GALAKSI 5

972 153 30
                                    

Cakrawala pikir, ruang guru akan sepi, sama seperti saat terakhir kali dia dipanggil ke sekolah saat Sandyakala membuat ulah. Tapi kali ini ngga lagi, sebab ruang guru sudah sesak dipenuhi banyaknya siswa dan walinya, termasuk Papa dan Senja — dengan sedikit memar yang menghiasi bibirnya —yang sebelumnya ngga pernah dia duga kehadirannya.

Kedatangan Cakrawala itu disambut delikan tajam dari Papa, namun si tengah mencoba acuh dan segera masuk ke dalam setelah sebelumnya mengucapkan permisi terlebih dahulu.

Semenjak Sandyakala menelpon dan menyuruhnya datang ke sekolah, Cakrawala pikir, hal seperti biasanya yang akan terjadi; dia sebagai kakak hanya diberi wajengan untuk menasehati adiknya oleh guru BK atau wali kelas, tapi ternyata ngga seperti itu, sebab kelihatannya, banyak yang terlibat dalam ulah Sandyakala saat itu.

"Pokoknya saya mau semua siswa, tanpa terkecuali, di skors buat beberapa hari ke depan dan diberi surat peringatan."

Cakrawala membeo mendengar penuturan tegas Papa barusan. Hei, dia baru saja datang dan belum tau permasalahan yang terjadi, tapi bahkan Papa sudah memberi ultimatum pada guru dan kepala sekolah yang hadir dalam rapat dadakan kali ini.

"Sabar dulu, Pak."

"Sabar? Bagaimana saya bisa sabar kalau anak saya saja menjadi korban?!"

Semua yang terjadi ini, ngga sampai buat dicerna otak Cakrawala yang ngga seberapa. Dia butuh penjelasan, bukan malah kegaduhan.

"Ini... Apa yang sebenarnya terjadi?" Pada akhirnya, Cakrawala angkat bicara, yang membuat semua orang termasuk Papa dan kedua adiknya menolehkan kepala padanya.

Sebelum menjawab, kepala sekolah dengan kacamata bening yang bertengger di hidungnya tersebut menghela nafas, lalu melirik pada Ian yang sedari tadi hanya diam.

"Ian, bisa tolong jelaskan ulang?"

Ardiansyah Putra Geovani mengangguk, lalu mulai menceritakan semua kejadian yang menimpa mereka semua sampai Senja mempunyai luka. Dimulai dari Ifan yang meminta contekan pr dengan paksaan, Senja, Ari dan Ares yang tentunya menolak keras hingga akhirnya Sandyakala dan Ian yang datang buat melerai namun malah semakin menyulut kemarahan Ifan dan berakhir dengan Ifan yang mau memukul Sandyakala dan Ian yang dianggap ikut campur, namun Senja menjadikan diri sebagai tameng suapaya kakaknya ngga terluka dan berakhir dirinya sendiri yang kena imbasnya.

"Terus kenapa Papa malah menyamaratakan? Kakak dan teman-temannya ngga salah, lalu kenapa harus ikut dihukum juga?!" Cakrawala meninggikan suaranya. Dia marah sebab adik bungsunya terluka, namun Sandyakala dan teman-temannya yang ngga bersalah sedikitpun, ngga pantas buat menerima imbas dari kesalahan yang bahkan ngga diperbuatnya.

Ditempatnya duduk, Sandyakala mengangkat kepalanya, menatap ke arah Cakrawala, memberi protesan melalui mata indahnya; "Kakak cuma minta Mas buat datang, bukan buat menentang Papa yang sedang merasa dikit hati sebab anak bungsunya disakiti."

Namun si tengah acuh. Bagaimanapun caranya, dia harus memperjuangkan hak adiknya yang berhak bebas dari masalah sialan ini, sebab dia yakin, kalau saja Angkasa yang ada di posisi ini, cowok itu juga pasti akan membela adiknya mati-matian. Tapi sayangnya, si sulung sedang ada acara bersama anggota osisnya hingga membuat Sandyakala terpaksa menghubunginya untuk datang sebagai wali.

"Mereka semua bersalah! Termasuk Sandyakala!" Papa menjawab, tak kalah lantang, membuat beberapa orang tua yang hadir disana hanya bisa diam dan menyaksikan dengan tenang.

"Sandyakala datang buat membela adiknya, apa itu terdengar salah ditelinga Papa?!"

"Tapi kenyataannya apa? Anak Papa terluka!"

Galaksi✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang