Jeda'2 🌵

1.3K 204 12
                                    


Happy Reading 🌵

"Kemarin ke mana?"

Amran tiba-tiba saja berdiri di samping Mauli yang tengah mencari buku di perpustakaan. Tatapannya memang tak mengarah pada Mauli, karena dia berpura-pura ikut sibuk memilih buku di depannya. Namun tidak ada orang lagi di deretan itu selain mereka berdua. Jadi sudah pasti pertanyaan itu untuk Mauli.
Mauli yang menarik Langkah sedikit menjauh dari Amran membuat pemuda itu mengernyit bingung. Tak biasanya Mauli begini. Pria berkacamata itu bergeming, masih dengan sorot mata tertuju pada Mauli yang mulai salah tingkah.

"Kamu, sakit?" tanya Amran lagi.

"Enggak."

"Terus?"

"Ada acara kemarin."

"Acara apa?"

Mauli nampak berpikir, mencoba mencari alasan yang tepat.

"Interview kerja." Mauli berbohong.
Kepala Amran bergerak mundur, dia bisa membaca kebohongan Mauli.

"Kerja apa? Bukannya masih tahun depan kamu skripsi?"

Mauli tak punya jawaban lagi.

"Emang kamu siapanya Mauli?"

Pertanyaan seorang wanita lain muncul di belakang Amran. Najma−dia sudah bersedekap menatap mereka berdua. Bola matanya bergerak ke sana ke mari, bergantian menatap Amran dan Mauli yang kini tengah menoleh ke arahnya.

Pria berkemeja hitam itu menelan salivanya sebelum menarik langkah mundur. Memberi ruang bagi Najma untuk berjalan melewatinya agar bisa mendekat pada Mauli. Akan tetapi Najma tetap bergeming di tempatnya. Ia sama sekali tak berniat untuk mendekat pada Mauli ataupun Amran.

Seolah mengerti akan tatapan tidak suka dari Najma, Amran pun akhirnya pamit pergi pada Mauli. Ekor mata Najma masih terus saja mengawasi Amran hingga keluar dari pintu perpus. Mauli maju beberapa langkah, mendekat pada Najma.

"Najma, jangan begitu sama Bang Amran!"

"Kenapa?"

"Nanti dia bisa salah paham."

"Salah paham sama siapa? Aku? Kamu?"

"Najma, pelanin suara kamu! Ini perpus."

Najma mendengkus kesal, sementara netranya beralih menatap langit-langit perpus.

"Sadar, Mauli! Seseorang yang selalu membuat kamu nangis itu artinya nggak baik buat hidup kamu! Jangan memaksakan diri untuk masuk ke lingkupnya jika hanya malah membuatmu tertekan.

"Aku nggak nangis."

"Iya, sekarang kamu emang nggak nangis. Tapi nanti di kostan, pasti kamu nangis. Mata kamu aja masih gitu, sisa kemarin 'kan?"

Mauli memilih untuk tak menanggapi Najma lagi. Dia malah kembali sibuk dengan deretan buku di depannya.

"Hadeh, aku jadi radio rusak lagi." Najma menengok jam tangannya seraya menggeleng-gelengkan kepala. Ucapan Najma berhasil membuat Mauli tersenyum geli.

"Aku ada kelas nih. Kamu tunggu aku, ya! Kelasku dua jam. Habis itu kita makan bakso."

Najma tak beranjak sebelum Mauli mengangguk setuju. Senyumnya langsung merekah saat angggukan dari kepala Mauli terlihat. Ia pun bergegas pergi meninggalkan perpus menuju kelasnya.

▨ Jeda ▨

Najma membuka diarynya. Menuliskan sesuatu di sana dengan pena berwarna biru. Tatapannya tengah fokus pada seseorang yang tengah asyik berdiskusi Bersama beberapa orang lainnya di taman kampus.

Jeda༊*·˚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang