END

794 42 2
                                    

Sementara Tuan Teuku Jeno sudah melaporkannya ke Polisi. Renjun tak di laporkan, Karena Ia tak membunuh siapapun, Tak ada korbannya juga.

.
.

Kini mereka berlima berada di Bandara untuk mengantar Renjun, Setelah insiden itu Renjun memutuskan untuk kembali ke Negara asalnya yaitu China. Sebenarnya Jaemin serta Haechan sudah membujuk Renjun agar tetap tinggal di Korea, Renjun tak salah, Ia sudah mencoba yang terbaik.

"Tak apa, Ini semua terjadi karenaku. Biarkan Aku pergi ya?."

"Tap—." Jaemin masih berusaha membujuk Renjun namun Haechan menepuk pundaknya, Mengisyaratkan untuk membiarkan Renjun pergi saja. Mau bagaimanapun juga, Itu tetaplah keputusannya. Mereka sama sekali tak ada hak untuk melarang Renjun, Hanya sebatas Teman.

"Baiklah, Selamat tinggal Renjun."

Ujar Jaemin lalu pergi duluan ke luar Bandara. Singkatnya, Ia tak mau melihat kepergian Renjun, Itu menyakitkan baginya. Renjun itu sudah seperti Keluarga bagi Jaemin, Di Desa Mereka selalu bersama, Sedih dan Senang bersama. Tapi sekarang Mereka harus berpisah, Jaemin tak bisa terus terusan meminta Renjun untuk bersamanya. Renjun berhak memilih jalan hidupnya sendiri.

"Dasar!, Dia masih saja kekanak kanakan." Renjun terkekeh melihat Jaemin yang belum jauh dari padangannya.

"Selamat Tinggal juga, Nana!."

Renjun tetap melambai lambaikan tangannya walaupun tau jika Jaemin tak akan membalasnya apalagi menoleh. Sembari melambai lambai, Perlahan Renjun pergi dari sana dan naik ke Pesawat.

Jaemin menghentikan langkahnya, Lalu Ia berbalik. Menatap Renjun yang perlahan hilang dari pandangannya. Tanpa sadar, Jaemin meneteskan Air matanya. Kemudian Mark, Jeno, Dan juga Haechan memeluknya.

"Jangan takut kesepian ya, Banyak orang yang menyayangimu termasuk Aku."
-Lee Jeno

Setelah dari Bandara Mereka berniat untuk langsung ke Rumah Sakit menjenguk Chenle. Selama perjalanan Mereka hanya tertawa riang saja, Terlebih lagi Haechan dan Jaemin yang terus terusan melucu. Jeno dan Mark bagian tertawanya saja.

Tak lama dari itu Ponsel Haechan berdering, Seseorang menelfonnya, Itu adalah Park Jisung. Dengan segera Haechan mengangkat telfon tersebut. Jisung menyuruh Haechan untuk Pergi ke Rumahnya dan menjaga sang Ayah, Sementara Ia akan menjaga Chenle. Haechan sedikit terkejut melihat itu. Baru kali ini Jisung menyuruhnya menjaga Tuan Park, Mungkin karena sekarang Chenle lebih di prioritaskan?.

"Nanti antarkan Aku pulang ke Rumah Jisung dulu ya, Ada sesuatu yang harus ku urus." Haechan tak mengatakan jika Ia sebenarnya ingin menjaga Tuan Park, Menurutnya itu sedikit tak sopan.

"Ya, Dimana Rumahmu?." Mark sebagai Supir hanya mengiyakan permintaan Haechan.

"Memangnya Kau tak tau? Bodoh sekali."

"Beritau saja apa susahnya sih?."

"Ya saja, Yang waras mengalah." Haechan meledek.

*****

Sementara di Rumah Sakit, Chenle mulai menggerakkan jarinya memberi tau jika Ia sudah sadar.

"Chenle? Kau sudah sadar?." Jisung mengelus lembut Kepala Chenle, Begitu pun dengan tangan Chenle yang Masih Ia genggam sejak tadi.

"J-Ji-Sung?." Chenle masih terbata bata. Wajar saja, Ia belum sepenuhnya sadar.

"Ya? Ini Aku, Kau membutuhkan sesuatu?." Mata Jisung berkaca kaca melihat Chenle. Ia tak bisa berhenti tersenyum, Jisung pikir  tak akan bisa bertemu dengan Chenle lagi.

"Terimakasih." Hanya itu yang Chenle ucapkan kepada Jisung. Sederhana namun sangat berharga bagi Jisung, Baru kali ini Chenle berterimakasih kepadanya bukan sebagai teman, Melainkan Keluarga. Lebih tepatnya sebagai Kembaran.

KEMBAR - CHENLE JISUNG ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang