8 : Confess

5 4 1
                                    


Aku sebal sama kamu yang berisik. Tapi lebih menyebalkan saat kamu tiba-tiba diam dan dingin. – Brian Asad

Awan gelap menghiasi langit pinggir pantai ditemani angin yang bergerak gusar menyapa gadis yang masih setia duduk dengan menekuk lututnya, sesekali membenamkan wajahnya diatas lututnya.

Ini masih pagi tapi awan muram itu berbondong-bondong menghiasi langit menemani seorang gadis yang duduk di tepian pantai dengan segala kekalutannya.

Mendung dengan awan kelam seperti gambaran hatinya pagi ini entah kenapa semua terasa begitu berat dan rumit. Meski sudah dapat penjelasan dari Zico tak mampu menenangkan hatinya dan membuatnya sangat sedih.

Bukan tanpa alasan dia bersikap seperti ini. Hanya takut lebih tepatnya trauma kepada laki-laki. Zico, pria yang sangat ia cintai justru saat ini menjadi sumber penderitaan Luna, dia yang membuat Luna terluka seperti ini.

*

Dari kejauhan Brian menatap nanar Luna. Ia tahu betul bagaimana perasaan gadis itu saat ini. Brian pun menghampiri.

"Pagi" Brian menepuk bahu Luna yang masih setia tertunduk.

"Udah sarapan, ayo masuk bentar lagi hujan" ajaknya. Benar saja langit semakin gelap. Mereka berdua bangkit menuju rumah Luna.

Tak lama hujan turun begitu derasnya, padahal ini bukan musim hujan tetapi pagi ini langit tampak sangat muram hingga mengeluarkan air matanya begitu deras.

Mereka berdua menikmati sarapan yang dibawa Brian. Namun, lebih tepatnya hanya Brian yang menikmati karena Luna hanya mengaduk-aduk makanan yang Brian bawa.

"Masih belum mau berangkat kerja lagi?" Luna menggeleng dengan bibir cemberut.

Luna masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya kemarin. Zico yang sudah menjadi pacarnya selama enam tahun ternyata telah membohonginya. Sampai saat ini, hati dan pikiran Luna masih terguncang mengingat sosok bayi perempuan cantik yang ternyata adalah anak dari Zico dengan wanita lain.

Saat ini ia hanya memiliki Brian yang bisa menjadi tempat untuknya bercerita. Ia tidak tega untuk bercerita kejadian kemarin kepada mamahnya. Selama ini mamahnya juga sangat percaya dengan perilaku baik Zico.

"Brian, jika kamu berada di posisiku, apa yang akan kau lakukan?" tanya Luna kepada Brian yang saat ini sedang duduk di sebelahnya.

Brian menoleh, ia tak percaya baru kali ini Luna meminta pendapat kepadanya. Sebelumnya ia kira Luna sangat membenci dirinya.

"Jika aku jadi kau, aku mungkin akan meludahi pria gatal itu" jawab Brian sambil tertawa terpingkal-pingkal.

Jawaban itu tidak mengagetkan lagi bagi Luna. Ia sudah bisa menebak jawaban konyol Brian. Ia juga heran mengapa ia bertanya kepada orang seperti Brian. mungkin karena saat ini ia sudah merasa nyaman berada di dekat Brian.

Ia mengadah menatap langit dengan air mata yang mengalir. Luna mulai memejamkan mata mencoba menikmati deru angin. Rambut Panjang sebahunya bergoyang seirama degan belaian angin. Ia mencoba meredakan isaknya, menarik napas dan menghembuskannya, melakukannya berulang-ulang untuk menenangkan hatinya.

Sekelebatan kenangan bersama Zico muncul di benaknya. Tersenyum, menangis di pelukan Zico, saling menjahili, mengejek, bergembira, menyanyi bersama dan jutaan kenangan lainnya yang membuatnya semakin sakit. Tenggorokannya tercekat dan air matanya mulai mengalir kembali.

Akhir-akhir ini yang dilakukan Luna hanya melamun dan melamun. Saat hubungannya dengan Zico kandas, Luna sangat amat bosan dan tak sebahagia dulu. Mamahnya yang tidak mengetahui penyebab Luna bertingkah laku seperti itu, meminta bantuan kepada Brian untuk menghibur Luna dan datang ke rumahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang