Bab 8

7.2K 911 21
                                    

"Tuan, apa Bian berulah lagi?" tanya Jordi saat melihat kedatangan Mario dengan wajah penuh kekesalan. Jordi pikir Bian kembali mengamuk karena tidak menyukai masakan ayahnya. Setiap pagi Mario selalu dibuat repot meladeni tingkah anaknya yang memang memilki bakat pemarah dan temperamen. Mungkin ekspresi tak menyenangkan itu memang timbul karena kenakalan Bian, anak kecil itu susah sekali untuk dikendalikan.

Mario kini menatap Jordi. Embusan napas kasarnya membuktikan bahwa pria ini masih memendam kesal pada anaknya.

"Kali ini mengamuk bukan karena tidak mau sarapan. Tetapi dia mengamuk karena aku sedikit membentaknya."

"Apa? Tuan membentaknya?"

"Aneh-aneh saja. Sudah merengek meminta aku menikahi Andin sekarang Bian bilang Dahlia cocok jadi ibunya. Yang membuat aku kesal Bian bilang Dahlia adalah Alisa. Tentu saja mereka berbeda. Dahlia bukan istriku dia hanya seorang pembantu."

Mendengar semua penjelasan yang Mario muntahkan membuat Jordi menghembuskan napas pelan. Bian hanya lah anak kecil yang asal bicara tidak seharusnya Mario menanggapi ocehan Bian sampai separah ini. Dan lagi mungkin sudah saatnya Mario memikirkan kembali tentang pernikahan karena bagaimana pun Bian butuh figure seorang Ibu seperti anak kecil pada umumnya.

"Mungkin Bian mengatakan itu karena dia merindukan ibunya. Wajah Dahlia memang hampir mirip dengan Nona Alisa hanya saja Dahlia sedikit lebih kurus badannya dibanding badan Nona yang cukup berisi. Wajar saja Bian mengatakan hal itu. Jangan dianggap serius Tuan."

Tatapan Mario kini mengarah ke arah Jordi. "Kamu juga berpikir mereka mirip?"

Jordi terlihat berpikir sejenak. Lalu mengangguk membenarkan.

"Awal pertama melihatnya memang mirip tetapi itu hal yang biasa. Katanya di dunia ini kita memilki 7 kembaran, mungkin Dahlia adalah salah satu kembaran tak sedarah dari Nona Alisa," kekeh Jordi. Ia kemudian mengambil dokumen yang sudah Mario tanda tangani. Membungkuk sopan lalu pergi keluar ruangan menuju meja kerjanya.

Mario terdiam, benar bukannya kejadian ini adalah hal yang sudah biasa terjadi. ia pun kadang sering dibilang mirip dengan bebrapa actor luar negri karena paras rupawan dan wajah khas bulenya.

Begitu pun dengan Alisa dan Dahlia. Tidak seharusnya ia membentak Bian hanya karena omong kosong seorang anak kecil. Mario mulai merasa bersalah karena sudah membuat anaknya menangis.

***

Sampai di kediaman Tuannya Dahlia langsung membawa Bian ke ruang tamu mengajak anak itu untuk bermain permainan yang menarik karena Bian diajak tidur di kamar tidak mau, namun bukannya senang Bian malah tak merespons bahkan enggan mengatakan sepatah kata pun untuknya. Anak ini sedari tadi hanya diam dan terlihat murung.

"Tuan Muda tidak apa-apa kan? Mau Mba buatin cemilan?"

Gelengan pelan kembali terlihat di manik cantik Dahlia. Gadis itu semakin bingung. Apa yang harus ia lakukan agar Bian kembali senang. Rasanya tidak menyenangkan jika Bian seperti ini, ia pun jadi ikut sedih.

Perlahan Dahlia usap kepala Bian dengan sayang, ia pun menampilkan senyuman hangat sambil mendekat duduk di samping Bian.

"Tuan Muda masih marah sama Tuan besar?"

Bian melirik Dahlia, senyuman gadis itu membuat Bian tertegun. Mata polos anak kecilnya begitu mengenali senyuman itu. Senyuman yang sering ia lihat di foto yang ada di kamarnya.

"Bunda, apa Bunda datang ke sini untuk Bian?"

Refleks kening Dahlia mengerut tidak paham dengan apa yang baru saja Bian ucapkan.

"Saya bukan Bunda Tuan, saya Mba Mini pembantu di rumah ini."

Seketika Bian tersadar dan wajahnya murung kembali.

"Jadi Mba Mini bukan Bundanya Bian?"

Dahlia terkekeh mendengar nada sedih Bian.

"Tentu saja bukan. Mba hanya orang kampung yang jadi pembantu. Apa Bian rindu Bunda?"

Bian langsung mengangguk. Air matanya mulai keluar telihat sangat memprihatinkan.

"Bian rindu Bunda. Pengen ketemu Bunda."

Tangisan anak kecil itu pun pecah. Dahlia yang melihat Bian menangis buru-buru meraih tubuh mungil itu, memeluknya mencoba menenangkan kesedihan Bian. Entah kenapa ia ikut merasakan denyutan sakit saat Bian melirihkan nama ibunya. Apa ini karena ia juga merindukan ibunya di kampung. Rasanya begitu sakit menusuk jantungnya saat melihat Bian seperti ini.

"Jangan nangis ya. Bian kan gak sendiri masih ada Ayah yang sayang sama Bian."

"Tapi Bian gak punya Bunda."

"Sttt Bian kan punya Mba. Anggap saja Mba adalah Bundanya Bian."

Tangisan itu mulai mereda tak separah sebelumnya. Pancaran mata berbinar Bian bercampur air mata tersaji di depan Dahlia.

"Beneran Mba mau jadi Bundanya Bian?"

Sebenarnya Dahlia tak sengaja mengucapkan hal tersebut, hanya untuk membuat Bian berhenti menangis. Tak menyangka Bian malah merespons ucapannya sampai seantusias ini. Jika Tuan Mario tahu ia mengatakan hal ini pada Bian mungkin lelaki itu akan langsung memecatnya. Berani sekali membiarkan Bian menganggap ia sebagai Bundanya. Dari level saja mereka tidak sama bagaikan langit dan Bumi. Ibu Bian begitu cantik Jelita dengan makeup hiasan pengantin yang ia lihat terpajang di kamar milik Bian dan Tuannya. Sedangkan ia? Seujung kukupun tak bisa menandingi kesempurnaan beliau.

"Mba mau kan jadi Bundanya Bian?"

Suara itu kembali terdengar. Dahlia langsung membuyarkan lamunannya lalu menatap Bian. Senyuman penuh keterpaksaan bercampur rasa takut ia sematkan di bibirnya. Ya, tidak ada pilihan lain. Jika ia bilang ia tidak serius dengan ucapannya. Bian akan mengamuk lagi lebih parah anak ini tidak akan mau di asuh olehnya. Kemungkinan terbesar Dahlia akan di pecat dari pekerjaan ini jika hal itu terjadi.

Dahlia tidak menginginkan itu.

Ia harus bisa mendapatkan uang yang banyak untuk ibunya. Agar ibunya bisa terlepas dari lelaki sialan yang merangkap sebagai Ayah tirinya.

Dengan pelan Dahlia mulai mengaangguk.

"Mba mau jadi Bundanya Bian. Tapi mulai sekarang Bian harus jadi anak baik ya. Yang nurut sama orang tua. Gak nakal lagi."

Kemudian Bian bersorak penuh kegembiaraan memeluk Dahlia. Mengekspresikan kebahagiaannya akhirnya ia memiliki Bunda yang selama ini ia rindukan keberadaannya.

"Yeeyy akhirnya Bian punya Bunda, dan mba Mini jadi istrinya Ayah."

Mendengar sorakan menggemaskan itu Dahlia refleks melotot kaget begitu pun dengan seorang lelaki yang tanpa disadari mereka tengah memperhatikan interaksi Bian dan Dahlia di layar ponselnya.

A-apa? Menjadi istri?

Bersambung.

Follow ig irieasri untuk melihat spoiler part selanjutnya.
Bantu vote dan komen yg banyak. ❤️

Pembantuku IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang