Mario meletakan ponselnya di atas meja saat mendengar pintu ruangannya diketuk. Ia mempersilakan seseorang yang ia yakini adalah Jordi untuk masuk. Ketika tebakannya benar, Mario langsung memeriksa arlojinya dan menatap Jordi dengan tatapan dingin khasnya.
"Kenapa baru datang sekarang?"
Jordi yang didera pertanyaan itu sontak terdiam gugup. Ia tidak mungkin memberitahu bahwa keterlambatannya di sebabkan oleh pembantu baru. Tuan Mario pasti akan marah. Terlambat 15 menit saja bosnya sudah tidak menyukai hal tersebut.
"Maaf Tuan. Tadi Bian tidak mau ditinggalkan."
Alasan Jordi tidak membuahkan hasil yang baik. Mario terlihat semakin memancingkan mata menatap Jordi dengan tatapan intimidasi.
"Kamu berani bohongi saya. Saya sedari tadi memperhatikan cctv rumah dan kamu malah enak-enakkan mengobrol dengan pembantu baru itu."
Sepertinya Tuan Mario salah paham. Tahu begini Jordi tidak akan merangkai kebohongan untuk melindungi gadis itu.
"Ah sekali lagi saya minta maaf Tuan. Saya tidak bermaksud berbohong. Dahlia tidak memiliki pengalaman bekerja menjadi asisten rumah tangga. Jadi saya mengajarkan dulu semuanya. Seperti menyalakan kompor atau pun mengatur suhu ruangan kesukaan Bian. Saya juga memberikan catatan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Termasuk surat kontrak kerja dan peraturan yang Tuan berikan."
"Tapi dia bisa?"
"Bisa Tuan. Ingatan Dahlia cukup bagus sehingga tak perlu mengajarkannya dua kali. Dia bisa langsung paham."
Helaan napas Mario terdengar lega. Ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan menyuruh Jordi lewat gerakan tangannya untuk duduk.
"Jadi gimana? Apa Bian suka dengan Mbak barunya?"
Gelengan Jordi menjadi jawaban bahwa hasilnya masih sama.
"Masih menolak Tuan. Bian malah mengatai Dahlia sebagai Mbak mini karena badannya yang sangat kecil," kekeh Jordi, ia tak menyangka Bian akan seberani itu mengatai orang yang tak ia kenal dengan sebutan kasar seperti itu. Tetapi untungnya Dahlia tidak marah. Gadis itu malah ikut tertawa saat mendengar Bian mengatainya.
"Kuharap dia bisa bertahan," gumam Mario. Lelaki itu sudah lelah mencari orang yang mau bekerja di rumahnya. Banyak yang mengantri tetapi semuanya kabur tidak bertahan lama. Paling lama hanya 3 hari. Selebihnya para pembantu itu pamit pulang kampung karena sudah tak kuat menjadi pengasuh putranya yang sangat nakal. Hingga Mario tak punya pilihan lain. Ia akan menerima siapapun yang mau bekerja di rumahnya. Meskipun gadis itu tidak berpengalaman ataupun usianya masih di bawah umur.
Jordi mengangguk. "Saya yakin Dahlia bisa bertahan. Tuan juga sudah menaikan gaji. Dan memberikan fasilitas terbaik untuk seorang pembantu. Setidaknya jika dia butuh uang. Dia pasti akan bertahan."
"Ya ku harap begitu."
***
Kedua mata Dahlia tak berkedip menatap pemandangan ruangan yang ia pijak sekarang. Tubuhnya menggigil dan aliran basah di bajunya masih menetes-netes. Dahlia menarik napas dalam. Ia tidak boleh menyerah. Ia hanya disiram air dingin saat memandikan Bian. Dan bokongnya sedikit memar akibat terpeleset hasil keisengan Bian menumpahkan sabun di lantai kamar mandi. Sehingga ia berakhir seperti ini. Semakin menggigil kedinginan karena ruangan yang ber AC dan tubuhnya yang terasa remuk redam. Tak mengapa. Dahlia yakin ia bisa bertahan demi ibunya.
Sambil menjinjing tas lusuhnya Dahlia mulai memasuki kamar yang Jordi tunjuk sebagai kamar tinggalnya. Ruangan kamar yang tak pernah Dahlia duga bisa dinikmati oleh seorang pembantu. Ini terlalu mewah. Sangat mewah dengan ranjang berukuran king size, AC dan satu televisi berukuran besar menempel di dinding kamarnya. Termasuk juga kamar mandi yang tak kalah dengan kamar mandi milik Tuan Mudanya. Tuhan, fasilitas ini benar-benar untuknya?
Dahlia menggelengkan kepala. Ia tidak boleh terlarut memperhatikan keadaan ruang kamar ini. Tuan Muda Bian sedang tertidur di kamarnya. Ia harus cepat bergegas mengganti baju dan melakukan pekerjaan membersihkan rumah luas ini.
Semoga ia bisa melakukan yang terbaik. Dengan itu ia bisa segera membantu ibunya melunasi hutang yang ayah tirinya hasilkan.
***
Alat pel lantai Dahlia bawa di depan kamar Bian. Ia membuka pintunya perlahan dan napasnya berhembus lega saat melihat anak itu masih tertidur lelap.
Dahlia mulai merapikan mainan Bian yang berserakan. Meletakannya di tempat semula dan matanya tak sengaja memperhatikan ekspresi tidur Bian. Anak itu terlihat tenang dalam tidurnya, terlihat polos dan sangat tampan.
Gadis itu sangat menyukai pahatan wajah Bian. Dia terlihat seperti bule, dengan kedua mata berwarna birunya. Hidungnya sangat mancung dan kulitnya begitu putih bersih, sedikit kemerah-merahan. Sedangkan rambutnya hitam legam. Sosok anak yang begitu sempurna tanpa cela.
Dahlia melangkah ke arah nakas dan mengambil sebuah bingkai foto di sana.
Pantas anaknya bisa setampan ini. Ayah dan ibu Bian pun tidak kalah sempurna. Ayahnya seperti keturunan bule dengan paras yang memiliki kemiripan identik dengan Bian sedangkan ibunya memiliki kecantikan asli Indonesia. Terlihat sangat cantik jelita.
Sayang Dahlia mendengar sedikit cerita dari Nia bahwa Ibu Bian sudah tiada. Dan ayahnya sibuk bekerja. Mungkin karena itu yang membuat Bian urakan seperti ini. Dia kehilangan kasih sayang orang tua.
"Semoga setelah kehadiran aku di sini. Tuan Muda bisa lebih bahagia. Tidak nakal dan menjadi anak laki-laki yang baik," gumam Dahlia sambil tersenyum. Ia kembali meletakkan bingkai foto keluarga kecil itu lalu melanjutkan lagi pekerjaannya.
Mengepel seluruh lantai kamar Bian. Dan membersihkan debu-debu yang bersarang.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantuku Istriku
RomanceDahlia nekat pergi ke kota bersama temannya untuk membantu perekonomian keluarga. Ia ingin sekali membantu ibunya yang telah salah memilih suami, yang hanya bisa bermalas-malasan dan melimpahkan seluruh beban pada ibunya. Ayah tiri yang sangat Dahli...