Jeda'15🌵

824 188 70
                                    

Happy Reading🍀

“Jangan nangis!”
Najma mengacungkan telunjuk ke muka Mauli yang sudah terlihat sedih saat mereka sampai di depan aula.

Najma sengaja membawa Mauli ke sana karena hanya di sanalah tempat teraman untuk mereka. Gadis berparas manis itu nyatanya tetap tak bisa membendung air matanya.

Bulir hangat itu tanpa ijin langsung menganak sungai bersamaan dengan luruhnya tubuh Mauli ke lantai. Dua tangannya menutupi wajah yang mulai terisak.

Najma mengembuskan nafas kasar. Dua tangannya juga sudah berkacak pinggang. Sementara wajahnya mendongak ke langit-langit ruangan. Terlihat sekali kekesalan di wajah gadis itu.

Mauli merasa sangat malu sekaligus kesal. Kenapa dia justru tahu dari Najma tentang kriteria wanita idaman Amran? Kenapa Amran tidak memberi tahu sendiri padanya? Setidaknya dia bisa belajar untuk menghindar dari Amran ataupun dari laki-laki lainnya.

“Itulah kenapa sejak dulu aku sudah memperingatkan kamu, Mauli. Seseorang itu bisa saja hanya pakai topeng. Yang tidak aku habis pikir, apa benar dia seorang hafidz?”

Ucapan Najma seolah menguap di bawa angin. Tak ada respon sedikitpun dari Mauli.

“Ini yang aku nggak suka, kamu bisanya cuma nangis. Bukannya ngambil tindakan tegas sama dia. Kamu harusnya bisa tekankan sama dia, kalau kamu nggak suka sama dia.”

“Tapi aku memang menyukainya,” lirih Mauli di sela-sela isaknya.

Gadis di depannya menghela nafas, ia ikut tak tega melihat sahabatnya terluka seperti itu. Dia pun ikut berjongkok di depan Mauli. Menyentuh pundak gadis berjilbab hitam itu dengan lembut.

“Aku minta maaf, Mauli!” Suara Najma melunak. Kini ia mengelus pundak Mauli perlahan. Ia pun tak banyak bicara lagi, dia hanya menunggu hingga tangis sahabatnya selesai. Hingga rasa sesak yang dirasa Mauli berkurang.

Jeda༊*·˚

“Jangan menatapku begitu! Aku tahu kamu pasti mencurigaiku, tapi bukan aku orangnya. Sumpah!” Doni membalas tatapan Amran yang sejak tadi nampak menyelidik padanya.

“Terus dari mana dia bisa tahu?”

“Mana aku tahu? Aku juga kaget tadi waktu dia bilang begitu.”

Amran membuang muka ke arah lain. Tangannya memainkan krah kemeja berwarna coksunya. Ac di ruangan KPM seolah tak mempan untuk menyejukkan tubuhnya.

“Apa tidak seharusnya kamu bicara sama Mauli?” tanya Doni.

“Untuk apa?”

“Ya, jelasin.”

“Apa yang mau dijelaskan?”

“Tentang kriteria wanita idaman kamu.”

“Untuk apa? Toh yang dikatakan gadis itu memang benar, ‘kan?”

Doni mengatupkan mulutnya yang semula ternganga. Apa yang dikatakan Amran memang benar.

“Setidaknya agar Mauli tidak ...”

“Tidak apa? Memangnya aku punya hubungan apa sama Mauli? Kita hanya berteman, sama seperti aku dan yang lainnya. Aku sudah bilang sama kamu ‘kan, bahwa jika aku menyukai wanita, aku takkan pernah mendekati wanita itu.”

“Tapi Mauli menyukai kamu.”

“Haha, ngaco. Sahabatnya sendiri bilang, dia tidak menyukaiku.”

“Itu karena dia merasa harus menyelamatkan harga diri sahabatnya.”
Amran terdiam. Jawaban Doni mampu membekap mulutnya.

Jeda༊*·˚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang