"Abang?!"
Kala teriakan itu terdengar, Apriansyah langsung menegakkan badan. Dia yang awalnya tengah bersantai dengan memainkan ponsel, kini buru-buru bangun dan segera menghampiri Sandyakala yang nampak linglung didekat pintu.
"Kak, kenapa?" Tanya cowok itu panik.
"Abang," Yang lebih muda menggumam. "Abang sama Mas kemana, Kak Apri?"
"Ngga ada -
Lantas, sebelum Apri melanjutkan kalimatnya, Sandyakala lebih dulu melewatinya, namun teman sekelas Cakrawala tersebut segera menahan pergelangan tangannya.
"Mau kemana?"
"Abang sama Mas marah sama aku, mereka ninggalin aku," Remaja itu meracu ngga jelas, sampai-sampai alis Apriyansyah terangkat sekilas.
"Ngga k -
- Aku mau cari Abang sama Mas," Racu si tengah Galaksi, menarik kembali pergelangan tangannya, namun yang lebih tua segera mendekapnya, membuatnya meronta dalam pelukan kuat milik Yudhistira.
"Kak tenang dulu," Apri mengerang frustasi. Dia ingin sekali memaki, bagaimana bisa Angkasa dan Cakrawala meninggalkannya berduaan dengan Sandyakala yang sedang tantrum seperti ini?
"Abang sama Mas ngga ninggalin kamu," Cowok itu menjelaskan, pelan sekali, seakan kalimat lembut yang keluar dari mulutnya seirama dengan usapan kedua tangannya pada rambut dan punggung si tengah Galaksi yang mulai tenang kini.
Pelan namun pasti, Apriansyah membawa tubuh kurus itu untuk duduk. Bukan di sofa empuk pilihan Bunda nya, namun di lantai dingin yang kini dipijak keduanya. Sofa terlalu jauh buat dijangkau, dan Apri ngga mau Sandyakala yang sudah mulai tenang, malah tantrum kembali seperti tadi kalau dia membawanya duduk di sofa.
"Abang lagi jemput Adek, dan Mas lagi keluar buat menghirup udara segar."
Kali ini, Sandyakala hanya diam mendengarkan, membiarkan teman dari kedua kakak kembarnya itu mengusap punggungnya yang bergetar hebat sebab menangis barusan.
"Ngga apa-apa ya, bentar lagi mereka juga bakalan balik, kok. Kakak jangan khawatir."
"Maaf, Abang."
***
Sudah 5 menit sejak mobil Angkasa meninggalkan rumah, namun, belum ada satu katapun yang keluar dari mulutnya. Matanya hanya fokus pada jalanan didepan. Bahkan, hanya sekedar menanyakan keadaan adik bungsunya pun, ngga Angkasa lakukan.
Diamnya si sulung, membuat si bungsu juga membungkam mulutnya rapat-rapat. Senja cukup sadar situasi buat ngga menginterogasi kakaknya kini. Ya, walaupun sebenarnya ada banyak sekali pertanyaan dalam benaknya, tapi remaja itu lebih memilih memendam semuanya.
"Adek."
Senja terperanjat, tentu saja. Remaja itu merasa terkejut saat tiba-tiba suara kakak sulungnya mengudara, menyadarkan dia dari lamunannya.
"Ya?"
Ada jeda sejenak, "Kamu sayang sama Kakak?" Tanyanya, tiba-tiba.
Sebelah alisnya terangkat, Senja menatap Angkasa dengan wajah ngga sukanya. "Abang pasti udah tau jawabannya."
Seakan ngga cukup pada jawaban adiknya barusan, Angkasa kembali melanjutkan, "Kamu mau melihat Kakak bahagia?"
"Itu adalah impian terbesar Senja."
"Kalau bahagianya kakak adalah jauh dari kita, apa kamu mau melepasnya?" Angkasa bertanya, membuat kerutan di dahi Senja terlihat semakin nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galaksi✓
Teen Fiction"Perihal datang dan pergi, itu udah biasa terjadi. Tapi, khusus buat Abang, Mas sama Adek, tolong jangan pergi, karena Kakak cuma punya kalian sebagai pelipur hati," - Sandyakala. "Kenapa kita harus pergi disaat semesta juga tahu kalau Galaksi bersa...