Bab 1

11.6K 972 16
                                    

Dahlia menatap sosok ibunya yang tak lepas dari pandangan. Lewat kaca mobil angkot ini Dahlia memantapkan hatinya untuk bisa segera mengeluarkan sang ibu dari jeratan lelaki iblis itu. Ayah tirinya. Semenjak Ayah kandungnya meningal saat ia berusia satu tahun. Kehidupan ibunya berubah semakin memprihatinkan. Bukannya ekonomi membaik setelah mempunyai suami baru malah membuat sang ibu semakin menderita.

Lelaki itu tidak pernah bekerja, lebih suka berleha-leha dan lebih parah terkadang meminjam uang tanpa membicarakan terlebih dulu padanya ibunya. Alhasil yang menanggung semua itu adalah ibunya sendiri. Diusia yang sudah tak lagi muda harus banting tulang mencari recehan uang untuk menanggung beban risiko keluarga dan hutang yang dihasilkan ayah tirinya.

Hingga ia memikirkan sebuah cara untuk bisa mengeluarkan ibunya dari jerat kemiskinan ini. Dahlia tidak mungkin terus mengandalkan upah yang tak seberapa untuk membantu ibunya. Sedangkan hutang-hutang ayahnya pada rentenir semakin menumpuk.

Dahlia tidak mau berakhir seperti apa yang lelaki sialan itu katakan. Jika ia tak melunasi hutang itu dalam waktu satu bulan ini. Maka ia yang akan berakhir di tumbalkan. Dinikahkan dengan bandot tua bernama Juragan Sugeng, pemilik ternak sapi, kebun yang berhektar-hektar luasnya dan pemilik istri yang begitu banyak terdapat di mana-mana. Ia tidak mau menjadi salah satu istri yang tak terhitung jumlahnya. Usianya bahkan baru menginjak 20 tahun. Terlalu muda untuk menikah dan terlalu sial untuk memiliki suami tua bangka seperti itu.

"Kamu gak papa kan Lia? Mukamu pucat."

Dahlia langsung tersadar dari lamunan saat suara Nia terdengar menegurnya. Melirik ke arah Nia dan gadis itu tengah memandangnya khawatir.

Tanpa bicarapun Nia sepertinya tahu apa yang sedang berkecamuk dalam pikirannya. Mereka sudah bersahabat sejak kecil, sebagai sahabat terbaik, Nia pasti mengerti kesulitan yang dialami Dahlia. Gadis ini tengah memikirkan nasib ibunya.

"Gak papa kok Ni. Mungkin efek mual. Kan belum pernah naik angkot ke kota," ucap Dahlia serak sambil mengembangkan senyum.

Jujur saja ini adalah pengalaman pertama ia pergi ke kota. Makannya ketika menaiki angkot ini kepalanya sedikit pusing. Padahal setelah ini Nia sudah menjelaskan bahwa mereka akan menaiki bis, kendaraan yang lebih besar dari angkot saat ini mereka naiki. Dahlia tidak bisa membayangkannya, memikirkannya saja sudah membuat lambungnya bergejolak kembali.

"Kamu tenang saja Lia aku sudah siapin keresek jika kamu nanti mabok. Terlebih tadi kamu kan sudah makan obat jadi gak mungkin muntah."

Dahlia mengangguk lesu. Kembali menatap ke arah kaca belakang. Bayangan ibunya sudah tak terlihat. Mereka sudah melewati perbatasan desa.

"Kamu yakin kan majikan aku gak galak?" tanya Dahlia lagi, ia masih sangsi karena Nia seolah ragu dengan penjelasan yang ia jabarkan saat di rumah tadi.

"Aku gak yakin. Tapi yang pasti seluruh penghuni kompleks pondok Lestari pada tahu kalau Tuan muda Bian cukup bandel. Dia rewel, dan jahat."

Mendengarnya semakin membuat Dahlia was-was. Bagaimana ini ... dia bahkan tidak punya pengalaman sedikit pun dalam mengasuh anak kecil. Kata Nia dia akan di tugaskan bukan hanya untuk membereskan rumah saja, Dahlia juga harus bisa mengurus Tuan Muda Bian. Anak semata wayang majikannya.

"Kalau gak bisa ngurus Tuan Muda Bian apa aku akan langsung di pecat?"

Pertanyaan Dahlia terdengar pesimis. Nia mengerti gadis ini sedang gugup. Dia juga dulu seperti itu. Takut jika di kota ia tidak akan bisa berbuat apapun. Tetapi seiring berjalannya waktu dia bisa kok. Malah sudah sangat ahli dalam hal membereskan rumah dan segala tetek bengeknya.

"Kita coba aja dulu. Setahu aku orang yang melamar kerja di sana suka gak betahan karena Tuan Muda Bian yang gak bisa di atur, bandel dan sering isengin Mbak nya. Jadi orang yang bekerja di sana pada lari semua. Gak kuat kerja di sana."

"Ya Allah. Gimana jika aku gak betah juga Ni. Aku bahkan belum berpengalaman sedikit pun kerja di kota."

"Sudah ah jangan pikirkan itu. Kita bismillah aja dulu. Toh rumah majikanku deketan sama rumah majikan kamu. Kalau ada apa-apa langsung lari aja ke rumah majikanku. Kamu harus ingat Lia kamu harus bisa bertahan demi ibumu."

Benar. Dahlia terdiam mencerna kata-kata Nia. Ya, seberat apapun kehidupan di Jakarta ia tak boleh menyerah. Ia harus bisa berhasil mengeluarkan ibunya dari jeratan ayah tirinya. Dari semua kemiskinan dan kesialan ini.

***

Prang!

Sebuah piring mahal terlempar kasar ke arah lantai. Pelakunya adalah seorang anak kecil yang tengah dipaksa memakan roti bakar yang sudah tangan kekar itu siapkan. Namun malah mendapatkan penolakan keras dari sang putra. Mario menghembuskan napas lelah. Ia tidak berniat lagi memaksa putranya untuk memakan sarapan karena sudah tidak ada waktu lagi untuk meladeni tingkah menyebalkan putranya.

"Dengar Ayah Bian. Sebentar lagi pengasuh baru kamu datang. Bersikap baik dan jangan buat Ayah marah. Mengerti?"

Satu lemparan gelas kini menambah kerusakan barang-barang dalam rumah ini.

"Ayah gak sayang Bian."

"Ayah sayang kamu makannya melakukan ini!"

"Bian gak mau orang lain. Bian maunya Ayah!"

"Bian! Jaga sikap kamu. Ayah bekerja juga untuk kamu. Jika Ayah di sini bagaimana kamu bisa makan."

Tidak mau berdebat di pagi hari. Mario memutuskan untuk berdiri dari duduknya menggeser kursi dengan raut penuh kekesalan dan melirik asisten pribadinya yang sedari tadi terdiam di samping Mario.

"Jordi, tolong bereskan semua kekacauan ini dan segera hubungi pembantu baru itu. Dia sudah terlambat 15 menit."

Jordi yang diperintahkan segera mengangguk. "Baik Tuan. Sepertinya perjalanan dari Sukabumi sedang macet. Jadi mereka akan terlambat datang."

"Yasudah kamu yang urus semuanya. Aku berangkat lebih dulu."

Lelaki itu segera membungkukkan tubuhnya sebelum mengatakan, "Baik Tuan."

Kemudian Jordi melirik semua kekacauan di lantai rumah megah bosnya. Seketika Jordi menelan ludahnya kasar saat matanya melihat wajah Bian yang tengah menekuk. Demi Tuhan, ini bukanlah pertanda baik.

Bersambung...

Akan di update lagi setelah Om Lucnut tamat. Bisa baca duluan di karyakarsa ya.

Pembantuku IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang