia harus memilih apakah masuk ke dalam kolam renang adalah pilihan yang tepat?

Tapi biar takdir yang menentukan hidupnya. Lantas Akhza segera bangun dan masuk ke dalam kolam renang untuk membantu Arnav disana yang mulai kehilangan kesadaran.

Rasa sakit dan sesak yang mengganggunya, biarlah terus menyiksa dirinya. Akhza mencoba menahan tubuhnya sendiri agar tetap sadar. Netranya sedari tadi tak kunjung lepas dari Arnav disana, walau samar-samar penglihatannya mulai kabur bersamaan rasa sakit yang kian membuatnya terus terbatuk.

Tahan... sebentar lagi...

"Nav..." lirih Akhza saat tangannya menggenggam lengan Arnav yang lemas.

"Za!!!" Teriak seseorang yang sangat familiar di telinga Akhza. Akhza lalu mengulas senyum tipis sebelum ia benar-benar kehilangan kesadarannya.

###

Renjana BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang