~Memang benar. Mereka tidak akan tau sesulit apa kita bertahan. Karena mereka tak merasakan bagaimana rasanya berada disituasi itu~
•Selamat Membaca•
Keheningan melanda ketika Samudra maupun Mentari sedang dalam perjalanan.
"Menurut lo bagusnya kita kemana Tar?" Tanya Samudra sambil tetap fokus melihat jalanan.
Tak mendapat tanggapan dari Mentari, Samudra menghela napas sembari melirik Mentari sebentar.
"Tar?"
"E-eh iya? Kenapa Dra?" Tanya Mentari tersadar jika Samudra berbicara dengannya.
"Bagusnya kita kemana nih?" Tanya Samudra mengulangi ucapannya.
"Mana yang bagus menurut lo aja deh Dra" putus Mentari, setelah itu ia kembali memusatkan perhatian pada pemandangan diluar melalui kaca mobil milik Samudra.
"Oke"
Jawab Samudra yang kemudian membelokkan mobilnya kekiri. Mentari memilih untuk tak bersuara, ia mengikuti saja kemana Samudra akan membawanya.
"Udah"
"Eh?"
Samudra berdecak.
"Kita udah sampai, lo gamau turun hm?" katanya sambil mengacak rambut Mentari gemas.
Mentari mematung, 'yang diacak rambut tapi yang berantakan malah hati' dengus Mentari membatin.
"Kok masih aja bengong, lo gak mau turun? Gak suka sama tempatnya?" Tanya Samudra sekali lagi setelah menarik tangannya dari puncak kepala Mentari.
"Ng-nggak!! Gue suka kok, pantai malam-malam seru juga haha" tawa Mentari garing. Samudra membalas dengan terkekeh.
Setelahnya Mentari dan Samudra keluar dari mobil menuju pantai. Angin dipantai menerbangkan anak-anak rambut Mentari hingga terlihat kacau.
"Anginnya jahat ya, rambut lo jadi berantakan gini" kekeh Samudra sembari merapikan anak-anak rambut Mentari.
Mentari hanya diam dengan jantung yang sudah menggila didalam sana.
"Muka lo merah banget" ujar Samudra, lelaki itu menangkup pipi bulat Mentari "panas juga, lo demam?" Tanya Samudra yang mulai khawatir.
Mentari menggigit bibirnya, kenapa Samudra bisa sepolos ini?! Padahal sudah jelas-jelas Mentari lagi blushing.
"Ng.. gue gak kenapa-napa kok Dra" kilah Mentari menjauhkan tangan Samudra dari pipinya. Jika tak begitu, Mentari bisa pingsan karena kekurangan oksigen. Kan gak lucu kalau seandainya ada kabar aneh begitu.
Tiba-tiba saja deringan handphone Samudra mengambil alih perhatian keduanya.
"Gue angkat telpon dulu ya" pamit Samudra yang langsung diangguki Mentari.
Sepuluh menit sudah Samudra pamit untuk mengangkat telpon. Mentari yang mulai gabut pun memilih untuk mengabadikan saja pemandangan dipantai tersebut dengan memotretnya.
Senyum cerah terbit diwajah Mentari ketika melihat hasil jepretan yang memuaskan. Terlebih ia sangat menyukai alam.
"Tar-"
Mentari mengalihkan atensi dari Handphonenya, kemudian memusatkan perhatian kepada Samudra yang datang dengan wajah lumayan pucat.
"Iya Dra?"
"Hmm. Maaf, gue jadi ngehancurin acara kita. Maaf banget ta-
"Ada apa Dra? Lo sakit? Pucat banget wajah lo, kasih tau aja" potong Mentari yang sudah penasaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck [in friendshit]
Fiksi RemajaApa kalian pernah merasakan bagaimana rasanya bertahan ditengah konflik keluarga yang Broken home? Apa kalian pernah terfikir akan dihancurkan oleh orang-orang terdekat? Selamat datang dikisah penuh luka. Kisah dimana ia terjebak dalam sebuah hubung...