"Makanya kalau ku suruh makan itu makan, jadinya seperti ini kan?"
Entah sudah berapa kali Maki mendengar omelan pagi ini, setelah Momo sang sekertaris, sekarang Mai. Dua sejoli itu bisa saja memekakkan telinganya kalau tak berhenti memarahi Maki. Ia mengerti jika mereka berdua mencemaskan pasal kesehatannya, tapi tidakkah mereka punya belas asih untuk orang yang baru saja sadar dari pingsan selama dua hari?
"Kalian mau aku cepat mati ya?" sindir Maki. Mai langsung mematung, sadar bahwa acara mengomel hari ini cukup sampai di sini dulu.
"Hahh, kau itu keras kepala" ucap Mai kesal.
"Panggil aku kak Maki, adik manis" Maki mengusap surai Mai lembut. Setelah Momo meninggalkan mereka berdua Mai tak dapat lagi membendung rasa kesalnya pada Maki, berulang kali diingatkan untuk menjaga kesehatan, selalu saja diabaikan.
Hening. Tak ada yang melanjutkan pembicaraan, Maki sibuk dengan ingatannya terakhir kali. Surai kecoklatan itu memanjang setelah ia tinggalkan lama, iris oranye dan wajah cantik nan manis itu telah berubah banyak, mungkin berubah karena Nobara semakin cantik saat ini.
Mai paham jika saat ini kakak kembarnya sedang memikirkan Nobara, hari ini ia juga punya janji temu dengan model muda itu. Barangkali Nobara mau menjenguk Maki di rumah sakit hari ini.
"Mau jalan-jalan keluar?" Maki hanya mengangguk, ia membawa sang kakak pergi ke taman rumah sakit dengan kursi roda, sebenarnya bisa saja tanpa benda itu, tapi Mai bersikeras agar Maki tetap menjaga kesehatannya.
Sesampainya di taman mereka berbincang sedikit tentang keluh kesah Mai sebagai model. Ia juga bercerita bahkan Nobara bisa lebih menonjol darinya, tapi Mai senang karena sikap gadis itu tak berubah.
"Mai, boleh aku mengeluh? Sekali saja"
"Ungkapkan saja semuanya" ujar Mai hangat. Saat Maki ingin memulai ceritanya, tiba-tiba saja bahu Mai ditepuk pelan oleh seseorang, Mai tersenyum kemudian beranjak dari sana, berganti tempat dengan orang itu.
"Aku sangat menyesal, jika saja saat itu aku jujur mungkin tidak begini" Maki menunduk, terpaan angin sejuk menerbangkan helaian poninya.
"Aku sangat bodoh. Aku benar-benar mencintainya, bahkan sampai sekarang pun. Senyumannya, tawanya, omelannya, semua itu adalah hal yang kusukai darinya. Aku sangat merindukan itu, belakangan ini semua kenangan kami terputar jelas saat aku tidur. Kenapa jadi seperti ini?"
Memori beberapa tahun lalu bak kaset rusak yang diputar setiap malam, tiada hentinya mimpi Maki terus memunculkan sosok manis itu. Penyebab ia tak terlalu memperhatikan kesehatan juga karena Nobara, isi kepalanya saat ini hanyalah gadis bersurai coklat almond.
"Jangan pernah sungkan untuk kembali. Aku akan selalu jadi rumah untuk kak Maki pulang"
Maki masih ingat betul kalimat itu, bisakah ia mendengarnya sekali lagi?
"Dia pernah memintaku kembali padanya, apa kau akan berkata seperti itu lagi?"
"Jangan lupakan aku ya"
"Aku tidak pernah melupakanmu" air matanya jatuh begitu saja. Kerinduan yang selama ini ia sembunyikan tak dapat tertampung lagi, pertemuan singkat membuat Maki kelabakan. Rindu yang mencekik seolah lepas hanya menatap iris oranye itu barang sebentar saja.
"Maafkan aku, aku memang bodoh. Aku bukan gadis kuat seperti yang kau katakan. Aku ini sangat payah" monolognya. Maki sudah tak sanggup, kebohongan yang selama ini ia pendam sendiri akhirnya terungkap.
"Maukah kau memintaku untuk kembali sekali lagi? Aku mohon" pintanya.
Tidak tau untuk siapa ia meminta, tapi Maki sangat ingin mendengar suara itu menyebut namanya lagi, memintanya kembali, dan memberi pelukan hangat yang bisa melepaskan rasa penatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elysian [MakiNoba]✔
Fiksi Penggemar[Tamat] Ambisi yang semula ingin menantang kakak kelas malah berubah jadi kekaguman. Nobara belum pernah melihat gadis setangguh Maki, kakak kelasnya bahkan dapat mengalahkan makhluk kutukan hanya dengan senjata. Tantangan terbesar Nobara bukanlah...