38. Hidup Tanpamu

22 5 0
                                    

Tiga tahun kemudian....

Untuk bidadariku
Adiva Dania Khanza,

Assalamualaimulaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Aku merasa waktuku sudah tak banyak lagi di sini, mungkin saat kamu membaca suratku ini nanti aku sudah tidak ada lagi di dunia. Aku sudah bahagia bersama-Nya. Tapi percayalah Sayang sejengkal pun aku tidak pernah menjauh darimu. Sepertinya Allah cemburu karena cinta-Nya telah kubagi bersamamu. Karena terlalu besar cinta-Nya padaku hingga Dia ingin memanggilku kembali. Untuk itu kamu harus tetap bahagia walau tanpaku di sisimu.

Tolong jaga malaikat kecil kita yang saat ini berada di dalam rahimmu. Nanti sampaikan permintaan maafku untuknya karena tidak sempat mencium, memeluk, atau pun menimangnya. Sampaikan juga padanya bahwa aku pun sangat mencintainya. Kalian adalah bidadariku. Sumber kebahagiaanku.

Oya Sayang, aku juga sudah menyiapkan nama yang indah untuknya. Nama yang sudah aku siapkan beberapa waktu lalu tapi belum sempat kusampaikan padamu. Farah Aulia Putri yang berarti seorang putri yang mampu menjadi pelindung dan selalu berada dalam bahagia. Sesuai namanya, kelak dialah yang akan menjadi pelindungmu saat aku tidak ada di sisimu. Dia juga yang akan selalu memberikan warna dan kebahagiaan dalam hidupmu.

Adiva istriku tersayang, maafkan aku yang belum mampu menjadi suami dan imam yang sempurna untukmu. Maaf karena aku tidak mampu menepati janjiku padamu. Tapi percayalah, kebahagiaan telah menantiku di sana. Pun dengan dirimu. Jadi berbahagialah walau tanpaku.

Ya habibah qalbi, dalam keadaan apa pun tetaplah mengingat Allah karena sebaik-baiknya pelindung adalah Dia. Kelak kita pasti akan bertemu kembali bersama umat Rasulullah. Kita pasti bersama kembali dalam syafaat Rasulullah. Aamiin.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Suami yang sangat mencintaimu,
Azzam Aulian Putra

"Aku merindukanmu Mas Azzam," lirih Adiva lalu mencium buku agenda berisi surat terakhir dari Azzam yang telah dibacanya untuk kesekian kalinya. Ia bawa buku agenda itu ke dalam pelukannya seraya memejamkan, merasakan kehadiran Azzam yang saat ini tengah memeluknya dengan erat. Adiva yakin Azzam tidak pernah pergi seperti yang dikatakannya dalam surat itu, suaminya selalu berada di sisinya sepanjang waktu dan dalam setiap tarikan napasnya.

Adiva menutup kembali buku agenda itu lalu memasukkan ke dalam laci meja belajarnya dengan perasaan rindu yang tak pernah mampu diungkapkan dengan sebuah kata-kata. Tiga tahun berlalu luka itu tak kunjung juga mengering. Gemuruh di dalam dadanya tak pernah sedetikpun mereda. Hatinya tetap berkabung. Adiva menghela napas panjang lalu menghembuskan dengan kasar seraya beranjak dari tempat duduknya, ke luar dari kamar untuk menemui bidadari kecilnya yang telah tumbuh menjadi gadis yang lucu dan menggemaskan.

"Bunda!" teriak gadis kecil berkepang dua sembari berlari ke arahnya.

"Sayang nggak boleh lari-lari nanti jatuh," ucap laki-laki yang sejak gadis kecil itu terlahir di dunia memanggilnya ayah. Sosok ayah sebagai pengganti Azzam.

Adiva berjongkok demi menyambut bidadari kecilnya dengan pelukan hangat. Pelukan erat seorang ibu muda yang dituntut untuk lebih bersikap dewasa dan kuat.

"Emang Farah bersama Ayah dari mana?" tanya Adiva sembari membawa Farah ke dalam gendongannya.

"Beli es cream Bun," balas Farah dengan ekspresi wajahnya yang polos dan menggemaskan.

"Dek acara ulang tahun Farah tahun ini kita rayain di sini aja gimana?" ucap ayah Farah.

Adiva menatap laki-laki posesif yang saat ini melangkah menuruni anak tangga bersamanya. Laki-laki yang selalu ada untuknya dan Farah sejak kepergian Azzam. Laki-laki pengganti sosok ayah bagi Farah walaupun sampai kapanpun posisi Azzam tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun.

Tiga Hati Satu Cinta (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang