Minggu kelabu, dan Sandyakala benci itu.
Hari dimana seharusnya menjanjikan ketenangan, tapi malah sebaliknya. Sudah banyak rencana yang Sandyakala buat di hari ini, namun semuanya buyar begitu saja. Papa ada di rumah, dan itu adalah bencana. Padahal, sebelumnya, beliau sudah bilang kalau hari minggu ini akan pergi menjenguk nenek yang sudah lama tidak dijumpai, namun semuanya buyar saat bahkan tadi malam hujan mengguyur bumi dan menyebabkan moodnya hancur berkeping-keping sampai pagi ini.
Menyebalkan.
"Kakak?"
Sandyakala terperanjat, posisi awal yang tengah menatap hamparan kelabu di atas sana, teralihkan saat pintu terbuka dan memunculkan Senja. Beruntungnya, dia kini menggunakan kaus lengan panjang, jika tidak, rahasia yang selama ini disembunyikan rapat dari sang adik, akan terkuak dengan ngga apik.
"Kenapa, Dek?"
Dengan cengiran khas ala Senja Bintang Galaksi, anak itu mendekat, merengkuh tubuh yang lebih kecil untuk didekap erat. "Sepedaan yuk? Tari sama Ian yang ajak Adek."
Penuturan si bungsu barusan, memunculkan kerutan pada kening si tengah. Sandyakala bingung, tentu saja. Bahkan, langit berwarna kelabu, menandakan jika bendungan air siap tumpah dan hanya tinggal menunggu waktu, tapi, Senja dan teman-temannya malah mengajak untuk bermain sepeda? Hei, tentu saja Sandyakala ngga akan mau mengikutinya. Lagipula, tangannya belum sembuh total, Angkasa bilang, ngga boleh terkena air, dan kalau tiba-tiba hujan turun, apa yang harus dia lakukan?
"Adek, pergi sendiri aja, ya? Kakak lagi ngga mau kemana-mana."
"Adek maunya sama kakak," seperti biasa, Senja akan mengeluarkan jurus andalannya, dan Sandyakala ngga akan pernah mampu buat menolak kilatan mata jernih laksana air sungai milik adiknya.
Disaat seperti ini, Sandyakala sangat berharap kalau Angkasa atau Cakrawala akan datang menolongnya. Namun, itu mustahil, mengingat jika si sulung tengah istirahat setelah semalam begadang buat menyusun program kerja OSIS yang harus diisi sebagai syarat untuk menjadi ketua OSIS pada generasi selanjutnya, dan kembarannya tengah pergi sedari pagi entah kemana.
"Yaudah."
Melanggar ucapan Angkasa sesekali, ngga masalah, kan? Lagian, Sandyakala sudah lama nggakmain keluar rumah, dan mungkin ini adalah saat yang paling tepat buat menghirup udara segar.
"Yess!"
Pelukan pada tubuhnya semakin erat, membuat Sandyakala ngga menyesal sebab telah berhasil membuat senyum indah sang adik tercipta.
"Adek mau ganti baju, Kakak juga!"
Memang kadang tindah Senja suka agak beringas, buktinya saja tubuh Sandyakala diseret paksa menuju lemari dan meninggalkannya begitu saja untuk berganti pakaian di kamarnya sendiri.
Sandyakala berdiri didepan cermin, menatap pantulan dirinya sendiri. Lengan bajunya ditarik sampai siku. Kulit putih yang penuh dengan luka itu terpampang jelas di depan matanya. Senyum kecilnya terukir. Ngga ada yang salah dengan penampilannya, dan Sandyakala juga ngga mungkin buat mengganti pakaian sesuai apa yang Senja ucapkan. Dia sangat sayang pada adik manjanya, dan tentunya dia ngga akan pernah mau membuat anak itu khawatir hanya karenanya.
"Kak, udah belum?"
Tepat saat suara Senja terdengar, Sandyakala langsung menurunkan lengan bajunya dan segera membuka pintu. Lagi dan lagi, senyumannya terukir, namun Senja balas dengan lirikan aneh.
"Kok belum ganti baju?"
Mencoba mengalihkan topik, Sandyakala berjalan lebih dulu, mendahului sang adik yang masih tergugu didepan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galaksi✓
Teen Fiction"Perihal datang dan pergi, itu udah biasa terjadi. Tapi, khusus buat Abang, Mas sama Adek, tolong jangan pergi, karena Kakak cuma punya kalian sebagai pelipur hati," - Sandyakala. "Kenapa kita harus pergi disaat semesta juga tahu kalau Galaksi bersa...