"Pak Fahri saya izin balik sebentar boleh?" pamit Aldebaran kepada Fahri.
Tak langsung menjawab, Fahri menilik jam di pergelangan tangannya terlebih dahulu lalu menatap Aldebaran yang terlihat penuh harap.
"Apa ada masalah?" tanya Fahri merasa penasaran.
"Ti.. Tidak. Tapi tadi saya sempat melihat teman lama saya berada di lobi hotel saat kita masuk lift," balas Aldebaran dengan harapan Fahri mau memberikan waktu sebentar saja untuknya menemui Adiva.
"Saya tidak ingin klien kita menunggu. Kamu bisa menghubungi teman kamu dulu. Ajak dia bertemu setelah urusan kita dengan klien beres," tolak Fahri dengan tegas yang seketika membuat Aldebaran menelan ludahnya dengan keras.
Sebagai calon pengacara, Aldebaran harus bisa membedakan antara urusan yang bersifat primer atau sekunder. Mana urusan pribadi dan mana urusan klien. Apalagi klien mereka saat ini sudah menunggu mereka di restoran hotel. Fahri hanya ingin mengajarkan kepada Aldebaran bahwa waktu itu sangatlah berharga. Jangan sampai mengecewakan klien hanya karena urusan pribadi. Jangan pernah pula mempertaruhkan profesionalitas hanya demi hal yang tidak penting.
"Maaf," jawab Aldebaran singkat lalu kembali menatap pintu lift dengan perasaan gelisah.
Jika tidak mengingat Fahri adalah sahabat papanya yang telah banyak berjasa pada karirnya tentu Aldebaran akan pergi begitu saja demi mencari Adiva. Aldebaran menghela napas panjang, menahan sejenak di dada, mencoba menenangkan hatinya yang bergemuruh. Jangan sampai karirnya hancur sebelum dirinya sukses karena jika itu sampai terjadi maka dirinya tidak akan pernah pantas bersanding dengan Adiva.
Ting... Lift berbunyi sebagai pertanda jika mereka telah sampai di lantai tujuan. Aldebaran bersama Fahri melangkah ke luar dari dalam lift lalu menuju restoran hotel yang terlihat ramai pengunjung. Jika diperhatikan dari penampilan rapi dan resmi para pengunjung restoran sudah bisa dipastikan jika mereka sedang memanfaatkan jam istirahat. Hotel ini memang sudah menjadi langganan digunakan acara-acara pelatihan atau seminar karena memiliki aula yang luas dengan fasilitas lengkap.
Aldebaran dan Fahri segera melangkah menuju meja dengan nomor yang sudah diberikan oleh klien mereka melalui sambungan telepon tadi. Mereka semua saling menyapa dan berkenalan secara singkat sebelum membicarakan masalah inti. Karena tak ingin membuang waktu dengan sia-sia Aldebaran langsung saja menyampaikan keluhan klien yang sebelumnya sudah disampaikan melalui sambungan telepon tempo hari. Pasangan suami dan istri itu telah mengadukan tentang kasus pelecehan seksual yang dialami putri mereka di sekolah. Sesuai dengan pengaduan mereka sebelumnya, para pelaku pelecehan adalah kakak tingkat putri mereka. Putri mereka yang masih duduk di bangku kelas 8 SMP itu kini mengalami depresi dan dalam pengawasan seorang psikiater.
Waktu bergulir begitu cepat. Pertemuan itu akhirnya menemukan mufakat dari kedua belah pihak. Kasus tersebut Fahri terima meskipun terbilang berat karena tuntutan mereka akan terkendala dengan undang-undang perlindungan anak. Tapi Fahri akan berusaha semaksimal mungkin agar para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatan bejat yang telah mereka lakukan. Keadilan harus tetap ditegakkan.
Setelah klien mereka pergi Aldebaran langsung meminta izin kepada Fahri untuk menelepon seseorang. Aldebaran sedikit menjauh, berdiri menghadap kaca raksasa yang menampilkan kemegahan gedung-gedung bertingkat yang tak jauh berbeda dengan di kota kelahirannya, Jakarta.
Jantung Aldebaran berdebar kencang saat sambungan teleponnya mulai terhubung. Lalu tak lama sebuah suara perempuan menyapa gendang telinganya.
"Fir, Adiva di mana sekarang?" Tanya Aldebaran tanpa basa-basi, bahkan Aldebaran sampai lupa mengucapkan salam.
"Oh jadi sekarang nggak ada tuh ucapan salam?" sindir Safira dari seberang sana. Mood Safira sedang hancur karena tadi pagi Farhan membatalkan janji mereka secara mendadak. Lalu sekarang ditambah telepon dari sahabatnya yang gagal move on. Jika biasanya Safira akan menjadi pendengar setia saat Aldebaran curhat, kali ini Safira sedang tidak berselera sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Hati Satu Cinta (End)
RomanceRate 18+ Blurb Perpisahan dengan seorang sahabat terbaik beserta dengan cinta pertamanya tentulah hal yang tak mudah bagi Adiva Dania Khanza, gadis berusia 18 tahun itu. la terisak tatkala harus melambaikan tangannya melepas Aldebaran Malik pergi me...