Bersama mu sakit, tapi tanpa dirimu jauh lebih sakit.
__________________Anneth's POV :
Selepas mendengar penjelasan dari kedua orang tua ku mengenai Naura, rasanya dunia ku runtuh.
Kondisi Naura tidak bisa diprediksikan, apakah akan selamat atau tidak. Bukannya ingin pesimis, tapi keadaan seperti tidak mendukung ku untuk menjadi optimis.
Aku masih menyesal dan terus menyalahkan diri. Andai aku tidak membiarkannya menyetir. Andai aku dapat menolongnya lebih cepat. Andai aku saja yang ada di posisi Naura.
Beribu-ribu andai ku lontarkan bersama beribu-ribu penyesalan yang ku pikirkan sejak tadi.
Aku sedang berdiri memandang tubuh kembaranku yang masih tertidur pulas tanpa ada tanda-tanda sadar.
"Nau, lo kapan sadar? Ini sudah dua minggu berlalu sejak kecelakaan kita. Maaf, andai waktu itu gue bisa nyelamatin lo lebih cepat."
"Maaf Nau, lo selalu melakukan yang terbaik buat gue, sedangkan gue ngga. Gue tau, di saat kecelakaan itu, lo bikin mobilnya menyamping ke arah lo kan? Jadi yang pertama kali tertabrak itu lo, bukan gue." lanjut ku, di kejadian saat itu, aku sudah sadar sepenuhnya, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa.
"Andai lo gak berbuat seperti itu, yang sedang terbaring sekarat disini bukan lo, melainkan gue. Nau, tolong bangun. Gue bisa kehilangan banyak orang, tapi gue gak bisa kehilangan lo."
Air mata ku mulai keluar dari kedua mata ku, semakin lama semakin deras. Rasanya sakit. Sakit yang sulit dijelaskan, karena rasanya sesakit itu.
Tunggu sebentar.. Tangisan ku berhenti dan mulai mengingat kembali, kemarin Kak Yesaya sempat bercerita bahwa di dekat mobil kami yang hancur akibat kecelakaan, ditemukan tulisan "Sampai jumpa, cinta."
Aneh, ini kata pertama yang aku pikirkan. Cinta? Apa hal ini berhubungan dengan sakit hati karena pernah ditolak salah satu dari kami?
Ini bukan waktunya untuk bersedih, aku harus bangkit dan menemukan siapa orang yang telah mencelakai ku dan Naura.
Aku segera berlari mencari Kak Yesaya. Untungnya, Yesaya sedang berada di ruangan ku, bersama..
Belum sempat bertanya, pria yang datang bersama Kak Yesaya menyapa ku, "Anneth, kamu gimana?" tanya pria itu.
Benar, pria itu tak lain adalah Betrand. Sosok yang tidak mau aku jumpai sampai akhir hidupku. Aku hanya menatap datar kepadanya, "Baik." jawab ku.
Kak Yesaya seperti mengetahui pikiran ku, "Eh Bet, kayanya jam besuknya 5 menit lagi udah selesai, thank you udah datang ya." ujar Yesaya, lalu Betrand mempercayainya dan akhirnya berpamitan pada Yesaya dan Aku.
Akhirnya, di ruangan hanya ada Aku dan Kak Yesaya. "Kak, ada sesuatu yang aneh disini dan sepertinya kita harus selidiki ini." Aku membuka suara setelah Betrand pergi. Kak Yesaya menggangukan kepalanya sebagai tanda setuju.
"Kemarin kakak sempat mendengar ada warga yang mengatakan kalau di tempat kejadian kamu kecelakaan, ada sebuah tulisan, tetapi sayangnya warga itu lupa lengkapnya." Jelas Kak Yesaya menceritakan semua yang Ia tau.
Aku berfikir sejenak, "Kak, aku pernah dapetin surat dan katanya akan ada orang terdekat aku yang akan mencelakai kita, awalnya sempat berhenti, tapi saat aku kuliah, aku sempat beberapa kali mendapatkan surat itu kembali."
"Aku rasa ini semua berhubungan, dan ada baiknya kita selidiki dari tempat kejadiannya, seharusnya di sana ada cctv, setelah kita lihat cctv, baru kita periksa semua surat yang pernah aku dan Naura dapatkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abadi (ONGOING)
Fiksi RemajaAntara masa lalu dan masa depan, siapa yang menjadi pemenang? Yang menjadi pemenang, tidak selalu masa lalu ataupun sebaliknya. Atau, keduanya kalah?