Sepanjang perjalanan pulang Adiva lebih banyak diam. Farhan pun demikian. Farhan yakin suasana hati Adiva pasti sedang gelisah setelah pertemuannya dengan Aldebaran. Sesekali Farhan memandang Adiva yang lebih banyak memperhatikan arus jalan raya melalui kaca di sebelahnya.
Adiva yang terlalu asyik bercengkrama dengan senja tak menyadari jika laki-laki yang tengah mengemudi di sampingnya begitu khawatir. Tiba-tiba senyuman tipis terulas di bibirnya kala mengingat Azzam. Senja banyak memberikan warna dalam hidupnya. Dulu dirinya bersama Azzam sering menikmati senja melalui jendela kamar mereka atau pun bersantai di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi dan kudapan. Itu dulu. Sekarang Adiva selalu sendiri menikmati senja yang selalu menghadirkan sendu. Namun lamunannya tentang Azzam terusik kala mengingat pertemuan tak terduga dirinya bersama Aldebaran tadi. Pertemuan yang tidak pernah Adiva harapkan lagi.
Bertemu dengan cinta masa lalunya tentu berhasil mengusik hati Adiva. Meskipun mustahil dirinya membuka hati kembali untuk Aldebaran tapi melihat kilat cinta di kedua mata Aldebaran tadi membuat Adiva merasa takut. Adiva selalu takut setiap kali ada laki-laki yang mencoba mendekatinya atau bahkan menawarkan ta'aruf. Setelah kepergian Azzam, beberapa laki-laki datang ke rumah untuk menawarkan ta'aruf. Dengan perasaan bersalah Adiva pun menolak mereka semua. Salahkah jika dirinya egois karena ingin kembali bertemu dengan suaminya yang telah tiada kelak di akhirat? Salahkah jika dirinya menjadi single parents diusia yang masih sangat muda seperti komentar-komentar miring orang di luaran sana?. Ah... Sepertinya Adiva tidak perlu memusingkan itu semua. Bukankah bersama dengan keluarga yang begitu mencintainya dengan tulus adalah kesempurnaan hidup. Lantas mengapa Adiva harus mendengarkan kata-kata sumbang dari orang-orang yang tak tahu-menahu tentang isi hatinya?
"Kamu istirahat aja Dek!" ucap Farhan memecah kebisuan di antara mereka. Sejak tadi hanya lagu-lagu klasik yang menemani perjalanan mereka. Lagu-lagu lawas favorit Azzam.
"Dek!" panggil Farhan kembali karena Adiva masih bergeming. Lalu Farhan mengusap puncak kepala Adiva demi menarik kembali Adiva dari lamunannya.
"Eh apa Mas?" ucap Adiva terkesiap.
"Kamu istirahat aja. Perjalanan kita masih jauh," jawab Farhan dengan mengulas senyuman. Dalam hati Farhan bersyukur karena tadi pagi memaksakan diri untuk mengantarkan Adiva ke Surabaya. Andai tadi dirinya membiarkan Adiva berangkat sendirian entah apa yang akan terjadi. Sekarang saja Adiva tenggelam dalam lamunannya.
***
Tepat pukul delapan malam mereka sampai di rumah. Farhan segera membangunkan Adiva yang masih tertidur pulas. Dulu sebelum Adiva menikah Farhan biasa menggendongnya masuk ke dalam rumah. Tapi sekarang tentu sudah tak pantas lagi mengingat mereka sudah sama-sama dewasa.
Dengan perlahan Farhan mengguncang bahu Adiva agar segera terbangun.
"Udah sampai Mas?" ujar Adiva sembari mengumpulkan kesadarannya.
"Udah. Cepet turun! Kamu ini tidur kayak orang pingsan aja," gerutu Farhan lalu segera turun dari mobil.
Karena masih malas Adiva berjalan dengan gontai di belakang Farhan sambil menenteng tas ranselnya. Sambil membuka pintu lebar Farhan mengucapkan salam yang langsung mendapatkan sahutan suara laki-laki dari dalam. Hal pertama yang dicari Adiva adalah Farah, putri kecilnya. Mansur yang tengah serius membaca buku hanya menunjuk ke arah kamarnya.
"Farah baru saja tidur di kamar Ibu. Kalian mandi lalu makan dulu sana. Ibu udah nyiapin makanan untuk kalian berdua," jawab Fitri yang baru saja ke luar dari kamar.
"Njih Bu." Kali ini Farhan yang menyahuti lalu bergegas naik ke kamarnya. Di belakangnya Adiva menyusul dengan malas-malasan. Rasanya Adiva masih berada di alam mimpinya. Bangun-bangun perasaannya menjadi aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Hati Satu Cinta (End)
RomanceRate 18+ Blurb Perpisahan dengan seorang sahabat terbaik beserta dengan cinta pertamanya tentulah hal yang tak mudah bagi Adiva Dania Khanza, gadis berusia 18 tahun itu. la terisak tatkala harus melambaikan tangannya melepas Aldebaran Malik pergi me...