0.1 | SHAKILA DAN BAPAK

437 69 12
                                    

"Tentang andai yang tak pernah usai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tentang andai yang tak pernah usai."

-Shakila Ayu Kencana

‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙

Gadis berwajah tirus itu menatap rintik air yang menempel di jendela kaca sambil tersenyum. Rambut panjang bergelombangnya menari-nari diterpa angin dari kipas angin tak jauh dari meja belajar tempatnya duduk. Suasana sore ini membawa Shakila pada masa lalu. Pada manusia yang menduduki peringkat paling penting dalam hidupnya. Dalam hati dia bertanya, bagaimana kabar saudara kembarnya sekarang? Apa dia masih suka bermain hujan sampai dimarahi Ibuk?

Shakila terkekeh mengingat bagaimana dulu Khalisa merengek saat demam. Tapi Ibuk malah mengomelinya sambil menyuapkan bubur yang akan selalu ditolak untuk masuk kedalam mulut kakak kembarnya itu. Berakhir buburnya akan dimakan berdua. Kemudian tidur didalam selimut yang sama tanpa takut tertular flu. Bahkan dengan senang hati Shakila rela tertular agar ikut merasakan apa yang dirasakan kakaknya.

Hawa yang semakin dingin menusuk kulit membuat bulu kuduk Shakila berdiri. Jaket yang tersampir di tubuhnya pun rasanya tidak berguna. Walau begitu ia tetap ada di posisi yang sama. Berharap Khalisa akan datang dengan omelan khasnya masuk ke kamar. Tak sadar harapan demi harapan telah Shakila pupuk semenjak pertengahan kelas 2 SD sampai akan lulus SMA. Sudah lama sekali ternyata.

Suara dari ponsel bercasing merah jambu membuyarkan fantasi indah Shakila. Atensinya beralih pada panggilan telepon dari kontak yang ia beri nama 'bapak'. Dengan cepat Shakila menggeser icon hijau lalu meletakkan benda pipih itu disamping telinga kanan. Tidak ada sepuluh detik suara berat menyambut gendang telinga.

"Hallo, dek, " suara pria yang hampir memasuki kepala lima, Gumilar.

"Dalem, bapak. Kok belum pulang?" Shakila melirik jam dinding yang hampir mengarah di angka enam. Dalam diam menebak ayahnya sedang ada di pinggir jalan karena terdengar deru kendaraan yang bersahutan.

"Iya, ini mau pulang. Adek nitip apa lagi selain alat tulis? Ini ada yang jual martabak kacang coklat kesukaan kamu. Mau sekalian?" tawar Gumilar terlewat hapal makanan kesukaan putrinya.

Mendengar tawaran menggiurkan tanpa pikir panjang Shakila tentu akan mengiyakan.

"Mau mau! Ekstra kacang sama coklat. Susunya dikit aja," antusiasnya melukis senyum lebar.

"Martabak lagi?" Seruan wanita dari arah belakang membuat Shakila seketika terjingkit kaget. Saat menoleh ditemukannya Bunda Winda sedang berkacak pinggang.

"Dikit aja kok, " bisik Shakila agar tak terdengar Gumilar, menyengir menunjukkan deretan gigi putihnya. Melempar tatapan seperti anak kucing terlantar sambil menggoyang-goyangkan tangan halus ibu sambungnya.

Melihat sang putri mulai menggunakan jurus andalan membuat Winda dilanda dilema. Ingin menolak tak tega tapi jika setuju dia khawatir gigi Shakila rusak. Setiap hari ada saja makanan manis yang dia konsumsi.

Manusia PelikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang