Pagi ini langit berwarna biru dengan awan putih seperti permen kapas. Seorang gadis kecil berjalan menyusuri pinggiran pantai dengan ombak yang tenang. Gadis itu berlari kecil dengan tawa bahagia menghiasi wajahnya. Terlihat kedua orangtuanya mengejar gadis cantik itu untuk bermain bersama.
"Ayo tangkap aku kalau bisa!" teriak Luna kepada orangtuanya.
"Aaaaaaaak" suara gadis kecil itu yang tertangkap oleh ayahnya.
"Anak perempuan papa jail ya" kata ayah sambil mencubit gemas pipi putrinya.
Sambil dipeluk mama dan papanya, ia mengangkat tangan ke arah awan yang menggumpal besar seperti permen kapas. Rasanya ia ingin sekali memakan permen kapas itu.
Giginya yang gupis membuktikan bahwa ia sangat menyukai permen. Namun, orangtuanya kini telah membatasi jumlah permen yang ia makan.
Dengan menghembuskan napas, ia berkata dalam hati "Hmm sayang sekali. Maafkan aku permen kapas, aku tidak bisa memakanmu lagi saat ini".
Melihat wajah putrinya yang kecewa, mama dan papanya mengajak Luna untuk berfoto bersama dengan pemandangan pantai yang begitu indah di pagi hari yang cerah.
"Pa, sebaiknya kita minta tolong kepada orang lain untuk mengambil foto kita agar lebih bagus".
Kemudian, seorang anak laki-laki terlihat sedang duduk di sekitar tempat mereka akan berfoto. Dilihat dari pakaiannya, anak itu tampaknya adalah penduduk desa itu.
Ia sedang menunggu ayahnya pulang menangkap ikan."Halo anak baik, apakah ibu bisa minta tolong fotokan kami sebentar saja?"
Anak laki-laki itu mengangguk dan segera mengambil kamera tersebut. Keluarga itu tersenyum bersama menghadap kamera.
"Terima kasih, Nak. Ini ada jajan untukmu, bawa pulang ya"
Dengan senyum yang ceria, anak itu berterima kasih dan berlari menuju ayahnya yang sudah sampai di pinggir pantai dengan kapalnya.
"Ma, itu kan jajanku!" Protes Luna kepada mamanya.
Mamanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum karena perkataan putrinya itu.
"Luna sayang, nanti papa belikan lagi kamu jajan yang banyak ya, yuk senyum dulu"
Mendengar perkataan papanya, Luna kembali tersenyum. Mereka hanya bisa tertawa geli melihat tingkah putri mereka itu.
***
Angin berhembus perlahan, menerbangkan rambut seorang gadis yang sedang sibuk mendengarkan musik sambil mencoret-coret tulisannya. Sesekali dahinya mengernyit, kurang puas dengan hasil tulisannya.
"Hai, Luna. Es greentea favoritmu." Seorang pria dengan seragam pelayan café membawakan segelas minuman berwarna hijau.
Luna hanya bergumam, tidak berniat untuk melihat siapa yang datang dan meletakkan minuman kesukaannya di atas meja. Ia tidak ingin konsentrasinya dibuyarkan oleh kehadiran seseorang.
Lagipula, Luna tahu siapa lelaki muda itu. David, salah satu pelayan café yang kenal dengannya. David adalah temannya semasa SMP. Ia tidak sengaja bertemu dengan David di café itu setelah David menjadi pegawai baru. Sebelumnya, Luna sering datang ke café itu untuk menikmati minuman favoritnya sambil mencari inspirasi untuk novel terbarunya.
Konsep café ini sangat nyaman baginya untuk mencari inspirasi menulis. Ia memilih bagian luar café dengan pemandangan pantai yang indah dan mengingatkannya saat berkunjung ke sini bersama orang tuanya dulu.
Namun, semua itu sudah menjadi kenangan. Ayahnya sudah meninggal dua tahun yang lalu. Kini, Luna hanya tinggal berdua bersama mamanya.
"Luna... apakah ada yang ingin kau pesan lagi?" Meski ragu, David akhirnya berhasil mengajukan pertanyaan.
"Tidak, Vid. Terima kasih ya," sahut Luna dengan mata yang masih sibuk melihat tulisan di kertasnya.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara pria yang terdengar cukup keras. Luna menoleh kebelakang. Suara pria itu jelas mengganggunya. Jika suara lemah lembut David saja sudah mengganggunya, apalagi suara pria tersebut.
"Tolong segera bawa pasien itu ke IGD! Lima menit lagi aku sampai di sana."
Luna mendengus. Tidak bisakah pria itu mengurangi volume suaranya?
"Kau priksa terlebih dahulu pasien itu! Sebelum semakin parah keadaannya. Kau mengerti?"
Kesabaran Luna sudah habis. "Tuan, bisakah Anda mengurangi volume suara Anda? Karena itu sangat mengganggu orang-orang di sekitar Anda."
Pria itu menoleh, kemudian berdiri menghampiri Luna. Seorang pria berpenampilan rapi dengan kemeja putih dan jas putih membalut tubuh gagahnya. Mata tajamnya mengawasi Luna dari ujung kaki sampai kepala.
Kemudian bibirnya tersenyum. "Kau bicara padaku?" kata pria tampan itu.
"Memangnya ada orang lain disini?" dengus Luna.
Pria itu mencondongkan tubuh, berbisik di telinga Luna. "Kau tidak tahu siapa aku?"
Tentu saja Luna tahu siapa pria yang ada di dekatnya. Beberapa detik yang lalu, ia terkejut. Tidak menyangka jika dia akan bertemu dengan seorang dokter muda yang wajahnya sering muncul di televisi. Beberapa kali wajah tampan itu telah menghiasi acara talkshow bertema kesehatan.
Hampir semua orang mengaguminya, bukan hanya karena gelar dokternya di usia muda. Tetapi juga wajah tampan dan tubuh proporsional yang banyak dipuja oleh para kaum hawa. Pria blasteran Indonesia – Arab itu telah mencuri perhatian semua wanita. Kemudian, saat ia putus dengan pacarnya, para gadis di dunia maya bersorak menyambut status jomlo pria tampan itu.
"Bahkan sepertinya semua orang di negara ini sudah tahu siapa Anda, Dokter Brian Asad!"
Brian kembali menegakkan tubuh, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. "Baguslah jika kau tahu, itu artinya aku tidak perlu memperkenalkan diri."
"Ini tempat umum, Dokter. Sudah seharusnya Anda menghargai orang lain di sekitar Anda. Jika ingin dihormati, maka anda juga harus menghormati orang lain." Luna masih berusaha menahan emosi.
"Menjawab panggilan darurat adalah kewajibanku. Maaf apabila kau merasa terganggu oleh ucapanku yang keras tadi. Aku terbawa suasana panik."
Luna berdecak kagum. Di layar kaca, pria ini memang sangat sopan. Namun, perkataannya barusan juga membuktikan bahwa pria ini benar-benar sopan. Seketika Luna menjadi merasa bersalah karena perkataan kasar yang sudah ia keluarkan kepada Dokter Brian.
"Tidak, aku juga salah karena telah berkata kasar kepadamu tadi." Luna menjawab dengan ekspresi yang malu.
Brian hanya tersenyum tipis mendengar perkataan Luna. Sekarang yang ada dipikirannya adalah ia harus segera menuju ke rumah sakit.
"Baiklah tidak masalah. Sepertinya aku harus segera ke rumah sakit sekarang karena pasienku pasti menungguku."
Memahami hal tersebut, Luna segera memberi jalan kepada Brian agar ia bisa lewat.
Kemudian, Luna kembali ke tempat dimana ia duduk sebelumnya. Ia mencoba untuk kembali lagi berkonsentrasi menyelesaikan novelnya.
"Huft... ayo Luna kau harus konsentrasi! Novel ini harus segera kau selesaikan!" kata Luna yang berkata pada dirinya sendiri.
Anehnya, setelah beberapa saat ia tetap saja tidak bisa berkonsentrasi menyelesaikan tulisannya. Ia terus memikirkan dokter tampan tadi yang cukup memikat hatinya. Luna pun heran kepada dirinya sendiri mengapa ia terus memikirkan pria itu.
Akhirnya, Luna memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Ia berpikir percuma saja ada di tempat ini tetapi ia tidak bisa menemukan ide untuk tulisannya.
"LUNAA KAMU INI KENAPA SI??"
![](https://img.wattpad.com/cover/291120083-288-k527492.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LOSE
RomanceLuna, seorang penulis yang berharap menikah dengan kekasihnya yang pada akhirnya harus menikah dengan pria lain yang tidak dicintainya dan berjuang agar bisa mempertahankan pernikahannya. *** Luna berjanji untuk tetap setia dengan kekasihnya yang b...