0.5 | RUMAH TANPA PONDASI

278 57 2
                                    

Kelas 12 adalah saatnya para siswa berkerja sekeras mungkin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelas 12 adalah saatnya para siswa berkerja sekeras mungkin. Bahkan lebih dari seharusnya. Mengorbankan waktu, tenaga dan mental demi bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Gerbang menggapai mimpi yang dahulu saat sekolah dasar diucapkan lantang didepan kelas.

Termasuk Shakila yang sekarang sedang mati-matian mengerjakan soal di buku tebal. Mengerahkan semua motivasi yang dia punya. Dengan harapan usahanya akan membuahkan hasil memuaskan.

Didepan meja belajarnya terdapat banyak sekali stickynote bertuliskan motivasi dari yang berbahasa Indonesia, Inggris, bahkan doa doa. Kali ini dia harus membuktikan kepada bapak kalau keputusannya masuk jurusan IPS tidak salah. Bahwa sukses tak harus menjadi seperti yang bapak mau tapi sesuai dengan apa yang Shakila suka dan minati. Yaitu, musik.

Sejak kecil Shakila sudah sangat tertarik dengan nada-nada. Apalagi nada halus dari piano. Bahkan dia juga punya sebuah gitar bertanda tangan Shawn Mendes yang dia dapat karena keberuntungan saat menonton konser di Jakarta dua tahun yang lalu.

Dia juga sering menang lomba bermain piano dari kecil. Bahkan ada yang sampai juara tiga tingkat nasional. Tapi walau begitu bapak tetap menentang mimpi dan bakat yang sudah sangat terlihat dari Shakila. Entah kenapa masih menjadi tanda tanya. Bapak selalu meremehkan Shakila. Dia ingin anaknya menjadi PNS, DOKTER, GURU dan berbagai pekerjaan tetap dan bergaji tinggi.

Setiap kali Shakila berdiskusi dengan menjawab bahwa pemusik juga bayarannya tinggi tapi bapak langsung menjawab dengan tajam. "Iya kalau sukses. Kalau tidak?"

Rasanya menyakitkan saat mimpimu dipatahkan oleh orang tuamu sendiri. Semua pencapaian terasa roboh dalam sekali jentik. Usaha dan kerja keras menjadi sirna sia-sia.

Tapi Shakila tidak ingin membiarkan semuanya hancur begitu saja. Selama tidak ada kata mustahil semuanya pasti bisa terjadi.

•••

Tiga gadis berseragam batik sekolah serupa tampak berjalan di trotoar beriringan. Tak peduli pada teriknya mentari yang membara di atas tanah Surabaya. Juga kendaraan yang mengepulkan asap polusi.

"Nggak kerasa ya tiga tahun bakal berakhir one month lagi. Padahal kita kan meh dadi konco forever," celetuk Jingmi, satu-satunya yang bermata sipit. Pipinya membulat karena mengunyah pentol. Rautnya cemberut akan berpisah dengan teman-temannya.

Shakila yang berdiri di sebelah kiri Jingmi ikut mengeluh. "Ah iya. Cepet banget! Aku nggak rela pisah sama kalian... Nanti yang bayarin pentol siapa ya?"

"Yeuu kirain tulus ternyata cuma dipake bayar jajan!" Reflek Jenar di sebelah kanan Shakila mengeplak bahu Shakila sayang-keras.

"Aduh!" Shakila mengelus bahunya yang jadi korban tangan pedas Jenar.

"Lagi pula kalian nggak guna selain dipake buat bayar, " cibirnya sebelum terbirit kabur sebelum diserang.

Manusia PelikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang